13. Ditinggal Sendiri

818 79 1
                                    

Jin POV

Ketika aku membuka mata, di dalam kamar begitu gelap gulita dan di luar terlihat sebaliknya. Aku mengedipkan mata beberapa kali untuk menghilangkan rasa kantuk dan ketika aku merentangkan tangan, aku merasakan ruang kosong di sampingku.

Dengan cepat, aku bangkit dari tempat tidur dan mencari saklar atau sesuatu untuk menerangi ruangan. Aku menemukannya, dan saat itulah aku ingat aku tidak mengenakan pakaian sama sekali, berdiri di sebuah ruangan yang bukan milikku; siapa pun bisa masuk kapan saja.

Aku melihat jam digital di meja samping tempat tidur, dan waktu menunjukkan pukul 22.13. Aku benar-benar tidur dengan pulas. Aku bahkan tidak perlu mencari pakaianku di lantai karena semuanya terlipat rapi di atas kursi di samping tempat tidur. Ketika aku hendak berpakaian, aku melihat sebuah amplop diatas pakaianku yang terlipat.

Aku mengambil dan membukanya. Anehnya, ada uang di dalamnya, banyak sekali. Secarik kertas keluar bersama dengan uang tunai. Itu adalah sebuah catatan. Aku membukanya dan mulai membacanya.

Dear Seokjin:
Aku tahu aku telah menyebabkan begitu banyak masalah dalam hidupmu, tapi aku berniat untuk memperbaikinya dengan cara terbaik yang aku bisa. Aku mencoba menjadi pelanggan pertamamu, dan kuharap uang ini bisa menjadi awal yang baik untuk membayar kesalahanku yang tak termaafkan. Terima kasih untuk momen ini. Itu adalah sesuatu yang akan aku ingat.

-Jungkook-

Jadi, dia tidur denganku karena dia ingin membayarku; dia ingin menghilangkan rasa bersalahnya. Dia pergi karena dia melihatku seperti yang lainnya, seorang pelacur; pelacur untuk ditiduri dan kemudian dibayar.

Selama ini aku berpikir mungkin, mungkin untuk sekali ini, hidup dapat menunjukkan sisi lain dari diriku, sisi baik dariku yang dapat dilihat oleh banyak orang tanpa harus mengorbankan hampir seluruh hidup mereka.

Oh, betapa salah dan bodohnya aku! Sepertinya tidak ada pilihan lain bagiku, aku akan selalu menjadi Kim Seokjin si pelacur. Tidak ada yang namanya cinta bagiku. Itu tidak tertulis di buku catatan takdirku.

Meskipun aku seharusnya tahu bahwa ini akan terjadi sejak awal, aku masih tidak bisa menahannya. Aku berharap dia akan berbeda. Namun, dia sama saja. Aku seharusnya tidak merasakannya, tapi aku merasakannya, dan itu sangat menyakitkan, sangat sakit.

Rasa lapar dan kesedihan semuanya bercampur menjadi satu dan meninggalkanku yang seperti tak bernyawa di kamar orang asing. Aku berbaring di lantai sambil meringkuk, masih telanjang sambil menangis sejadi-jadinya.

Setelah aku bisa menenangkan diri, aku mulai mengenakan pakaianku dengan tergesa-gesa. Aku harus pergi dari sana. Aku meninggalkan uang itu tanpa menghitung atau bahkan menyentuhnya.

Aku membuka pintu sedikit untuk memberi ruang yang cukup untuk kepalaku dan mengintip keluar untuk melihat apakah ada orang di sana. Ternyata tak ada siapapun.

Kemudian, aku menyelinap keluar kamar tanpa mengeluarkan suara, tetapi sialnya, aku bertemu dengan seseorang, seorang anak laki-laki. Dia lebih pendek dariku dengan rambut pirang berkilau. Dia juga terlihat lebih muda dan memiliki senyum manis di wajahnya, yang jelas terlihat dari matanya yang hanya terlihat segaris.

"Hei, Kau pasti Jin. Jungkookie memberitahuku kau ada di sini dan juga bersikeras mengajakmu makan malam, tapi dia minta maaf karena tidak bisa menghabiskan malam bersama kita. Dia bilang dia meninggalkan beberapa pekerjaan penting di perusahaan dan dia harus pergi dan menyelesaikannya."

Dari semua yang diocehkan anak laki-laki itu, aku hanya bisa memikirkan satu kata. Jungkookie... Serius?!

"Ha?" Aku menghela napas dengan tercengang, tapi sepertinya anak laki-laki pendek itu tidak mendengar atau mungkin berpura-pura.

"Dan karena aku mengenal kakakku lebih baik dari siapapun, aku tahu dia akan terlambat; sangat terlambat karena dia adalah Jungkook. Ah, maaf! Lihatlah kau terlihat bingung seperti anak anjing kecil! Aku Jimin, adiknya Jungkook." Dia akhirnya menyampaikan perkenalan yang diperlukan setelah melihat sekilas wajahku. Aku pasti terlihat seperti anak anjing yang tersesat saat itu.

Jimin mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Aku menerimanya untuk berjabat tangan, tetapi aku tidak menyangka dia menarikku ke arahnya untuk memeluknya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi adik Jungkook? Mereka tidak mirip satu sama lain.

Aku tidak berpikir kalau Jungkook kasar atau semacamnya kecuali jika mengingat awal pertemuan kami. Tetap saja, ada semacam energi yang terpancar pada anak ini seolah-olah dia adalah api yang menyala di malam bersalju. Dia tidak murung seperti Jungkook.

"Aku tahu kakakku melakukan kesalahan padamu. Tapi, dia minta maaf untuk semuanya. Kami semua minta maaf. Tolong, maafkan dia. Kau mau kan?" Jimin bertanya, melepaskan pelukannya untuk menatap mataku. Aku tidak bisa berkata apa-apa, jadi aku hanya mengangguk pelan sambil menatap matanya. Dia begitu manis dan baik hati sehingga aku tidak bisa menolaknya. Jujur saja, siapa yang bisa?

"Oh Tuhan!" Sebuah suara berteriak di belakang Jimin. Teriakan itu terdengar feminin dan tidak feminin secara bersamaan sehingga aku tidak bisa membedakan apakah orang itu laki-laki atau perempuan. Tidak sampai aku mendengar suara pemiliknya.

"Jiminie, siapa anak laki-laki ini? Apakah dia manusia?" Ternyata dia adalah seorang anak laki-laki. Tapi sepertinya menambahkan "ie" di akhir nama sudah menjadi tradisi di antara orang-orang ini.

Anak laki-laki berambut merah itu menatapku dengan tatapan yang aneh untuk sesaat, aku sendiri percaya bahwa aku mungkin mirip semacam alien.

"Ini Jin, Hoseokie. Dan aku tahu! Aku juga tidak bisa mempercayai mataku. Dia sangat cantik." Jimin menjawab Hoseok dengan nada melamun.

Aku sudah cukup berdebat dengan Tae yang memanggilku dengan sebutan seperti cantik dan tampan, jadi aku tidak berminat untuk memulai perdebatan dengan para pria ini.

"Hei, Jin. Aku Hoseok, sahabatnya Jimin. Senang bertemu denganmu. Kudengar kau akan bergabung dengan kami untuk makan malam nanti." Hoseok bertanya dengan banyak kegembiraan yang terlihat dari suara dan gerakannya.

"Aku rasa tidak, teman-teman. Senang bertemu dengan kalian, tapi aku harus pergi." Aku berkata, berpura-pura seolah-olah aku bersalah, padahal sebenarnya tidak.

"Tapi kenapa tidak? Tinggallah di sini bersama kami. Aku yakin kau pasti lapar sekarang." Jimin berkata sambil menggoyangkan alisnya. Bagaimana dia bisa tahu?! Apa Jungkook memberitahunya sesuatu?

"Tidak, aku tidak lapar." Ucapku dan tepat setelah itu, perutku menggeram keras seperti ada perang dunia yang terjadi di sana.

"Ya, kau pasti tidak lapar! Ayo! Ikut aku sekarang!" Jimin berkata sambil berjalan ke ruang tamu di mansion.

Untuk kali ini, aku menemukan kesamaan antara dia dan Jungkook. Berbicara dengan mereka seperti berbicara dengan tembok. Aku terjebak di sana malam itu, dan aku tidak punya cara untuk melarikan diri.

What is Love? | Kookjin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang