Dua Hati Yang Saling Menyakiti

8 2 0
                                    

"Sayang."

Seungbo masuk kamar sambil membawa segelas air minum di tangan kanannya. Dia meletakkannya di atas nakas lalu duduk di sampingku. Tadi ketika masuk rumah dia berhenti di ruang tengah. Menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa sambil mencari tayangan televisi untuk di tonton. Dia sengaja melakukan itu. Dia ingin aku menenangkan diriku tanpa di ganggu olehnya. Seungbo memang seperti itu. Dia tidak perlu berkata hanya akan melakukan tindakan.

"Sudah merasa lebih baik?"

Perhatian ringan darinya yang selalu kusukai. Menyisipkan rambutku ke belakang telinga. Dia melakukannya dengan sangat tulus. Jarinya yang panjang mengusap pipiku lembut. Binar matanya yang teduh menatapku khawatir.
Aku bangun dari posisi tidurku dan langsung mengalungkan lenganku pada lehernya. Ku tenggelamkan wajahku pada bahunya. Tangisku pecah seketika. Bisa kurasakan tepukan halus di punggungku. Sebuah kalimat menenangkan terus di bisikkan olehnya.

"Tidak apa-apa. Menangis lah sebanyak yang kau mau."

_______

"Seungbo bisa kau ambilkan kertas di atas meja itu?"

Aku tahu Seungbo sedang ada di dapur. Dia memang tidak pernah bisa tenang sebentar saja. Bahkan saat berjalan dia akan membuat suara besar dengan langkah kakinya. Tapi meskipun begitu dia bukanlah tipe ceroboh sepertiku. Justru dia sangat teliti pada hal terkecil sekalipun. Seringkali dialah yang mengingatkanku pada sesuatu yang ku lupakan.

"Kertas apa? Bukankah ini berkas yang sedang kau kerjakan? Kenapa bisa disini."

Seungbo menyerahkan kertas yang kuminta. Dia cepat menyusul duduk di sampingku kemudian. Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang dia lakukan karena lembaran kertas yang bertebaran di sekitarku terlalu menyita perhatian. Sementara tanganku memegang masing masing satu lembar dan entah ada berapa banyak yang bertumpuk memenuhi meja di depanku.

"A, aku tadi lupa meninggalkannya disana ketika mengambil minum."

Mataku masih terus terpaku pada tulisan menyebalkan dari kertas di tanganku. Sampai kemudian sepotong buah yang terlihat seperti apel berhenti di depanku. Mau tak mau aku melihatnya, seseorang yang melakukannya, Seungbo. Dia memamerkan senyumnya saat aku menatapnya bertanya.

"A...."

Seungbo menuntunku untuk membuka mulut menerima potongan buah yang dia suapkan. Aku menurut saja. Setelah buah itu menghilang dari garpu senyumnya bertambah lebar menyapaku.

"Makasih." Ucapku dengan mulut penuh.

"Masih lama?"

Entahlah aku tidak terlalu yakin tapi telingaku menangkap nada lelah dari suaranya.

"Emm." Jawabku singkat tanpa melihatnya.

"Ah...."

Tiba-tiba saja Seungbo merebahkan badannya menggunakan kakiku untuk menyangga kepalanya. Piring berisi potongan apel yang tadi di pegangnya entah sejak kapan sudah terdampar diatas meja menemani laptop serta kertas kertas yang berserakan disana.

"A? YA Seungbo kenapa-"

Terkejut? Tentu saja. Karena Seungbo yang bertingkah kekanakan. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia bahkan menyilangkan lengannya kedepan dada dengan mata terpejam seolah bersiap tidur. Kugerakkan kakiku mencoba menghentikannya yang ternyata percuma. Dia juga terus memejamkan matanya bahkan ketika kupukul bahunya berulang kali berniat membuatnya bangun.

"Sebentar saja. Aku sangat lelah hari ini."

Alasannya membuatku menghentikan gerakan kakiku yang tidak nyaman. Hari ini dia memang sedikit terlambat pulang. Seperti biasa dia tidak akan mengatakan apapun padaku dan aku yang terlalu malas mencari tahu membuatnya tetap bungkam. Sesekali dia menghela nafas berat ketika aku menjauh. Mungkin dia mengira aku tidak mengetahuinya. Dia akan kembali memasang wajah tenang seolah semua baik-baik saja begitu tahu aku memperhatikannya.

"Kau tidak ingin cerita padaku?"

Ini bukan pertama kali aku berusaha membujuknya untuk bercerita. Tetapi nihil. Seungbo lebih memilih memendam semuanya sendiri. Sebenarnya aku juga tidak terlalu memikirkan entah dia akan terbuka padaku atau malah menyembunyikan semuanya dariku. Hanya saja akhir-akhir ini ketika kulihat wajahnya yang tampak sangat lelah mengundang rasa penasaran.

"Tidak ada yang harus di ceritakan. Tidak perlu menghawatirkanku."

Seungbo mengusap tanganku yang berada di bahunya. Gerakannya halus. Sangat terlihat dia berusaha menenangkan ku yang menuntut jawaban. Kutarik tanganku berganti menggenggam tangannya. Dia tersenyum tanpa membuka mata. Kulihat dadanya yang naik turun seiring hembusan nafasnya yang teratur. Baru kali ini aku memperhatikan detail seperti itu darinya. Dia terlihat sangat tenang sekarang.

"Kau ingin ku ceritakan bagaimana hariku?" Tawarku. Seungbo menganggukkan kepalanya.

Kuletakkan kertas di tanganku ke atas meja. Satu tanganku masih menggenggam tangannya. Aku tidak berniat melepaskannya jadi kubiarkan saja bahkan ketika dia menarik tanganku untuk dia letakkan diatas dadanya. Kuusap kepalanya lembut. Rambutnya sangat halus mengejutkanku yang baru pertama ini mengetahuinya. Rambut poninya yang sedikit kepanjangan jatuh diatas matanya. Berbaur dengan bulu matanya. Perhatianku sedikit teralihkan pada bintik hitam di bawah matanya. Sebelum kemudian Seungbo menyadarkan ku dengan tarikan nafasnya yang sedikit keras.

"Kau tidur?" Tanyaku pelan. Tidak ada jawaban.

Tarikan nafasnya kembali normal. Dia sudar tidur ternyata. Apakah dia sangat lelah sampai bisa terlelap dalam posisi kurang nyaman sekalipun? Berbaring di sofa dengan berbantal kakiku pasti tidaklah se nyaman kasur di ranjang. Serta kakinya yang ditekuk karena pasti akan menyakitkan kalau dia meluruskannya. Sofa yang tidak terlalu panjang membuat kakinya menggantung.

"Good night suamiku. Have a nice dream."

Sepertinya aku terlalu malu kalau mengatakan kata itu saat Seungbo terbangun. Aku hanya mengucapkannya saat dia tengah terlelap. Dia pasti tidak tahu kalau setiap kali dia tidur aku akan melakukan rutinitas itu padanya. Menyatakan cinta. Meskipun tanpa kecupan manis bukan berarti aku tidak mencintainya bukan. Justru karena aku terlalu mencintainya aku tidak berani memberikan cintaku padanya. Aku hanya tidak ingin dia lebih tersakiti saat tahu kalau ternyata aku juga tidak ingin kehilangannya. Faktanya kita berdua adalah dua orang yang saling menyakiti satu sama lain. Waktu kita tidak banyak untuk terus bersama. Bahkan lebih sedikit lagi setelah kutahu aku memang tidak tertolong.

"I love you, i'm sorry."

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang