Dinner

57 4 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^


"Maaf aku tidak tahu kalau ketua tim sedang ada bersamamu."

"Minta maaf apanya. Hey ayolah tidak usah seperti itu kau kan tidak tahu kalau akan seperti ini. Kalau dipikir aku juga salah sih kenapa membiarkan orang itu merebut ponselku tadi."

Perempuan berparas cantik di depanku ini tersenyum. Semakin membuatnya terlihat tambah menawan. Wajahnya yang kecil dipadukan dengan mata berbentuk almond yang menyembunyikan manik cokelat disana membuatnya terlihat seperti wajah anak kecil yang tak berdosa. Rambut panjang sepunggungnya yang berwarna cokelat tergerai jatuh sedikit menutupi matanya.

Sembari menyisipkan rambut ke belakang telinga dia menyuapkan udang dari ujung sumpitnya ke mulut. Kemudian kembali menatapku dengan mata berbinarnya.

"Kenapa tidak makan?"

Pertanyaan itu dia tujukan padaku karena melihatku yang hanya diam belum menyentuh sedikitpun makanan di depanku. Aku tidak lapar. Setelah mengalami serangkaian kejutan dari pagi hari keinginanku untuk makan menjadi terlupakan.

"Aku tidak lapar. Anggap saja begitu."

Mendengar jawabanku dia meletakkan sumpit kemudian mencuci mulutnya dengan air yang ada di depannya.

"Masih sakit?"

Dia bertanya tentang perutku. Setelah aku sampai tadi dia langsung menodongku dengan pertanyaan kenapa aku menyuruhnya untuk memintakan cuti.

"Sudah mendingan tapi masih mengganggu."

"Biar ku temani kau ke rumah sakit."

"Tidak usah. Nanti juga baikan sendiri kok."

"Serius? Sebelumnya kamu tidak pernah sakit sampai seperti ini kan?"

"Memang. Tapi tidak masalah karena semua perempuan pasti pernah mengalaminya."

"Iya juga sih. Tapi kenapa pain killer tidak mempan padamu?"

Sementara perempuan di depanku ini menatapku antara khawatir dan penasaran aku mengendikkan bahu tanda aku juga tidak tahu jawaban dari pertanyaannya. Dia mengembuskan nafasnya keras.

"Hey bukan kamu yang sakit kenapa kamu mendesah?"

"Entahlah."

Aku tertawa. Terkadang dia bisa sangat memahami ku melebihi diriku sendiri. Dia empat tahun lebih muda dariku tapi sangat nyaman ketika aku bersamanya. Pola pikirnya yang cepat membuatku merasa seolah dia tidaklah lebih muda dariku.

"Apakah aku harus mengancam pria tua itu supaya memperbolehkanmu cuti?"

Kali ini dia berkata dengan mata yang bersemangat sangat yakin dengan rencana dalam otaknya. Aku yang melihatnya tertawa, sedikit menimbulkan sakit di perutku kembali terasa. Ini sudah hampir tengah malam dan nyeri di perutku belum juga hilang.

"Begitukah? Tapi dia pasti akan menyiksaku keesokan harinya."

"Dia memang sangat kejam."

"Dan juga perfeksionis." Imbuhku. Dan kami tertawa bersama.


Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang