Bab 30-Tempest

190 29 6
                                    

Siapakah yang menang kali ini?

Tamaki vs Sogo

____

Tidakkah kau berpikir, ada sesuatu yang ingin kau lakukan?

Mengapa dirimu terus saja menaati perintah orang tuamu yang hanya menginginkan hasil daripada kerja kerasmu? Sungguh aku tak mengerti mengapa kau masih tinggal bersama mereka.

Bukankah ayah mu sendiri berkata tidak? Tidak mengizinkanmu?

Sayangnya tanggapan itu tidak terdengar oleh sang surai putih. Matanya berfokus pada satu titik. Dia menarik pelatuk, dengan tepat sasaran membidik serangan yang mengarah padanya.

Bahkan kerasnya batu dapat dia hancurkan berkeping-keping dengan sebuah peluru. Persisi yang tepat itu membuat lawan surai birunya terus bersembunyi dibalik reruntuhan. Atau setidaknya dibalik poin buta dimata iris violet itu tak dapat menjangkaunya.

"...sungguh, kalau menghadapi petarung jarak jauh susah sekali... kenapa dia tidak lawan Iorin saja yang bisa membidik?" keluh Tamaki namun bukan artian jelek.

Dia hanya kewalahan menghadapi lawan pendiamnya ini. Dia hanya bergerak disaat tertentu. Sesekali berpindah dengan cepat, karena entah kenapa Sogo dapat menemukannya dengan mudah. 

Betul-betul membuat Tamaki merinding. Seakan dimanapun dia berada Sogo pasti akan mengetahuinya. Sungguh menyeramkan sniper berdarah dingin ini.

Tapi ya dia juga tak bisa terus-terusan bersembunyi. Dia harus menang supaya dia bisa membantu Riku dan yang lainnya.

Sekali lagi Tamaki menghadang kedepan. Tak peduli seberapa banyak timah dan peluru yang mengarah kepadanya. Dia terus maju dan membuat perisai tanah. Setidaknya agar ini dapat membuatnya jauh dari pandangan Sogo.

Surai putih itu mendecih dan dia mencari tempat lain. Menghidar sebelum batu itu menghantam dirinya. Tapi dia sedikit salah perhitungan ketika pecahan batu itu menghentikan langkahnya.

Perlahan dia bangkit dan meringis, namun kembali bangkit. Menjaga jarak agar Tamaki tidak dekat dengannya.

"So-chan!" dengan cepat Tamaki langsung menghantamnya dengan palu besar, membuatnya terpental

"...tak perlu menyebut namaku... jika saja kau tidak menyebut, aku takkan menggunakan penguat..." lirih Sogo masih bisa bertahan

"Berisik! Karena itu adil, jadi ku teriak saja namamu!"

Sogo terkekeh. 

Sesungguhnya itu sungguh menggelikan. Dirinya yang sudah dilatih agar tidak menggunakan emosi dalam membunuh, kali ini bercampur dengan segala emosi dan impiannya.

Dia berpikir mungkin bertemu dengan Riku dan yang lainnya sebuah kesalahan, tapi lubuk hatinya berkata itu salah.

Untuk pertamakalinya dia merasakan kesenangan, berpetualang bersama teman, saling melindungi dan peduli satu sama lain. 

Berbeda dengan dirinya yang dulu, yang hanya mengikuti perintah ayahnya. Yang dia sadari bahwa itu bukan keinginan yang sesungguhnya.

Makannya dia tak bisa memaafkan apa yang Tsukumo lakukan pada Pamannya, dia menyesal karena tak bisa membalaskan dendam dengan langsung. Membuat orang asing malah berhasil menghancurkannya.

Semenjak dia menerima perintah, untuk tidak menceritakan apa-apa, disitulah rasa bersalah muncul. Hendak dia katakan, namun Tenn lebih dulu ada disana. Pada akhirnya dia dihukum meski tidak berarti.

Bahkan ayahnya saja memarahinya habis-habisan dengan menambah fisik. Sejujurnya saat itu dia tak peduli lagi. Asalkan dia mematuhi perintah atasan, maka yasudahlah...

Incomplete RulerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang