Tepar

56 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^

"Nuna."

"Nuna. Bangunlah. Kita sudah sampai."

Suara Seongho. Dia membangunkanku. Tapi ada apa ini? Aku ketiduran? Sebuah tangan yang menyentuh bahuku lembut seolah ragu untuk melakukannya. Aku belum sepenuhnya tersadar. Suara Seongho yang kadang terdengar dan menghilang gagal menarikku dari dunia mimpi.

"Hyung."

"Kau mau aku menggendongnya?" Ini pasti suara Seungbo.

Aku bisa mendengar suara mereka tapi kenapa aku tidak bisa membuka mata?

"Kau mau mati? Kau tidak lihat Nuna aneh."

Apa tadi? Aku aneh? Aku memang merasakan nyeri pada perutku tapi apakah aku bertindak berlebihan sampai terlihat aneh di mata mereka? Nyeri perut yang hampir setiap waktu terasa semakin menyakitkan ketika aku tidak melakukan apapun. Ketika aku sedang sibuk dengan sesuatu rasa nyeri itu sedikit teralihkan. Tapi ketika aku diam seperti ini seolah nyeri itu mengamuk padaku.

Sangat sakit. Tapi aku terlalu lemah untuk hanya mengangkat tanganku untuk menekan perut sekadar meringankan rasa nyeri. Apakah karena aku berada di batas mimpi? Atau mungkin semua ini hanyalah mimpi?

"Nuna. Nuna kenapa?"

Lagi. Suara Seongho yang entah karena apa terdengar sangat menyedihkan. Apa aku yang membuatnya seperti itu?

"Sudahlah. Aku akan membawanya ke dalam."

Sesaat kemudian aku merasakan sebuah lengan menahan punggung dan kakiku. Tubuhku terangkat tak lama setelahnya. Aku belum bisa membuka mataku. Perutku yang nyeri juga tak kunjung membaik. Diantara rasa nyeri yang seolah membuatku sesak itu aku mencium aroma harum. Aku tidak tahu itu apa. Tapi terasa sangat menenangkan seolah mengusir semua rasa sesak yang awalnya memenuhi dadaku.

"Arkh."

Akhirnya aku bisa membuka mata. Pandangan pertama yang kulihat hanyalah buram. Entah itu apa aku tidak yakin. Segera setelah aku membuka mata nyeri perutku kembali memaksaku untuk meringis. Tanganku terangkat. Kupaksa terangkat meskipun sangat berat. Terlalu berat atau karena aku yang terlalu lemah kurasa adalah jawabannya. Aku tidak peduli. Sambil menekan perut kupejamkan mataku kembali. Aku tidak yakin apakah ini karena aku yang menahan rasa sakit sampai membuat kepalaku pusing bahkan hanya karena aku membuka mataku. Setidaknya kepalaku tidak lagi merasa pusing ketika aku memejamkan mata.

"Kau sudah bangun? Tidak apa-apa sebentar lagi kita sampai."

Seungbo. Suaranya menyapu telingaku. Meskipun sangat singkat tapi terasa menenangkan. Sedikit mengalihkan perhatianku.

"Ambilkan kompresan. Lebih bagus kalau menggunakan air hangat."

"Maafkan aku karena memasuki kamarmu. Aku tidak bisa meninggalkanmu di sofa."

Ini suara Seungbo. Dia terlalu sopan bahkan ketika keadaan sudah menjadi seperti ini. Sekarang aku menjadi yakin tentang diriku. Seungbo sedang menggendongku masuk rumah. Aku ingat Seongho pernah berkata dia melarang Seungbo membawaku ke kamar sebelumnya karena aku tidak suka ada orang lain memasuki kamarku. Apakah karena itu dia mengatakan maaf?
"Ti...dak. A..pa-apa."

Kenapa aku tidak bisa mengeluarkan suaraku? Setelah aku tidak bisa membuka mata karena terlalu pusing apakah aku juga tidak bisa berbicara? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Aku kenapa?

Seungbo menurunkanku hati-hati. Sebelum dia sempat menaikkan selimut aku sudah lebih dulu menekuk lutut memeluk tubuhku. Bukan karena kedinginan melainkan untuk menekan perut. Meskipun tidak banyak membantu setidaknya bisa mensugesti otakku kalau itu bisa mengurangi nyeri.

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang