Hyung Kembali

90 3 1
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^


Kulihat Seongho sedang asik dengan laptopnya ketika aku kembali dari kamar. Entah apa yang sedang dia lakukan karena tampaknya dia sangat menikmati. Di kepalanya sebuah headphone besar menutupi kedua telinganya. Ah aku tahu. Dia pasti sibuk mendengarkan lagu demo buatannya. Selain suka menghancurkan dapur kegiatan lain yang wajib dilakukannya adalah menguatkan atik mesin pintarnya itu. Kalau ada yang bertanya kegiatan apa yang paling dia sukai, jawabannya pasti membuat lagu. Dia mengatakan padaku kalau kegiatan itu dinamakan mengaransemen yang hanya ku iya kan.

Ku putar kaki ku menuju dapur. Menyeduh kopi instan yang kemudian ku tambahkan es batu untuk memenuhi gelas. Iya aku tahu di luar dingin, atau bahkan mungkin sangat dingin? Karena hujan dari tadi sore yang masih belum berhenti. Tapi es kopi adalah satu satunya minuman yang dia minta. Aku pernah bertanya apakah dia tidak kedinginan dia malah menjawab dengan nada bercanda.

"Hatiku terlalu panas jadi aku butuh pendingin."

Aku tidak tahu ketika kita sangat fokus terhadap sesuatu apakah hati kita juga akan menjadi bersemangat? Selayaknya detak jantung yang menjadi tidak beraturan ketika kita bertemu dengan sesuatu yang menyenangkan?

Selama ini kurasa aku tidak pernah benar-benar merasa sangat bersemangat terhadap sesuatu yang membuatku sampai membutuhkan segelas es kopi di malam hari yang dingin dengan hujan deras di luar rumah.

"Tidak dingin? Perlu ku ambilkan jaket?"

Tanyaku sembari meletakkan gelas kopi di sampingnya.

"Eum. Tidak apa-apa." Jawabnya.

Dia melihatku sebentar kemudian menjauhkan gelas kopi yang baru saja ku letakkan sedikit menjauh darinya.

Tentu saja aku tahu maksudnya. Dia terkadang tidak memperhatikan sekeliling ketika sangat fokus dengan laptopnya itu. Dia takut tidak sengaja menyenggol dan menjatuhkan gelas itu yang tentu saja akan berbuntut panjang.

Dia akan merusak laptop kesayangannya karena tertumpah air dan aku akan sibuk mengelap meja sampai benar-benar bersih. Seongho akan memarahiku meskipun meja itu sudah bersih tetapi masih ada aroma yang tertinggal. Dasar, dia memang maniak kebersihan.

"Lagu apa kali ini."

Aku yang sudah duduk di sampingnya mencoba ikut mendengarkan suara dari headphone yang di pakainya dengan mendekatkan telinga. Tidak ada suara apapun di sana.

Kulihat layar monitor yang menunjukkan garis berwarna warni dengan latar hitam yang aku tidak tahu itu apa. Lalu ku tatap Seongho yang penuh konsentrasi.

"Tidak ada suara." Gumamku sambil membetulkan posisi duduk.

"Ssst aku butuh konsentrasi." Sahutnya.

"Baiklah. Aku hanya akan diam."

"Makasih." Jawabnya sambil tersenyum.

Ku keluarkan ponselku dari saku celana menyalakannya dan menemukan baterainya yang hampir habis. Sepertinya aku lupa mengisi daya. Biarlah, lagi pula aku hanya akan membuka e-book yang belum ku selesaikan.

Seperti halnya Seongho yang sangat menyukai musik aku juga sangat menyukai buku. Sayangnya terlalu merepotkan kalau harus membawanya ke mana-mana jadi aku memilih bentuk digital supaya tidak menyusahkan. Buku seperti apa yang ku baca? Buku yang kebanyakan orang juga pasti menyukainya. Sebuah cerita yang minim tulisan dan lebih banyak gambarnya. Orang menyebutnya sebagai komik.

Ting tong!

Suara bel rumah berbunyi. Siapa yang datang? Aku tidak mempunyai janji dengan siapapun. Ku senggol lengan Seongho dengan siku, bermaksud bertanya apakah dia yang mengundang tamu itu. Tapi malah di jawab decakan lidahnya yang menyebalkan.

Ku tarik paksa benda di kepalanya itu yang ternyata lebih ampuh untuk membuat dia menatapku, meskipun dengan tatapan bersungut.

"Kau yang memanggilnya?" Kuendikkan kepala ke arah pintu.

"Tidak. Aku malah merahasiakan Nuna dari teman-teman."

"Dasar kau ini. Memangnya aku aib apa."

Telunjukku yang cepat sukses menyentuh jidatnya.

"Cepat buka sana." Kataku lagi.

"Nuna saja sana. Lagi sibuk nih."

Sebelum dia sempat menaikkan lagi headphone yang mengalung di lehernya terlebih dulu ku sahut benda itu. Menyembunyikannya dalam kantong Hoodie. Seongho tidak akan berani merebutnya.

"Sana pergi."

Ku usir dia dengan mengibaskan tanganku di depan mukanya. Dengan terpaksa Seongho bangkit dari duduk nyamannya menuruti perintahku. Dia terlalu takut kalau aku tidak mengembalikan benda keramat dalam kantongku ini.

"Siapa?"

Ku dengar suara Seongho membuka pintu memastikan seseorang yang menekan bel. Diam. Tidak ku dengar suara langkah kaki memasuki rumah. Aku juga tidak mendengar "Silahkan masuk" yang harusnya di ucapkan Seongho. Sepertinya ada yang salah. Aku berdiri, menyusul Seongho sekaligus mencari tahu siapa yang datang.

"Siapa?" Tanyaku sambil mendekati Seongho yang masih diam di depan pintu sambil memegang kenop.

Seongho tidak menjawabku. Kulihat seseorang di balik pintu tampak sangat menyedihkan. Bajunya basah, mungkin karena hujan. Tapi apakah dia tidak mempunyai payung? Air menetes dari ujung lengan bajunya.

Pandanganku naik melihat wajahnya. Aku tidak mengenalnya. Seorang laki-laki yang lebih dewasa dari Seongho. Dia tidak terlihat seperti seseorang yang sudah berumah tangga.  Wajahnya terlihat bersih meskipun hujan sedikit menyamarkan warna bibirnya. Dia kedinginan.

Ketika aku membuka pintu semakin lebar bermaksud mempersilahkan orang itu masuk Seongho menghentikan ku dengan berkata.

"Hyung."

Dan aku membulatkan mataku terkejut.


Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^_^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang