Perpisahan

7 2 0
                                    

Aku terbangun keesokan harinya di tempat berbeda. Tidak ada Seungbo yang menggenggam tanganku seperti semalam. Justru selimut tebal menutupi tubuhku yang berbaring di kasur. Otakku belum sepenuhnya lengkap untuk mengerti apa yang telah terjadi. Namun mataku yang sedikit buram mengenali kalau ini adalah kamarku.

Getaran ponsel diatas nakas berhasil membangunkan ku sepenuhnya. Sebuah pesan masuk mengatakan bencana baru akan segera datang. Cepat-cepat aku turun kebawah berlarian kecil menuju kamar mandi. Aku perlu air untuk lebih menyadarkan ku kalau ini bukanlah halusinasi.

"Seungbo kau tahu berkasku disini?"

Mataku tidak menemukan barang berantakan di meja semalam. Tidak ada satupun yang tertinggal. Semuanya menghilang. Laptopku pun tidak terlihat. Karena dirumah hanya ada aku dan Seungbo jadi kufikir dia pasti tahu atau bahkan mungkin dia yang membereskannya. Dia sedang ada di dapur menyiapkan sarapan. Tak lama suara roti muncul dari pemanggang terdengar. Dia membuat roti kering ternyata.

"Aku meletakkannya di kamar. Tunggu!"

Seungbo cepat menghentikan ku yang bersiap lari kedalam kamar. Dia menghampiriku lalu menuntunku untuk duduk di bangku dapur. Dia menyajikan dua lembar roti kering serta segelas susu didepanku.

"Makanlah dulu." Dia mengatakannya dengan tersenyum.

"Aku sudah menyelesaikan laporannya. Tinggal kau cek lagi apakah ada yang salah. Dan!" Seungbo menghampiriku. Dia meraih tanganku dan kemudian menguncir rambutku kuda. Dia mengambil tali rambut yang selalu ada di pergelangan tanganku. "Kau bisa melakukannya dalam perjalanan. Jadi." Seungbo merapikan hasil kuncirannya. "Sekarang makanlah pelan-pelan."

"Baiklah. Aku akan makan. Kau juga makanlah."

Pagi hari yang menyenangkan setelah berita menghebohkan dari rekan kerjaku. Berkat perlakuan manis Seungbo aku bisa tenang. Tadi malam tidak seperti biasanya aku tertidur ketika menyusun laporan. Sebelumnya aku bahkan tidak pernah bisa merasa mengantuk saking terlalu berambisinya aku untuk menyelesaikan tugas tidak masuk akal yang di berikan ketua tim padaku. Mungkin aku tertular Seungbo yang tidur di pangkuanku. Aku tidak tahu.

"Sayang setelah ini aku akan sering pulang larut. Kau jangan menungguku."

Suara Seungbo serius. Ini adalah perbincangan yang berat. Aku sadar alasan mengapa dia memilih pagi hari untuk mengatakannya. Ketika malam sudah pasti tidak akan ada waktu. Beberapa hari terakhir baik aku maupun Seungbo terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Aku dengan laporanku yang harus ku tata ulang sedang Seungbo dengan masalahnya yang tidak kutahu apa. Dia tidak pernah mau mengatakan. Tapi sudah cukup menjadi bukti kalau sedang ada masalah dengan kepulangannya yang selalu telat.

"Ada masalah di perusahaan?" Tanyaku.

"Sedikit. Hanya butuh waktu lebih banyak untuk memastikan semuanya baik-baik saja."

Seungbo masih enggan membagi masalahnya denganku. Dia menyantap sarapannya dengan tenang di sampingku. Ini masih pagi tapi seolah aku sudah bisa melihat raut lelah di wajahnya.

"Kau bisa bercerita padaku." Kataku lagi.

"Tidak ada yang perlu kau cemaskan. Kau tidak percaya suamimu ini bisa menyelesaikannya?"

Seperti biasa Seungbo berusaha menyelamatkan suasana agar tidak menjadi dingin. Dia selalu melakukan itu karena aku juga selalu tanpa sadar mengarahkan suasana menjadi canggung.

"Baiklah aku percaya. Perlu ku siapkan bekal?" Kuturuti kelakarnya dengan candaanku yang pasti terdengar aneh. Aku tidak pandai melakukannya memang.

"Kau hidup di tahun berapa masih menyarankan bekal? Tidak usah repot aku pasti akan makan dengan teratur."

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang