17. BI: Berpikir & Berpikir (Lagi)

27 5 0
                                    

⚠️ PERHATIAN ️⚠️

Mohon bersikap bijaklah sebagai pembaca, sebab ini hanyalah karangan fiktif! Dan apabila ada kesalahan, mohon untuk bantu diperbaiki.

Jika ada kesamaan pada nama tokoh, tempat, dan sebagainya, itu sepenuhnya ketidaksengajaan.

Jangan lupa untuk follow akun penulis, juga tinggalkan jejak vote dan komen! Terima kasih!

• • ✧ • •

Empat puluh menit kemudian, jam menunjukkan pukul 12

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Empat puluh menit kemudian, jam menunjukkan pukul 12.52 WIB. Baik Kenzo, Harzan maupun Valdi, ketiganya telah kembali ke Taman Kota Bandung PP Almuawanah untuk menghampiri Aksa dan Melviano yang masih menunggu mereka di tempat teduh; tempat semula sambil bermain game. Dan kini, ketiganya kembali duduk, bergabung.

“Jadi, gimana? Udah pada dapet jawabannya?” Kenzo tiba-tiba kembali menanyai perihal perubahan persepsi mereka terhadap kepemimpinan Pak Soekarno, padahal Valdi dan Harzan baru saja duduk, menarik napas.

Kedua kawannya itu seketika menoleh ke arah Kenzo yang diibaratkan seperti petir yang tiba-tiba datang menggelar. Belum sempat duduk sempurna, pria tegas itu bisa-bisanya langsung melontarkan pertanyaan.

Spontan, Harzan pun mendengkus. Ia dengan wajah tak enaknya berkata, “Nanti dulu, atuh, Zo. Baru nyampe.”

Kenzo tersenyum sembari membaringkan daksanya di atas rerumputan. Menjadikan kedua tangannya sebagai penopang kepala, berbaring dengan santai seakan sedang di kamar sendiri. Dan tak lupa, kedua netranya itu menatap lurus ke arah nabastala yang terlihat begitu terang-benderang.

Kemudian, pria tegas itu seketika mengganti topik dengan cepat. Ia dengan nada dan tempo pelan bergumam, “Kota Bandung, Jawa Barat. Sebuah kota yang meninggalkan sejuta kenangan kelam.”

Keempat kawannya spontan menoleh, merasa penasaran dengan apa yang diucapkan sang pria tegas. Sampai, salah satu dari mereka menyipitkan mata; menatap lekat pria itu.

Lalu dengan nada mimik yang tak berubah, ia bertanya, “Kenapa, Zo? Lo tadi ngomong apa?” Valdi mencoba meminta pembuktian, barangkali pendengarannya tadi salah.

Akan tetapi, bukannya menjawab, Kenzo malah menoleh sambil berkata, “Enggak ... Bukan apa-apa.” Lalu kembali menatap langit di akhir kalimat. Sepintas senyum tipis tampak terukir di wajahnya.

Sedangkan Valdi, mata pria itu semakin menyipit, heran.

“Jadi, gimana? Mau jawab sekarang atau nanti?” Kenzo kembali menoleh ke arah keempat kawannya untuk menanyakan kembali perihal pendapat mereka.

Alasan ia begitu bersemangat menanyai persepsi Harzan dan yang lainnya, adalah karena ingin tahu sesuatu dari mereka. Ia ingin tahu bagaimana pola pikir dan cara pandang keempat kawannya lebih dalam. Sesuatu seperti mendorong dirinya untuk menggali lebih jauh.

Bandung Lautan Api, 2042Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang