Rubah Licik

49 3 0
                                    

Thank U buat kalian yang udah mampir.
Hope you enjoy reading^^



Aku dan Seungbo sedang duduk menatap televisi yang bisa dikatakan televisi lah yang sedang menatap kita. Seungbo memaksaku untuk duduk disini tadi. Dia berlari kecil mengambil kotak p3k dan segera membukanya setelah berhasil meletakkan kotak tanggung itu di meja. Seungbo kemudian menarik tangan kananku. Dia melepas plester yang ada di telapak tanganku. Mengoleskan salep dengan sangat telaten.

Dia mengatakan padaku kalau wanita dengan bekas luka mengurangi nilai keindahannya. Kata-katanya membuatku tertawa. Dia bisa menjadi puitis bagai pria tua. Seungbo yang melihatku menertawakannya malah mencebikkan bibirnya. Dia bertingkah seperti Seongho.

"Kau itu wanita. Kenapa tidak peduli dengan penampilan?"

Sambil menempelkan plaster yang menutupi bekas luka di telapak tangan kananku dia kembali mengomel. Tetap saja dia memperlakukan tanganku dengan sangat lembut. Hanya mulutnya saja yg tidak berhenti bergumam memarahiku.

"Hei Seungbo."

Orang yang kupanggil menatapku sebentar lalu kembali sibuk dengan peralatan kesehatannya. Kulihat tanganku yang sudah terbalut plester. Tampak menyedihkan. Seungbo berkata dia harus menempelkan plester supaya tidak ada debu yang menempel pada salep yang baru dia oleskan. Aku menurut saja meskipun sebenarnya aku tidak suka. Setiap hari aku hanya membiarkan tanganku apa adanya. Tidak mengoleskan salep ataupun menempelkan plester. Lukaku sudah penuh. Tinggal bekasnya saja.

"Kemarin aku tidak sengaja menjawab telfonmu."

"Siapa?"

Kukira dia akan marah. Menganggap ku lancang karena menjawab telfon yang bukan untukku. Ternyata dia sangat santai menanggapinya. Menghilangkan rasa was-was yang sudah kupasang sedari aku memanggilnya tadi. Aku takut memberitahunya.

"Hyung. Kau hanya menamainya Hyung."

"Apa katanya?"

Aku bisa melihat dia yang menyembunyikan keterkejutannya. Kulihat matanya sedikit membulat kekita kukatakan namanya tadi.

"Awalnya dia tidak tahu kalau bukan kau yang menjawab telfonnya. Dia marah. Dia bahkan membentakku dengan berkata brengsek."

Seungbo masih menatapku. Bisa kulihat dia sedang merangkai kata untuk di katakan padaku. Matanya memang menatapku tapi fikirkannya sedang entah kemana.

"Tapi setelah kukatakan kalau kau sedang di kamar mandi dia merendahkan nada bicaranya."

"Lalu dia mengatakan apa lagi?"

"Tidak ada. Dia hanya bilang maaf karena tidak sengaja mencaciku. Aku bilang tidak masalah dan sudah. Dia menutup telfon."

"Dia tidak menyuruhku untuk menelfonnya?"

"Tidak." Seungbo tampak sangat gusar. "Kau, sedang ada masalah? Kau penyebabnya?"

"Tentu saja tidak. Apa maksudmu penyebab masalah. Kau tidak lihat wajahku yang tanpa dosa ini?"

Bohong. Aku tahu Seungbo sedang berusaha membuatku tenang dengan tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku ingin bertanya. Menanyakan masalahnya yang selalu dia pendam sendiri. Setidaknya sekali saja aku ingin dia menceritakan masalahnya padaku.

"Padahal kuharap kau mau lebih terbuka padaku." Aku bergumam yang langsung di jawab olehnya.

"Dia direktur perusahaan. Tapi jangan kuatir dia sangat dekat denganku. Orangnya memang seperti itu suka menggunakan kata kata kasar tapi dia orang yang baik."

Seungbo memegang kedua tanganku. Gerakannya yang aneh memaksaku untuk memperhatikannya. Dia menatapku lurus. Mendadak dia bersikap serius.

"Kau ingin kukenalkan padanya?"

"Tiba-tiba?"

Seungbo masih terus bersikap serius bahkan setelah melihat reaksi terkejut ku. Tangannya bertambah erat menggenggam tanganku.

"Sebenarnya dia selalu curiga padaku. Aku mengatakan ini padamu karena takut kalau saja dia tiba-tiba menemuimu."

"Dia mengenalku?"

Jangankan orang itu yang baru kutahu namanya sebatas Hyung. Seorang Seungbo yang setiap hari kutemui pun aku belum yakin telah mengenalnya. Hanya karena aku sangat menyukainya membuatku melupakan fakta tersebut.

"Sebatas namamu." Seungbo diam. Matanya menatapku jahil. Sambil melebarkan senyum dia berkata. "Dan.. calon istriku."

Terkejut? Tentu saja. Bagaimana bisa dia melakukan itu padaku. Seungbo selalu melakukan sesuatu tanpa mengatakannya lebih dulu padaku. Dia selalu mengambil keputusannya sendiri.

"Apa? Kau bilang padanya kalau aku calon istrimu? Aku bahkan belum menerima lamaranmu dan kau sudah menyebarkan berita kalau aku calon istrimu?"

Kutarik tanganku lepas dari genggamannya. Melayangkan pukulan bertubi-tubi pada lengannya. Seungbo malah tertawa melihat kehebohanku. Bukannya menahan tanganku yang terus menghajarnya, dia malah menarik bahuku mendekat. Dia memelukku. Akhir-akhir ini dia selalu melakukan itu setiap kali ada kesempatan. Dasar rubah licik.

"Makanya kau ikut aku ya. Tapi biar ku peringatkan. Dia sangat tampan. Kalau kau tidak menebalkan cintamu padaku kujamin kau pasti jatuh cinta padanya."

"Cinta? Sejak kapan kau mulai menggunakan kata itu?"

"Sejak sekarang."

Seungbo tertawa. Aku tidak ikut tertawa karena kurasakan pipiku semakin memanas. Aku takut dia akan melepaskan pelukannya dan melihat mukaku yang merah jadi dengan suka rela ku tenggelamkan wajahku pada bahunya. Untung saja Seungbo mengatakan itu sambil memelukku. Kalau saja dia mengatakan itu ketika masih menempelkan plester tadi sudah pasti aku akan langsung berlari kedalam kamar dan menguncinya.




Kuharap kalian suka ceritanya.
Kalau suka boleh dong minta bantu dukungan votenya.
Yang mau komen juga silahkan sebisa mungkin bakal aku jawab^^
Love ya.
See ya😘

I love You, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang