••••
"Kau mau apa?"
"Tentu saja duduk."
"Kau duduk di belakang saja!"
"Kau yakin Gulf? menyuruhku duduk di kuris penumpang belakang?"
"Kenapa memangnya?"
"Itu terkesan seperti Mew adalah supirku. Jadi biarkan aku duduk di sebelah Mew."
"Aku yang akan duduk di sebelah Mew." Mata Gulf mencorong dengan tajam saat berbicara pada Amanda.
"Kau? akan ikut?"
"Kenapa?"
"Tapi Gulf, kau kan sedang berbadan dua jadi apa kau yakin akan ikut bepergian ke luar kota dengan Mew dan aku?"
"Aku bukan ingin ikut padamu tapi pada suamiku."
Wajah Amanda memang menampakkan kekecewaan karena rupanya Gulf ikut ke luar kota dengannya dan Mew, namun secepat mungkin wajahnya berubah menjadi senyuman.
"Baguslah kalau begitu, setidaknya Mew akan fokus bekerja karena kau ikut dengannya." Gulf hanya mendelik mendengar perkataan Amanda, setelahnya ia dan Mew masuk ke dalam mobil.
Amanda awal adalah dia si wanita yang Gulf panggil nona secara sopan, namun lain hal nya dengan Amanda yang sekarang. Siapa sangka dia akan berubah secepat itu?
Jangankan manusia, langitpun akan berubah warna jika sudah waktunya. Banyak jalan untuk menempuh cinta, tapi sepertinya Amanda memilih jalan yang sulit di tempuh. Pikirannya tak ada sedikitpun untuk menyerah akan hal sulit dan mustahil untuk mendapatkan apa yang ia mau.
Tak ada yang mengerti apa itu arti cinta, semua akan menghalalkan dan membenarkan segala hal demi apa yang mereka anggap cinta.
Selama di perjalanan Amanda seakan menjadi kacung yang sengaja dihiraukan. Senandikanya terus saja menggerutu akan kekesalan, telinganya seakan ingin tuli untuk sementara waktu, pengelihatannya ingin kabur sesaat saja.
Gulf berhenti berbagi kata dengan Mew, sekarang ia membuka jendela mobil untuk menikmati udara luar yang sudah terasa sejuk karena masuk dalam area dataran tinggi.
Bisikan alam menyentuh tubuh dengan sopan, terlihat banyaknya pohon yang meranggas merapuh di sepanjang jalan membuat suasana terkesan sedang terjadi musim gugur.
"Gulf, tutup jendelanya! kau bisa masuk angin jika terlalu lama seperti itu."
"Tidak akan, junior sedang senang jadi sebaiknya tidak usah mengganggu." Gulf tetap menunjulkan kepalanya ke luar mobil sembari menikmati apa yang sedang dirasa.
"Bagaimana kau tau jika junior senang?" Gulf melirik ke arah Mew.
"Dari tadi dia terus saja menendang ku, itu artinya dia sedang senang."
Mew berhenti sejenak, ia meminggirkan mobilnya ke tepian. Gulf dan Amanda sempat keheranan kenapa Mew berhenti tiba-tiba.
"Aku ingin mendengar nya."
"Kau ..?" Gulf tak bisa menolak keinginan Mew yang penuh dengan wajah bersemangatnya.
Gulf menarik sebelah tangan Mew kemudian meletakkannya di atas perut buncit miliknya.
"Rasakan dulu jika dia memang menendang ku."
Senyum Mew layaknya arutala yang seakan tak mau pudar, matanya menyipit karena senyum yang terlalu lebar. Kepalanya perlahan mendekat pada sesuatu yang sedang bergerak dalam perut, dirasa dan di dengar dengan seintens mungkin agar dapat menangkap apa yang ia ingin.
"Gulf ...." Mew terlihat kaget dan menatap Gulf dengan mata yang begitu membulat.
"Apa junior memang se hebat ini saat menendang mu?"
Gulf hanya mengangguk cepat sembari tersenyum, "Kenapa?"
Mew kembali memegangi perut Gulf dengan tangannya, matanya melayu menatap perut Gulf yang sudah bertambah buncit saat ini.
"Junior, dengarkan aku ya? kau tidak kasihan dengan Gulf hah? jika kau menendang nya seperti ini setiap saat, kau akan membuat dia kesakitan dan kelelahan." Nada lembut terdengar begitu lucu di pendengaran Gulf, saat Mew memberi tau junior untuk tidak membuat nya kesakitan seperti itu.
"Kalian akan terus seperti ini? kita bisa terlambat datang ke lokasi. Kau ingatkan Mew, kau itu sutradara nya, apa tidak malu jika kau yang harus terlambat datang?" Amanda menyambar dari arah belakang saat dilihat jarum jam ditangannya menunjukan pukul dua belas siang.
Gulf seketika menarik senyumannya, dan Mew kembali mengambil kemudi untuk melanjutkan perjalanan. Perkataan Amanda tak ada yang salah, tapi entah kenapa terdengar menyebalkan di telinga Gulf.
Sudut mata mematai kaca mobil, untuk melihat seseorang yang sedang duduk di kursi belakang. Gulf menangkap tatapan Amanda yang seakan benci dengan kondisi yang sedang terjadi.
Setelah lama di perjalanan akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Belum terlalu banyak orang yang datang, hanya beberapa crew yang sedang sibuk lalu lalang mempersiapkan banyak alat dari mobil.
"Mew, bisa bantu aku membawa koperku?"
Mew melihat ke arah Gulf, takut Gulf marah jika niat baiknya membantu Amanda akan memancing amarah.
"Kepalaku pusing, tubuhku juga gemetar jadi aku minta bantuan mu untuk membawa koperku karena itu berat. Bolehkan Gulf jika Mew membantu ku?"
Gulf memang hendak menolak, tapi setelah melihat wajah Amanda yang memang nampak pucat, membuat Gulf tidak tega jika tetap membiarkan Amanda mengangkat kopernya sendirian dari dalam mobil.
"Biar aku bawa koper kita, kau bawa saja punya Amanda."
"Bisa tolong sekalian antar ke dalam ruangan ku kan?"
Gulf harus menahan sabar, Amanda memang sedang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Tapi Gulf juga sadar jika Amanda memang sedang tidak baik-baik saja, mengingat penyakit apa yang Amanda derita, jadi tidak ada salahnya jika kali ini saja membiarkan Mew membantu Amanda.
Amanda pergi terlebih dulu ke dalam sebuah villa yang memang sudah mereka persiapkan untuk menginap saat proses syuting, yang di ikuti oleh Mew dibelakangnya yang membawa koper milik Amanda. Sedangkan Gulf masuk ke dalam villa sendirian dengan membawa koper berukuran sedang miliknya dan Mew.
"Gulf."
"Jim."
"Kau ikut dengan Mew?" Jimmy nampak senang saat melihat Gulf ada di lokasi syuting.
"Dimana Mew? kenapa kau membawa kopermu sendiri?"
"Mew mengantar Amanda ke kamarnya."
"Mengantar Amanda ke kamar? kau yakin hanya mengantar nya?"
"Kenapa? apa maksudmu?"
"Lupakan! junior sebentar lagi hadir jadi akan ku pastikan kedua orang tuanya tetap lengkap saat dia lahir."
Lanjut besok up nya ya😉
☀️🌻
Dia tau sesuatuThank you for reading🧚