Akhir-akhir ini gerimis sering turun. Meskipun hanya rintikan kecil namun terasa lebat saat aku memaksa berjalan tanpa payung. Perlahan jalanan menjadi basah, begitupun dengan baju yang kupakai. Tidak sempat untukku sekadar mampir ke Minimart untuk membeli payung, kubiarkan saja hujan menyapa wajahku yang lelah. Hari ini masih sama seperti hari-hari biasa. Hari tanpa tidur karena pekerjaan yang semakin menumpuk.
Tidak ada yang menyuruhku untuk harus menyelesaikannya, aku hanya merasa terganggu ketika melihat pekerjaanku yang terlantar. Mungkin ini hanya perasaanku. Tapi itulah aku. Seorang perfeksionis yang tidak mengenal kata berhenti sebelum benar-benar merasa sudah yakin dengan apa yang sudah ku mulai.
Aku sadar sebetulnya ini salah. Kita boleh saja mencintai pekerjaan asal jangan sampai mengesampingkan kesehatan. Tapi apa peduliku. Aku tidak sakit. Tubuhku sangat mampu beradaptasi dengan kebiasaan ku yang kurang--tidak sehat. Aku tidak pernah demam. Mungkin, beberapa kali mimisan yang cepat berhenti setelah beberapa saat. Aku hanya perlu menyumpal hidungku dan semua selesai. Aku bisa melanjutkan pekerjaan ku kembali.
Aku bangga dengan diriku. Setidaknya itu alasan yang mendorongku sampai sejauh ini. Berada di titik tinggi yang tidak pernah kubayangkan aku akan mampu menggapainya. Bukan hal yang mudah, tentu saja. Bahkan aku harus mengorbankan nyawaku untuk mendapatkan itu.
Benar! Nyawa, anda sedang tidak salah membaca. Faktanya aku adalah hantu disini. Orang percaya aku telah mati jauh sebelumnya. Yang padahal itu hanyalah kesalahan. Aku tidak akan menceritakan itu untuk sekarang. Intinya, tidak ada yang tahu aku berada disini sekarang. Ah, mengingat itu kembali mengorek luka lama. Adikku satu-satunya keluarga yang ku punya. Bagaimana dia sekarang? Kuharap dia baik-baik saja. Aku tahu aku bukan Hyung yang baik tapi kuharap dia tidak membenciku. Aku merindukannya.
"Eo Hyung."
"Kau dimana?"
Hyung. Direktur perusahaan tempatku bekerja. Pria baik hati yang mau menampungku hidup. Sudah hampir tiga bulan ini aku menjadi parasit baginya. Tempat tinggal, biaya makan, semua dia yang menanggung. Kenapa dia bisa begitu baik padaku? Jawabannya mudah. Dia berhutang padaku. Dia melakukan kesalahan yang kalau aku mau, aku bisa saja memenjarakannya. Ah, tenang saja, meskipun dia adalah kriminal tapi dia bukan penjahat. Dialah orang yang menyebabkanku menjadi 'hantu'.
"Halte. O! Aku bisa melihat mobilmu."
Dari kejauhan sebuah mobil sport mewah melaju sedang. Semakin mendekat. Kulambaikan tanganku yang memegang ponsel sebentar memberi tanda padanya.
"Ok aku melihatmu." Jawabnya sebelum sambungan terputus.
"Hmm Seongho-ya ada apa?"
Sebuah nama yang berhasil membuatku menengok mencari sumber suara. Seorang wanita sedang duduk memangku laptop tampak serius dengan entah apa di dalam layar benda tipis itu. Disampingnya minuman yang tidak ku tahu apa menemani. Tampilannya kuning menyegarkan. Tapi sebentar. Dia minum es saat hujan turun?
"Aku di halte menunggu bus. A... Aku tidak bisa, aku harus segera menyelesaikan laporan untuk ketua tim besok. Hmm sepertinya aku harus bekerja semalaman."
Ternyata ada lagi orang sepertiku. Orang gila kerja yang sampai memaksakan diri bahkan ketika menunggu bus datang. Menarik. Dia pasti sangat mencintai pekerjaannya sampai tidak menghiraukan rambut panjangnya yang jatuh menutupi mata. Dan terlihat basah. Mungkinkah dia berlari ketika menuju halte tadi? Aku tidak melihat payung di sampingnya.
"Seongho-ya hari ini hujan. Kau yakin bisa pulang sendiri? Haruskah ku telfon Eomeoni untuk menjemputmu?"Seongho? Segera ku tepis fikiran konyol yang mendadak melintas di otakku. Ada banyak orang memakai nama itu. Tidak mungkin Seongho yang sedang dia ajak bicara adalah Seongho orang yang ku kenal. Aku penasaran. Seolah ada perasaan aneh tiba-tiba menggelayuti hatiku. Aku tertarik pada wanita itu.
Suara klakson mobil menyadarkan ku. Hyung sudah tiba. Dia melongokkan kepalanya dari jendela mobil yang sedikit terbuka. Dia tidak ingin membukanya terlalu lebar karena takut air hujan akan masuk. Aku tertawa. Sebenarnya dia tidak perlu takut. Hujan rintik-rintik tidak akan mampu melunturkan gel rambutnya.
"Tidak naik?" Dia bertanya.
"Eo aku naik." Jawabku yang segera menyusulnya masuk mobil.
Aku tidak bisa melihat wanita itu dari dalam mobil. Rasa penasaran aneh terus saja menggelitik. Siapa wanita itu? Siapa Seongho yang dia sebut? Aku ingin menyangkalnya tapi juga takut berharap. Kalau benar wanita itu sama dengan yang kufikirkan, kebetulan macam apa ini?
_______
"Sebentar lagi selesai... Kau tunggulah di dalam, di luar dingin.... Eum.... Lemonade.... Eum kenapa..... Tidak masalah. Kepalaku sudah terbakar dan butuh sesuatu yang dingin. Eum.."
Tanganku hendak membuka pintu lemari pendingin ketika ku dengar suara tak asing menyapa telinga. Kuurungkan niatku untuk mengambil minuman dan lebih memilih mengamati sesosok wanita yang sedang menempelkan ponsel di telinganya. Dia sedang duduk membelakangi ku dengan--lagi-lagi laptop terbuka di depannya. Aku tidak terlalu yakin dengan apa yang tampak dari monitor menyala itu. Deretan huruf memenuhi layar. Apakah dia wartawan? Aku meragukan itu.
Tak lama dia terlihat tergesa merapikan barangnya, memasukkannya kedalam tas dengan asal. Dan pergi dengan cepat kemudian. Dalam sekejap tempat yang tadi terisi olehnya menjadi kosong. Bisa ku lihat dia yang berjalan menjauh melalui dinding kaca di depanku. Benar, dia wanita yang kemarin. Masih sama dengan rambut panjangnya yang tergerai indah sesekali menyapa sisi matanya ketika tertiup angin. Wanita yang menarik. Kali inipun tanpa sadar aku kembali mengamatinya.
_______
Hari-hari selanjutnya ada lebih banyak pertemuan tak terduga yang terjadi. Entah karena aku yang terlanjur mengenalinya atau hanya kebetulan semata, aku jadi lebih mengenali wajahnya. Kita pernah berpapasan ketika menyeberangi jalan. Di dalam Minimart ketika dia sedang membayar belanja dan aku yang baru datang. Aku juga pernah melihatnya sedang duduk sendiri didalam kafe. Tentu saja dengan gelas berisi minuman berwarna kuning cerah menghiasi meja. Ku akui aku tidak mengenal minuman apa itu. Yang kutahu hanyalah kopi yang selalu kuminum di pagi hari. Sering kali aku melihatnya duduk menunggu bus datang. Anehnya dia hanya diam selama menunggu. Entah apa yang sedang dia fikirkan tapi dia tidak memainkan ponselnya seperti kebanyakan orang.
Sudah ku katakan dia wanita yang menarik bukan. Dan aku tertarik padanya.
Tapi hari ini dia terlihat sedikit berbeda. Bukan karena dia yang mengenakan celana panjang dengan sepatu kets yang melengkapi. Atau juga rambutnya yang terikat kebelakang menampakkan leher kurusnya. Aku tidak tahu harus bagaimana mengatakannya, tapi dia terlihat sangat kurus dengan gaya seperti itu. Dan juga riasan tipis di wajahnya seolah mengatakan kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya bukannya pucat atau apa, tapi aku merasa dia sangat berbeda dari biasanya. Terlihat jauh lebih lelah.Ketika menunggu bus datang dia juga hanya diam. Tidak sibuk dengan laptopnya seperti keseringan ketika aku melihatnya. Matanya lurus menatap kedepan yang lebih tampak seperti sedang melamun. Ada apa dengannya? Aku ingin bertanya. Tapi aku segera sadar sangat tidak mungkin aku melakukannya. Kita tidak saling mengenal meskipun aku sering diam-diam mengamatinya.
"Seungbo! Kau mendengarku?"
Astaga! Aku bahkan melupakan Hyung yang sedari tadi berbicara di telfon. Dia berkata tidak bisa datang hari ini. Dia berkata mobilnya sedang di servis setelah kemarin sedikit mengalami kecelakaan yang ku yakin itu hanyalah alasan. Tadi pagi dia mengantarku dengan mobil itu padahal. Menyebalkan sekali dia justru menyerahkan semua pekerjaan padaku dan kembali ke kantor pusat seorang diri. Padahal kerja lapangan juga bukan tanggung jawabku sendiri.
"Ya ya terserah kau saja. Sudahlah ku tutup telfonnya."
Ketika kulihat lagi wanita itu sudah tidak ada. Kemana dia? Sepertinya bus belum datang. Aku hanya mengalihkan perhatian sebentar dan dia sudah menghilang. Membuatku semakin penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
I love You, I'm Sorry
Romance"Love you. Kembalilah tidur." Ini masih gelap dan kamu tiba tiba menciumku? Sepertinya ada maksud lain di baliknya.