Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^"Nuna."
"Kau sudah bangun?"
Entah dia mendengar apa yang barusaja ku katakan atau tidak tapi begitu aku selesai menceritakannya dia memanggilku. Masih dengan wajahnya yang bengkak dia melipat selimut kemudian menatanya dengan sangat rapi diatas bantal. Seperti itulah dia, si penggila kebersihan.
Sembari mengucek mata dia menghampiri meja dan duduk di samping Seungbo. Dia tidak menyapanya. Dia bahkan tidak menolehkan kepala melihatnya sedikitpun. Setelah duduk dia langsung mengambil susu yang memang sudah ku siapkan sedari tadi.
"Tadi, kalian membicarakan apa." Seongho memulai percakapan.
"Tidak ada." Bohongku. Entah kenapa aku melakukannya. Kalimat itu keluar begitu saja.
"Mencurigakan." Gumamnya sambil menggigit roti.
"Tanyakan saja pada Hyungmu kalau tidak percaya."
"Benarkah? Aku ragu dia akan berkata jujur." Jawabnya menyebalkan.
"Kalian ada masalah? Bukankah semalam sudah beres?"
Aku terkejut, tentu saja. Kukira setelah aku naik ke kamar mereka akan menyelesaikan pembicaraan. Aku ingat sepertinya sebelum aku pergi mereka tampak baik-baik saja, meskipun Seongho yang tampak akan menangis.
"Untuk apa aku tidur di situ kalau semua sudah beres."
Benar. Kalau mereka sudah akur untuk apa Seongho meninggalkan kamarnya dan malah memilih sofa yang sempit. Canggung? Itu bisa saja mengingat keduanya yang tidak saling bertemu selama dua tahun. Bahkan dia percaya kalau Hyungnya itu sudah meninggal.
"Aku tidak peduli entah kalian mau bermusuhan selamanya atau baku hantam yang penting jangan libatkan aku."
"Kenapa tidak? Nuna adalah Nunaku meskipun aku tidak tahu harus menyebut apa hubungan kalian berdua."
"Kalian berdua? Keterlaluan. Bukankah aku Hyungmu?" Kali ini Seungbo yang sedari tadi diam angkat bicara.
"Hyung? Kapan aku setuju memanggilmu Hyung?"
Suara Seongho terdengar. Akhirnya anak itu mau berbicara pada Seungbo meskipun perkataannya menyebalkan. Matanya yang tadi mengantuk sekarang menatapnya lurus. Suaranya sedikit meninggi tapi itu bukan bentakan.
"Tadi malam kau memanggilku Hyung kan?" Jawab Seungbo tidak mau kalah.
Sangat terlihat gambaran keluarga bahagia. Bagaimana bisa mereka berdua langsung berdebat begitu bertemu? Bahkan setelah dua tahun tanpa ada kabar? Sepertinya memang benar kalau dua bersaudara lelaki akan selalu ribut. Rumah tidak akan tenang begitu ada dua makhluk ini.
"Bisakah kalian berhenti? Ini masih pagi."
"Ini sudah siang." Sahut Seungbo.
Kuembuskan nafas keras. Kesal. Dua manusia di depanku ini hanya membuat kepalaku berasap. Pagi hariku yang biasanya indah sepertinya tinggal kenangan.
"Kau lihat adikmu? Dia baru bangun dan langsung mengacau."
"Siapa yang pengacau? Nuna yang memulainya kan?!"
"Kamu yang pertama meninggikan suara."
Seungbo membelaku. Lucu. Di sampingnya ada adiknya tapi dia malah membelaku. Benar-benar seorang Hyung.
"Nuna." Seongho memandangku dan Seungbo bergantian. "Kalian berkomplot menyalahkanku?! Menyebalkan." Protesnya.
"Diamlah. Habiskan sarapanmu. Nunamu kerja keras membuatnya."
"Kerja keras apanya. Ini cuma susu dan roti aku juga bisa membuatnya sendiri." Kali ini Seongho menggigit rotinya dengan berlebihan.
"Kalau begitu kau buat saja sendiri. Kau kan selalu memaksaku untuk membuatkannya."
"Oke aku tidak akan meminta Nuna membuatnya lagi. Aku yang akan buat sendiri."
Aku tahu Seongho tidak marah. Dia mengambek. Hampir setiap hari dia melakukan itu dan aku tidak kaget lagi. Sudah terlalu terbiasa.
"Sudah sudah biar aku yang membuatnya."
"Jangan!"
"Eum?"
Ketika Seungbo menawarkan diri untuk melakukannya sahutan keras Seongho langsung menyusul. Kenapa? Ada yang salah? Kulihat mereka berdua saling menatap menusuk. Sepertinya ada hal yang tidak ku ketahui.
"Kenapa? Bukankah bagus kalau ada yang menggantikan ku? Lagi pula tidak ada ruginya untukmu." Kataku pada Seongho.
"Nuna pasti akan menyesal pernah berkata seperti itu."
"Hanya perlu menyiapkan segelas susu dan roti selai kan? Apa susahnya." Timpal Seungbo.
Sepertinya antara aku dan Seungbo sudah menjadi duo kriminal dadakan bagi Seongho. Secara tidak sengaja kita telah memojokkan anak itu. Tanpa terduga suasana rumah menjadi lebih hangat karena keributan ini.
"Bukan segelas tapi tiga gelas." Ralatku yang di aminkan oleh Seungbo.
"Kalau sampai dia yang menyiapkan sarapan aku berani bertaruh pasti Nuna akan menarik kembali kepercayaan yang barusan Nuna berikan."
"Pasti kamu yang akan menarik kata-katamu barusan."
Seungbo menyahut. Kacau. Dua bersaudara ini saling tatap seolah ada magnet pada mata masing-masing sebelum kemudian melimpahkan tatapan itu padaku secara tiba-tiba. Kaget. Aku kikuk harus melakukan apa dengan keduanya.
"Ke-kenapa menatapku?" Tergagap suaraku terlalu jujur.
"Nuna kau tahu? Dia pernah hampir meracuniku dengan selai-"
Perkataan Seongho berhenti, tidak, lebih tepatnya terhenti, karena Seungbo yang cepat membungkam mulutnya. Mataku memicing. Ada sesuatu diantara mereka. Sepertinya hal yang memalukan sampai mampu membuat pria berwajah datar bernama Seungbo di depanku ini bereaksi berlebihan.
"Sudahlah. Aku harus keluar hari ini. Aku pulang larut. Kalian berdua!" Aku memandang keduanya sambil menunjuk. "Awas saja kalau rumah berantakan. Hwak!"
Aku mengepalkan tangan yang membuat keduanya sedikit membulatkan mata. Masih dengan mulutnya yang di bekap Seungbo, Seongho menganggukkan kepala. Baiklah. Ini lebih baik.
"Kau." Tunjukku pada Seongho. "Hari ini kau yang cuci piring."
"Dan kau." Kali ini telunjukku mengarah pada Seungbo. "Lantainya kotor. Bisa minta tolong bersihkan?"
Sembari berdiri kusinggungkan senyum pada kedua kakak beradik itu yang masih terdiam. Kemudian berlalu kembali ke kamar.
Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^_^
Love ya.
See ya😘
KAMU SEDANG MEMBACA
I love You, I'm Sorry
Romance"Love you. Kembalilah tidur." Ini masih gelap dan kamu tiba tiba menciumku? Sepertinya ada maksud lain di baliknya.