KYRA
Orang tua Jungkook memajukan jadwalnya untuk bertemu, dari semula dijadwalkan hari minggu menjadi hari sabtu.
Tentu saja itu hal yang bagus, bila semua berjalan dengan seharusnya. Masalahnya, aku sedang mengalami migrain yang luar biasa menyakitkan sejak semalam, dan aku tidak bisa membatalkan pertemuan ini secara tiba-tiba sedangkan kedua orang tua Jungkook yang super sibuk itu sudah mau repot-repot meluangkan waktunya yang berharga hanya untuk bertemu denganku dan si kembar. Rasanya sangat tidak sopan dan tidak tahu diri, bila aku tiba-tiba menjadwalkan ulang pertemuan ini hanya karena kepalaku sakit.
Alhasil, aku terpaksa menahan rasa sakit kepala yang tak kunjung hilang meskipun sejak semalam sudah ku telan pil penghilang rasa sakit.
"Jadi, aku tidak harus bawa apa-apa?" aku melontarkan pertanyaan ini pada semua penghuni rumah yang sedang duduk di meja makan sambil menyantap sarapan bersamaku.
"Uh'uh," Jimin mengangguk. "Kalian datang saja itu sudah cukup."
"Mereka sudah punya segalanya, mau apa lagi yang kau bawa?" sambung Eunha.
"Ya, benar juga sih."
"Tidak usah memikirkan apa-apa," kata Yoongi. "Datang, berbincang sebentar, dan lalu pulang. Tidak perlu cemas. Mereka tidak akan mengintrogasi mu atau semacamnya." Yoongi menunjukku dengan sumpitnya yang masih terdapat dua butir nasi yang menempel di ujungnya. "Mereka itu sudah tahu tentangmu. Bahkan mereka tahu nomor jaminan sosialmu, rekening bank-mu, dan mungkin sudah tahu di mana kau lahir. Jadi, bawa saja dirimu dan bersikap baiklah di depan mereka."
Aku mengangguk paham sambil mengulas senyuman singkat yang tumpang tindih dengan ringisan pelanku. Aku berterima kasih karena mereka selalu memberikan dukungan dan menenangkanku di saat aku membutuhkan, tetapi rasa cemas itu tetap melekat diriku sampai hal yang kucemaskan terjadi.
"Mommy! Lihat! Aku mam'nya habis." Seruan riang Hope membuatku langsung memutar badan ke arah meja makan khusus untuk si kembar. Hope langsung memperlihatkan piring kosongnya padaku. Menu sarapan hari ini memang merupakan makanan kesukaannya, berupa; dua pancake pisang ukuran kecil, dua potong apel dan segelas smoothies strawberry.
Aku mengacungkan jempol padanya. "Hebat sekali." Lalu kulihat Hero yang duduk di sebelahnya. Dia sedang cemberut menatap sarapannya—yang menunya sama dengan menu Hope—hanya setengah pancake-nya saja yang sudah dia makan. Sisanya dibiarkan saja, karena dia hanya mau makan lahap jika menunya makannya adalah nugget, sosis, atau ayam goreng.
"Kak, ayo di makan sarapannya. Kakak perlu makan banyak soalnya nanti kita mau pergi," kataku.
Hero mengangkat tatapannya ke arahku dengan enggan. "Mau ke mana memangnya kita?"
Hope menyambar, "Ke tempat kerja Daddy, ya?"
"Bukan," ini merupakan suara Eunha yang duduk di sebelahku, "kalian akan ke rumah nenek kakek kalian."
Hope membulatkan matanya. "Ke rumah nenek?" tanya Hope dengan ekspresi bingung. "Nenek Lilly, kan, sudah mati, rumahnya juga di dalam guci. Kita mau masuk ke dalam guci memangnya?"
Mendengar itu, Yoongi, Jimin dan Eunha tertawa. Ketika aku menoleh dengan mata menyalang, mereka langsung merapatkan bibir mereka. Menahan tawa mereka sampai pipi mereka mengembang. Jimin bahkan sampai menyemburkan air yang sedang ia minum.
"Sorry, Kyra," ucap Eunha, meskipun ekspresinya mengatakan dia tidak merasa demikian. Aku meresponya dengan merotasikan mataku.
Setelah sarapan, aku membawa kembali si kembar ke dalam kamar untuk mandi. Saat ini sudah jam sepuluh pagi. Sebenarnya sarapan sudah selesai dari setengah jam yang lalu, tetapi aku dan lainnya memilih untuk tetap tinggal di meja makan untuk mengobrol sebentar. Yang kebanyakan membicarakan Helena yang akan datang dan menginap di rumah ini. Eunha dan Jimin yang tidak mengenal Helena dan keluarganya lantas bertanya bagaimana mereka, dan aku serta Yoongi langsung menceritakan tentang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
VENGEANCE : After (S2)
FanficBook II (Sebelum baca ini, baca dulu Vengeance S1) Tiga tahun setelah kejadian 'malam itu' baik Kyra, Jungkook maupun Taehyung, mereka sama-sama masih belum bisa terlepas oleh jerat 'rasa bersalah'. Mereka masih mencari cara untuk menembus kesalaha...