"Ah, itu....." ucap Thalita merasa canggung. "Ayahku"
Sagara memejamkan matanya erat, membiarkan ketiga anak remaja tersebut menatapnya penuh segan. Rasanya pertanyaan mereka hanya akan memberatkan isi pikiran Sagara saja.
"Ayah, sudah malam. Apa ayah mau melihat bulan?" tawar Gilang membuat Sagara membuka matanya perlahan merasakan perasaan menggelitik di hatinya.
Betapa miripnya putranya ini dengan ibunya membuat Sagara kini kembali sadar dalam kenyataan.
"mari kita lihat bersama" ajak Sagara beranjak dari bangkunya di temani Gilang di sebelahnya, pria itu sekilas berbalik menatap kedua remaja yang masih terdiam di meja makan melihat dirinya.
"Kalian gak ikut?" tanya Sagara kepada mereka. "Ayo kita ke balkon, bulannya indah malam ini" ajak Sagara menatap Cris dan Thalita secara bergantian.
Cris segera beranjak dari tempat duduknya, menatap Thalita sembari mengajaknya untuk ikut dengan Sagara dan Gilang.
Mereka berempat pun tiba di balkon, angin malam yang dingin segera menerbangkan relaian rambut Thalita, membuat Gilang segera menyelempangkan jaket di tubuh gadis tersebut.
"Pakai, kalau lo gak mau masuk angin" ujar Gilang membuat Thalita terdiam.
Bagaimana bisa ia melupakan perasaannya, baik Gilang ataupun Matahari, keduanya sama-sama berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali.
"Lo ada yang pake, nanti lo kedinginan" ucap Thalita melepaskan jaket tersebut dan menyodorkannya kepada Gilang.
Gilang hanya menatap gadis itu sambil meraih jaketnya, kemudian kembali memakaikan jaket tersebut dan di resletingkan hingga ke atas, membuat Thalita sejenak menahan napasnya saat merasakan deruan napas Gilang di rambutnya.
"Gue gak nerima penolakan" ujar Gilang kembali duduk di sebelah ayahnya setelah memasangkan jaket kepada Thalita.
Telinga gadis itu memerah malu, hatinya berdegup kencang tanpa aba-aba membuat Cris tersenyum tipis menatap Thalita yang berada tepat di sebelahnya.
"Lucu banget saltingnya adik ipar" ujar Cris membuat Thalita langsung merubah raut wajahnya datar.
"Gila ya lo!" Kesalnya hendak memukul Cris kemudian menurunkan kembali tangannya.
"Thalita, lihat ke sana" ujar Gilang membuat Thalita sontak menoleh menatap bulan yang tampak bersinar terang dari balkon.
Indah satu kata itulah yang dapat menggambarkan bulan tersebut, betapa bercahayanya ia dan tampak sangat menawan di balik kegelapan membuat Thalita kini bertanya-tanya, kenapa Gilang begitu suka dengan sang rembulan.
"Gilang, kenapa lo suka banget sama bulan?" Tanya Thalita membuat Gilang menoleh kemudian tersenyum.
"Karena mereka tampak sangat indah, di balik awan menyinari kita dalam kegelapan" ujar Gilang tersenyum hangat.
"Suatu saat nanti, aku ingin menjadi seperti bulan, yang tetap bersinar terang walaupun berdiri sendirian" ujar Gilang membuat Sagara menoleh.
Tanpa sadar air matanya menetes membuat Gilang terkejut heran melihat ayahnya tersebut.
"Ayah? Kok ayah menangis?" Heran Gilang membuat Sagara segera menyeka air matanya.
"Ah, ayah jadi merindukan ibumu, dulu ia juga berkata seperti itu kepada ayah. Ayah jadi merasa dejavu" ucap Sagara membuat Gilang tersenyum tipis.
"Apa kamu tau? Kenapa ibumu memberi nama kamu Gilang Anggara" tanya Sagara membuat Gilang menatapnya bingung.
"Karena ada kata ILANGA pada penggabungan Gilang dan Anggara, yang artinya adalah Matahari"
KAMU SEDANG MEMBACA
ILANGA [ON GOING]
Teen FictionTwit AU : @Aissblue Matahari Sanggara, siapa yang tidak mengenalnya? Mafia berumur 26 tahun dengan banyak jejak kriminal yang melekat pada dirinya. Pada suatu malam, menuju sebuah kasino besar. Matahari tiba-tiba di tabrak dan mengalami kecelakaan...