Masih Marahan

21 2 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^



Pagi hari ketika aku sudah bersiap menunggu taksi di depan rumah sebuah mobil berhenti di depanku. Kaca pengemudi di turunkan kemudian. Menampakkan wajah datar Seungbo yang menatap lurus kedepan. Dia tidak berkata apapun tapi aku tahu dia bermaksud memberiku tumpangan. Sudut bibirku tertarik. Dia tidak berniat menghancurkan tembok penghalang denganku tapi juga tidak ingin menjaga jarak dariku.

"Kamu bisa berangkat lebih dulu. Aku sudah memanggil taksi tadi."

Bukan dengan suara, Seungbo menjawabku menggunakan matanya yang menatapku lurus seolah berkata kalau aku harus menuruti kehendaknya. Dia masih terus menatapku bahkan setelah suara klakson mobil di belakangnya mengantri untuk lewat. Bukan Seungbo kalau dia akan mengalah dan menepi memberikan jalan sebelum ku masuk menuruti keinginannya. Dia tetap bergeming bahkan setelah beberapa kali suara klakson menyebalkan memekakkan telinga.

"Baiklah..." Desahku putus asa.

Tentu saja aku yang mengalah. Sambil memasang wajahku yang tertekuk kulangkahkan kaki memutari mobil menuju sisi penumpang. Membiarkan tanganku membuka pintu dan disusul badanku yang bersandar pasrah pada kursi nyaman di sampingnya.

"Kau tidak akan bicara denganku?"

Kuharap dengan begini Seungbo akan mau menjawabku. Tapi ternyata aku salah. Hal itu justru menambah suasana canggung. Seungbo masih serius dengan kemudi. Sebenarnya aku tidak menyangka kalau Seungbo akan bersikap seperti ini hanya karena cemburu. Apakah seorang pria yang sedang cemburu sangat merepotkan seperti Seungbo? Aku tidak tahu apa yang ada dalam otak seorang pria. Terutama pria di sampingku bernama Seungbo ini.

"Bisakah kau mengatakan sesuatu? Kau membuat suasana sangat tidak nyaman."

"Untuk yang kemarin aku minta maaf. Aku yang salah. Tapi bukankah kau juga ada sedikit salah padaku?"

Seungbo menatapku sekilas.

"Bukan... Maksudku." Helaan nafasku terasa lebih berat dari sebelumnya. "Bukankah sangat keterlaluan kau mendiamkanku seperti ini? Kau juga tidak berniat untuk memperbaiki suasana." Untuk kalimat terakhir aku mengatakannya lirih. Aku tidak yakin kalau kata itu akan memperbaiki keadaan. Atau bahkan mungkin justru memperburuknya.

"Baiklah aku akan diam. Aku tidak akan merengek seperti bocah lagi. Aku mengganggumu. Maaf."

Mobil berhenti. Awalnya kukira karena perkataanku. Tapi setelah kulihat bangunan di seberang sana aku tahu kalau aku sudah sampai. Aku sudah bersiap untuk turun ketika tiba-tiba tangan Seungbo menahan pergelangan tanganku. Aku yang bingung menatapnya menuntut jawaban. Dia masih tidak berkata sepatah kata pun namun dari binar matanya aku tahu dia menghawatirkanku.

'kenapa lagi dia.' adalah kata yg terucap dalam pikiranku.

Getaran ponselku membuyarkan kebingunganku. Rekan kerjaku menelfon. Dia bukan tipe orang yang akan menelfonku tepat sebelum jam masuk kantor.

"Kenapa?"

Penjelasannya yang singkat namun sangat tepat telah berhasil mengusir semua kekalutanku. Sekarang hanya ada urusan pekerjaan yang menguasai otakku. Aku bahkan baru sadar kalau ternyata aku sudah berada di depan pintu perusahaan sekarang.
Kapan aku sampai disini?

_______

"Buat lagi dari awal!"

Shit!

Otakku yang menolak setuju mengumpatinya berulang kali dalam hati. Bukan tidak berani tapi lebih takut semakin runyam. Ketua tim yang menyebalkan tidak akan mau mendengar penolakan apalagi makian. Dia dengan muka marah membanting laporan yang sudah kukerjakan dengan susah payah selama seminggu ini. Meskipun tadi aku sudah tahu kalau ketua tim pasti tidak akan menerima laporanku tapi ketika menghadapinya langsung terasa sangat berbeda.

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang