23. Mendekati Reruntuhan

19 2 0
                                    

⚠️ PERHATIAN ️⚠️

Mohon bersikap bijaklah sebagai pembaca, sebab ini hanyalah karangan fiktif! Dan apabila ada kesalahan, mohon untuk bantu diperbaiki.

Jika ada kesamaan pada nama tokoh, tempat, dan sebagainya, itu sepenuhnya ketidaksengajaan.

Jangan lupa untuk follow akun penulis, juga tinggalkan jejak vote dan komen! Terima kasih!

• • ✧ • •

Setelah mampir ke Gedung Sate dan Museum Geografi Bandung, Melviano dan keempat kawannya kian berada di depan museum yang telah lama ditutup dan memandangi setiap bagian dengan sangat saksama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mampir ke Gedung Sate dan Museum Geografi Bandung, Melviano dan keempat kawannya kian berada di depan museum yang telah lama ditutup dan memandangi setiap bagian dengan sangat saksama. Sebagiannya telah runtuh total, dan sebagiannya lagi hanya mengalami beberapa kerusakan. Namun, puing-puing akibat ledakan yang mungkin terjadi kala itu berserakan ke mana-mana. Dan tak lupa terdapat police line yang mengelilingi tempat tersebut, yang mana artinya berada di bawah pengamatan para polisi dan tidak sembarang orang boleh memasukinya.

Akan tetapi, karena merasa penasaran, Kenzo nekat menerobos penghalang tersebut dan berjalan lebih dalam. Arkian disusul keempat kawannya di belakang.

Dari jarak yang begitu dekat, kelimanya kembali memandangi bangunan setinggi 30 meter tersebut dengan total 3 lantai itu dengan posisi berderet. Dua terlihat sambil berkacak pinggang, satu terlihat sambil melipat kedua tangannya di depan dada, satu terlihat sambil menutupi atas alis guna menghalau sinar mentari yang begitu menusuk di mata, sedangkan satunya terlihat sambil memasukkan kedua tangannya di depan dada. Tak lupa, empat dari mereka memasang ekspresi kesilauan, terlihat dari dahi yang mengernyit dan mata menyipit.

Lalu tak lama, Harzan bergumam, “Jadi ini museum yang dibilang sama Tuan Kagendra?”

Beberapa kawannya tampak menoleh sekilas.

“Ancur banget, ya, tampilannya kayak hidup lo” sambung Aksa, tampaknya memulai pertengkaran dengan Harzan.

Sontak, kawan yang disindir; tepat di samping kirinya menoleh. Lalu bertanya, “Lo ngomong ke siapa, nih?” untuk memastikan.

Aksa dengan santai berkata, “Ke elo, lah! Masa rumput yang bergoyang!”

Ekspresi Harzan seketika berubah. “Moon maap ... Hidup lo juga sama ancur, ya. Jan lupa itu, wahai rumput yang bergoyang!”

Aksa spontan mendelik. “Anj**g!” umpatnya.

Harzan pun tersenyum dan pertengkaran berakhir di sana.

“Ini apa enggak bahaya kita nerobos masuk police line?” Valdi mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ketika menanyai hal tersebut. Mewanti-wanti dan memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang melihat aksi mereka. Takutnya, ada laporan dan mereka dituduh yang tidak-tidak.

Bandung Lautan Api, 2042Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang