40. Kecurigaan

522 48 5
                                    

Jin POV

"Hoseok, bayinya baru berusia tiga bulan. Sekarang kau ingin membeli pakaian dan barang-barang untuknya?" Jika ada satu orang yang bisa mengalahkanku dalam hal keras kepala, dia adalah Jung Hoseok.

Semua orang senang berteman dengannya. Karakternya yang cerah dan selalu energik bisa menyinari orang-orang yang jauh darinya.

Namun, aku tidak pernah berharap untuk menjadi salah satu orang yang dekat dengannya ketika dia marah. Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk berpakaian dengan benar. Dia hanya mendorongku keluar.

Berdasarkan logikanya, kami seharusnya berbelanja untuk bayi yang masih belum diketahui jenis kelaminnya, bahkan belum menjadi bayi, janin lebih tepatnya.

"Bukan masalah besar bagi anak-anak untuk berpakaian apa pun. Ibuku mengatakan padaku bahwa ia akan menggunakan pakaian kakak perempuanku untukku sampai aku berusia satu tahun. Lagipula, kau tahu bagaimana aku bisa menjadi sangat serius dalam hal fashion." Hoseok menjawab pertanyaanku dengan tatapan tajam seolah-olah aku baru saja membunuh seluruh keluarganya.

"Fashion untuk janin?! Mengapa kau begitu gigih dengan semua ini? Masih terlalu dini untuk semua ini." Aku merengek dengan keras. Aku benar-benar lelah dengannya.

Aku bisa berbaring di sofa sambil menonton film di rumah yang hangat. Aku ingin menghabiskan akhir pekanku seperti itu. Aku benar-benar benci berbelanja. Untungnya, Jungkook juga seperti itu. Itu adalah alasan lain kenapa kami adalah pasangan yang sempurna untuk satu sama lain.

Hoseok menyeret tanganku ke berbagai toko karena aku tidak mau bergerak sedikit pun. Aku tidak tahu kenapa, tapi kehamilanku membuat aku malas sekali. Aku hampir tidak bergerak di restoranku. Stafku menjadi sangat berhati-hati sejak mereka tahu aku hamil; atau mungkin, mereka hanya takut menambah bahan bakar ke dalam api, benar-benar takut dengan aku yang akan berubah menjadi monster.

Ditambah lagi, perubahan suasana hatiku akan datang sesering aku bernapas! Orang yang mencintai dan membenci hal ini secara bersamaan tidak lain adalah Jungkook. Mencintai karena aku terkadang menjadi lengket dan mudah terangsang yang memaksaku untuk membiarkannya melakukan apa yang dia inginkan. Aku membiarkannya meniduriku di meja makan. Sesuatu yang tidak akan pernah terjadi dalam mimpi terliarnya jika aku tidak hamil.

Aku benci karena tiba-tiba tanpa alasan apapun, aku akan mulai mengomel dan mengamuk padanya. Dia harus tidur di salah satu kamar tamu di mansion dua kali. Aku mengusirnya dari kamarnya sendiri!

Terlepas dari itu semua, dia masih peduli dan menciumku sehari setelahnya. Tindakan itu membuat hatiku semakin lemah untuknya setiap hari.

Aku benar-benar membenci diriku sendiri ketika aku berubah menjadi seorang yang suka mengeluh, tapi itu sesuatu yang di luar kendaliku dan aku tak bisa menahannya. Jungkook tahu dan memahaminya lebih baik dari siapapun.

"JIN! Apa kau mendengarkan satu kata pun dari apa yang kukatakan barusan?" Teriakan Hoseok membawaku kembali ke saat ini.

"Eh, aku minta maaf. Pikiranku tak berada disini sesaat. Bisakah kau mengulangi perkataanmu sekali lagi, tolong?" Aku berkata sesopan mungkin.

"Tidak apa-apa, sayang. Aku bilang aku ingin menjadi yang pertama yang membelikan sesuatu untuk labu kecilku." Hoseok berbicara sambil mengusap-usap dan berbicara pada perutku dengan suara bayi.

"Apa kau baru saja menyebut bayiku labu?!" tanyaku pada Hoseok sambil mengerutkan kening. Dan lagi, tombol Seokjin versi murung ditekan!

"Maafkan aku, Jin. M–maksudku dengan labu adalah sesuatu yang manis karena aku sendiri suka labu." Aku membuatnya tergagap. Bisakah seseorang membunuhku saat itu? Aku merasa tidak enak karena menjadi seperti itu.

"Aku yang harus minta maaf, Hoseok. Tolong, maafkan aku. Aku tahu dan aku yakin kau bermaksud baik pada bayiku. Hanya saja suasana hatiku yang berubah-ubah. Itu mengubahku tanpa aku menginginkannya." Aku menjelaskan masalah ini untuk keseratus kalinya pada hari itu.

"Aku mengerti, Jinnie. Jangan khawatirkan dirimu sendiri." Hoseok menepuk pundakku.

"Kau tidak marah atau sedih padaku?!" Aku berseru dengan gembira. Kasihan Jungkook! Dia harus mengurus dua anak dalam waktu sekitar enam bulan!

"Bagaimana mungkin aku marah kalau kau seperti ini?" Temanku yang luar biasa ini memberitahuku dengan senyum berseri-seri di wajahnya.

"Sekarang, ayo kita kembali berbelanja!" Sambil menunjukkan senyuman yang tidak berlangsung lama. Aku menyilangkan tangan di depan dada dan hendak mengeluh. Namun, Hoseok menarikku dan berhenti di depan sebuah toko yang besar. Dia memberi isyarat padaku dengan tangannya untuk masuk.

Aku memutar bola mataku dan hendak masuk, tetapi ketika aku mengangkat kepalaku, aku berhenti di tempat.

"Tapi, aku rasa tempat ini bukan untuk bayi!" Aku bergumam pelan.

"Tidak, ini adalah tempat di mana kita akan memilih jas untuk pernikahanmu!" Hoseok tertawa seperti tidak ada yang serius.

"APA?!" Aku berteriak keras ke arah wajahnya.

"Kita... di tempat ini.. membeli... jas... untuk pernikahanmu." Hoseok menggunakan bahasa isyarat, menjelaskan sesuatu yang membuatku terkejut. Aku melongo menatapnya cukup lama. Tiba-tiba, ketika semuanya sudah jelas, aku menghela nafas lega.

"Jadi, kau tidak ingin-"

"Tidak, aku tak ingin membeli barang-barang untuk bayi." Hoseok memotong perkataanku. Dia tahu persis apa yang akan kukatakan.

"Kenapa kau tidak memberitahuku dari awal?" Aku bertanya, kesal dengan caranya mengajakku keluar.

"Karena Jungkook memperingatkanku untuk tidak memberitahumu." Hoseok menjawab dengan segera.

"Jadi, itu adalah rencana kalian berdua?"

"Dia bilang kalau aku mengatakan yang sebenarnya tentang keluar untuk membeli baju, kau tidak akan beranjak dari tempat tidurmu karena kau sedang hamil dan mudah marah!" Hoseok menunjuk ke perutku dan kemudian wajahku saat mengucapkan kata 'mudah marah'.

"Bagaimana kau bisa begitu yakin kalau aku akan ikut untuk membeli baju bayi?" Aku bertanya padanya.

"Karena kau lebih mencintai bayi itu daripada–"

"Hoseok, maafkan aku karena memotong perkataanmu, tapi bukankah menurutmu kita melihat pria itu saat kita keluar dari mansion?" Aku menunjuk ke arah seorang pria yang tiba-tiba saja berpapasan dengan kami. Wajahnya yang tajam dengan hoodie abu-abu jelek dan celana jins hitamnya telah membuat gambar yang menonjol di benakku. Aneh rasanya melihatnya dua kali dalam rentang waktu yang singkat.

"Tidak!" Hoseok menjawabku dengan linglung.

"Apa kau pikir dia mengikuti kita? Dia membuatku merinding!" Aku mendekatkan diri dengan Hoseok.

"Jangan curiga pada semua orang, Jin. Mungkin saja, arahnya sama dengan kita secara kebetulan. Ayo kita masuk. Aku tak sabar melihatmu dengan pakaian barumu.

Aku pikir warna putih cocok untukmu!" Hoseok meraih tanganku lagi dan menarikku ke tempat itu, tapi aku masih tidak bisa mengalihkan pandanganku dari pria yang berhenti di depan toko lain dekat dengan toko yang kami datangi. Aku tidak bisa menghilangkan kecemasanku.

What is Love? | Kookjin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang