Drama Lanjutan

76 3 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^


"Aku pulang."

Malamnya ketika aku pulang tidak kutemui Seungbo di rumah. Tadi ketika aku membuka pintu juga tidak ada sepatunya. Mungkin dia membawanya ke laundry fikirku. Tidak mungkin dia akan mencuci kemudian menggantungnya dengan gantungan baju di balkon kan? Memang tadi malam aku tidak benar-benar mengamati sepatunya tapi bukankah sudah pasti basah karena dia sendiri mandi hujan.

"Kemana Hyungmu."

Seongho menyambutku masuk rumah. Dia menggulung lengan jaketnya. Bercak basah sedikit tertinggal disana. Sepertinya dia menuruti perkataan ku tadi pagi. Baguslah. Ada gunanya juga dia akhirnya. Untuk kedepannya sepertinya aku bisa menyuruhnya membantu kalau aku sedang sibuk.

"Kenapa tanya aku?"

Tapi bagaimanapun dia masih tetap menyebalkan. Setelah apa yang terjadi tadi pagi dia masih saja bersikap seperti itu. Kekanakan.

"Kau kan ada bersamanya seharian."

"Kata siapa. Aku terlalu sibuk sampai tidak tahu kalau dia juga ada di tempat yang sama denganku."

"Alasan yang bagus."

Tanganku yang gatal sukses mendarat di lengannya. Tangannya cepat mengelus bekas pukulanku ditambah wajahnya yang menatapku terkejut sekaligus tidak terima.

"Kenapa memukulku?" Dia memprotes.

"Tentu saja aku harus memukulmu kalau bukan kamu siapa lagi yang bisa ku pukul?"

"Nuna ini kekerasan tau. Aku bisa melaporkannya."

"Cih kalau kau melaporkanku aku juga bisa melaporkanmu dengan alasan membobol rumah orang."

"Membobol? Ini keterlaluan. Aku dapat izin tau."

"Lebih tepatnya paksaan." Sahutku.

"Nuna akan terus begini?!"

"Nuna akan terus begini?!"

Aku menirukan perkataan Seongho dengan suara mencicit. Terlihat sekali dia bersungut. Matanya yang hanya selebar setengah jari kelingking menatapku tidak terima. Mungkin dia belajar mempraktikkan apa yang sedang ramai di media sosial dengan cara menatapku menusuk menggunakan sisi matanya. Sayangnya itu sama sekali tidak terlihat menakutkan malah terlihat semakin menggemaskan. Tanpa kufukirkan tawa meledak dari mulutku.

"Nuna!" Seongho berteriak.

"Ok ok aku berhenti."

Susah ternyata menghentikan tawa tak terduga ini. Aku bahkan harus menutup mulutku dengan tangan untuk meredam suara tawa. Seongho berjalan kembali ke dapur. Aku mengikutinya. Tidak ada yang aneh. Tidak hancur seperti hari kemarin. Semua tertata rapi. Lemari, bak cuci piring, meja. Sebentar, disudut bawah bak cuci piring....

"Seongho-ssi apa yang kau lakukan pada celemekku!?" Teriakku.

Orang yang kuteriaki memutar kepala menatapku sembari melemparkan cengiran kuda. Dengan hati-hati dia mengambil seonggok kain dari kolong bak cuci piring. Menentengnya dengan kedua tangan. Memperlihatkan mahakarya seorang Go Seongho yang tiada duanya.

"Maafkan aku Nuna."

Sama sekali tidak merasa bersalah dia justru melebarkan cengiran kudanya. Celemek entah bagaimana aku harus menggambarkannya. Rusak? Hancur? Atau justru karya seni? Penuh dengan warna warni berbentuk abstrak menghiasi.

"Aku tadi meminjamnya sebentar tapi aku lupa kalau itu punya Nuna jadi aku menggunakannya sesukaku."

Aku masih diam.

"Sebenarnya aku hendak membuangnya tadi tapi kupikir aku harus memperlihatkannya dulu pada Nuna."

Tanganku semakin erat menggenggam tas.

"Tapi aku lupa lagi. Aku baru ingat kalau aku melemparkannya ke sana setelah melihat Nuna."

"Haruskah aku membuangnya-"

"HARUSNYA AKU YANG MEMBUANGMU LEBIH DULU!"

Ayunan tasku sukses mendarat di kepalanya. Seongho berlari menghindari ku. Bukan. Lebih tepatnya menghindari amukan tas yang memukuli lengannya.

Sebenarnya alasanku menghujaninya dengan amukan tas yang bagaikan orang kerasukan bukanlah karena dia melemparkannya ke bawah bak cuci piring ataupun dia yang bilang akan membuangnya. Aku hanya tidak tahu saja entah dapat Ilham dari mana bocah tengil itu bisa-bisanya menggunakan celemek masakku untuk menggantikan celemek lukisnya. Entahlah dia menyebut benda itu dengan nama apa aku tidak peduli.

Sebelumnya dia pernah mengatakan padaku kalau barang itu tertinggal di rumahnya. Dia bahkan merengek untuk membelikannya yang baru. Ketika ku suruh untuk mengambilnya dia akan dengan senang hati mengutarakan seribu satu alasan supaya tidak harus melangkahkan kaki menuju rumahnya.

Aku memang mengiyakan untuk membelikannya yang baru. Sayangnya sebelum aku berhasil mendapatkan hal itu dia sudah lebih dulu membuat celemek masakku menjadi ganti ruginya. Ya aku tahu, kedua benda itu memang hampir sama. Tapi bukan berarti dia bisa menggunakannya untuk melukis bukan?

"Nuna Nuna tenanglah. Aku akan menggantinya ok?! Aku akan membelikannya yang baru!"

"Apa?! Tenang? Mengganti? Membelikan yang baru?!"

"YA!! GO SEONGHO!! KAU AKAN MATI DI TANGANKU!!"

"Aku pulang." Suara Seungbo. "Ada apa dengan kalian." Dia menatapku dan Seongho bergantian. Keheranan.

"Hyung Hyung tolong aku. Nuna akan membunuhku."

Secepat kilat Seongho berlari kebelakang punggung Hyungnya. Menjadikan Seungbo sebagai tameng secara paksa.

"Kenapa aku juga kena?" Protes Seungbo.

Aku paham kenapa dia protes. Dia barusaja datang tanpa tahu permasalahan tapi Seungho menjadikannya sebagai umpan. Memang dasar bocah itu tidak punya adab.

"Aku mau mandi. Minggir."

Jawaban yang sangat tidak di inginkan Seongho. Dan lagi-lagi Seungbo lebih memilih menjadi pihakku. Aku menyebutnya begitu karena aku yang lebih di untungkan. Seungbo menarik lepas tangan Seongho dari kemejanya. Entah dia dari mana aku tidak tahu. Yang pasti dia tidak mungkin hanya jalan-jalan biasa melihat pakaiannya yang sangat rapi.

"Sebentar." Seongho memutar kepala menatap punggung Hyungnya yang menjauh.

"Kau tidak pulang?" Ekspresi wajahnya sangat horor.

"Aku tidur di sini. Terserah kau mau tidur di kamar atau seperti tadi malam."

Aku melongo. Pria itu tak kalah menyebalkan dari Seongho. Tentu saja. Mereka berdua memiliki hubungan darah. Mungkin sifat menyebalkan mereka turunan.

"Kau tidak memanggilnya Hyung?" Tanyaku pada Seongho.

"Nuna." Seongho sengaja mendecakkan lidahnya keras supaya aku mendengarnya. "Bukan itu yang harus kau tanyakan."

"Sebentar. Aku pemilik rumah disini tapi seolah aku yang menumpang."

Tidak ada yang menanggapi. Seungbo menghilang di balik pintu sementara Seongho menghindari tatapanku. Tiba-tiba suatu hal penting teringat oleh otak bodohku. Harusnya aku tahu kalau tidak ada yang bisa diharapkan dari mereka berdua.


Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^_^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang