Cerita Masa Lalu

61 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^

Aku bisa melihat tatapan Bitna yang menyelidik. Dia adalah perempuan yang kuajak makan malam beberapa waktu lalu. Matanya yang sedikit lebih lebar dari Seongho mengatakan dia sudah haus jawaban.

Dia tadi sengaja memperlambat langkah setelah melihatku keluar mobil. Yang aku yakin dia sebenarnya tidak penasaran kenapa aku menaikinya. Dia pasti lebih penasaran dengan sosok lelaki yang menjadi sopir dadakanku. Seungbo.

"Hyungnya Seongho."

Tanpa menunggu dia bertanya aku sudah lebih dulu memberikan jawaban. Mendengar perkataan ku bukannya diam dia malah semakin penasaran dengan cerita di baliknya.

"Kau bilang Hyungnya sudah mati."

Sebuah pertanyaan yang pasti akan kudengar tapi selalu tidak bisa ku jawab. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Kata seperti apa yang harus ku rangkai supaya perempuan bermata indah di depanku ini memahami maksudku.

"Pokoknya seperti itu. Tiba-tiba dia pulang dengan utuh."

"Ceritakan padaku lebih detail."

Sudah pasti ini akan lama. Dia kalau sudah penasaran dengan sesuatu pasti akan terus mengejarnya sampai dapat. Sikap yang sangat berguna untuk pekerjaan. Tapi sangat mengganggu untukku. Terlebih targetnya kali ini adalah aku.

"Pandemi. Dia terkena lockdown selama dua tahun."

"Dia terkena virus itu juga? Untung saja tidak mati."

"Kita juga hampir mati karena virus sialan itu." Nada bicaraku meninggi.

"Aku lupa kalau kita juga hampir sekarat karena harus online meeting setiap hari."

"Kuyakin bukan meetingnya yang kau maksud." Mataku menyelidik. Sedangkan dia tersenyum kuda.

"Kau tahu bagaimana rasanya berkali kali membaca tulisan "dilarang karaoke" dengan ukuran super besar yang ku tempel di belakang pintu?"

"Tapi hebatnya kau masih saja melupakannya."

"Maka dari itu." Tawa kita kembali meledak.

"Jadi, bagaimana cara dia muncul."

Perempuan berwajah malaikat di depanku ini kembali menatapku menyidik. Kukira dia akan melepaskanku, ternyata tidak. Dengan mengembuskan nafas yang kubuat lebih dramatis mulutku mulai mengoceh.

Yang terjadi sebenarnya adalah Seungbo tidak benar-benar dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja. Dia juga tidak mati. Hanya karena salah informasi membuat orang di sekitar Seongho meyakini berita bohong itu. Mental Seongho yang sedang terguncang dengan mudahnya menerima omongan yang bahkan belum tentu benar.

Dua tahun lalu. Memang benar kalau Seungbo selalu mengawasi dan menyelamatkan setiap kali Seongho berniat untuk mengakhiri hidupnya. Setelah Seungbo berdiskusi panjang yang mungkin juga menimbulkan masalah baru, dia di perbolehkan mengambil semua jatah cuti selama setahun penuh dalam satu waktu dengan alasan khusus tentunya. Entah bagaimana cara dia meyakinkan para petinggi perusahaan yang galak aku tidak tahu karena dia tidak menceritakan padaku.

Seungbo sengaja tidak mengatakan tentang cuti kerjanya pada Seongho karena meskipun dia mengatakannya juga tidak akan di mengerti oleh Seongho. Pukulan setelah kehilangan orang tuanya telah berhasil mengubah seorang Seongho tak ada bedanya dengan mayat hidup. Terus-terusan memikirkan cara untuknya bisa mengakhiri hidup dengan cepat.

Hari itu Senin pagi ketika Seungbo mendapat telfon dari perusahaan secara tiba-tiba. Sebuah keputusan sepihak yang mengharuskannya terbang ke negara lain hari itu juga karena dia di pindah tugaskan disana. Tentu saja Seungbo menolak tapi dia masih kalah dengan ancaman pemecatan yang justru akan menyulitkannya.

Setelah meninggalkan catatan pada meja belajar Seongho dengan berat hati dia meninggalkan adiknya yang masih tertidur tanpa berpamitan. Dia terlalu tidak tega membangunkannya hanya untuk mengucapkan salam perpisahan. Dan lagi disaat Seongho membuka mata yang dilakukannya hanyalah percobaan bunuh diri. Saat Seongho tertidur adalah saat paling menenangkan bagi Seungbo. Dia tidak perlu takut akan terjadi hal buruk padanya.

Sebelum berangkat Seungbo sudah menitipkan hampir semua tabungannya untuk di percayakan pada seseorang yang telah dia minta tolong untuk menjaga Seongho ketika dia tidak ada. Ada seorang wanita paruh baya dari rumah yayasan yang bersedia melakukannya. Yang belakangan ku ketahui dia adalah wanita yang kutemui bersama Seongho. Dialah orang yang di bujuk Seongho untuk membiarkannya tinggal bersamaku. Tidak setiap hari tentunya.

Empat bulan setelah Seungbo pergi pandemi mengharuskan hampir seluruh negara melakukan lockdown besar-besaran. Semua penduduk dilarang pergi keluar rumah. Semua jalur transportasi di bekukan. Tak terkecuali dengan bandara. Seungbo terkurung di negara itu.

Malangnya di saat krisis seperti itu Seungbo kehilangan ponselnya. Entah bagaimana dia menghilangkannya dia tidak ingat. Dia segera meminta tolong pada perusahaan untuk dapat memberi kabar pada Seongho yang pasti sangat menghawatirkan dirinya. Namun entah bagaimana justru yang tersebar adalah berita dirinya yang mati karena virus sialan itu. Seungbo mengetahui ini pada hari yang sama ketika dia datang ke rumahku malam ketika hujan waktu itu.

Kenapa Seungbo tidak membeli ponsel baru dan kemudian menelfon adiknya? Jawabannya sebenarnya sangat manusiawi tapi juga sangat konyol. Seungbo tidak pernah menghafalkan nomer telepon siapapun. Dia menyimpannya dalam kontak ponsel tapi tidak hafal sama sekali. Dia juga tidak hafal nomornya sendiri.

"Wah.. dia tidak menuntut perusahaan untuk itu?"

"Tidak sama sekali. Entah dia yang terlalu polos atau terlalu bodoh tapi dia tidak membahasnya lagi."


Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang