••••
"Mew, menurut mu kapan aku harus kembali lagi ke rumah sakit?"
"Boleh aku mengatakannya?"
"Iyah katakan saja, kapan baiknya aku harus kembali bekerja."
"Sebaiknya kau pensiun saja ya?" saran Mew dengan penuh hati-hati karena takut Gulf marah akan usulan nya itu.
"Yang benar saja, aku ini masih muda tapi kau menyuruhku untuk pensiun," jawab Gulf dengan nada marah.
"Bukan begitu maksudku. Kau kan sedang mengandung, dan jika kau kembali bekerja nantinya kau akan cuti kembali dalam waktu dekat karena melahirkan dan setelah anaknya lahir kau akan kelelahan jika harus mengurus pekerjaan dan juga anak kita nanti."
"Tapi __"
"Gulf." Mew memegangi tangan Gulf sembari menyetir, "Aku tidak berniat menyuruhmu untuk melepas tanggung jawab atas pekerjaan mu, aku juga tidak bermaksud untuk membuat mu meninggalkan pekerjaan yang sangat kau inginkan ini, hanya saja aku tidak mau jika nantinya kau kewalahan dan bahkan kau mungkin tidak punya waktu untuk diri sendiri jika harus mendapat double job."
Gulf mengerti maksud dari ucapan Mew, tidak mau menyangkal karena mungkin itu benar adanya jika nantinya Gulf akan merasa lelah sendiri jika harus membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Mew yang melihat Gulf diam saja merasa bersalah karena tau jika menjadi seorang dokter adalah keinginan Gulf sejak kecil. Bahkan orang tuanya saja rela membiarkan Gulf menjadi seorang dokter dan mangkir dari harapan ayahnya untuk menjadi penerus di perusahaan kakeknya, hanya karena ingin membiarkan Gulf melakukan apa yang dia inginkan.
Tidak bermaksud untuk membuat Gulf lepas dari tanggung jawab juga melupakan identitas nya sebagai seorang dokter, hanya saja Mew menyuruh Gulf untuk tidak lagi bekerja di rumah sakit dan fokus saja pada satu hal.
Diam bukan berarti marah, tapi Gulf sedang memikirkan kebenaran tentang apa yang Mew katakan. Hingga saat sampai di rumah, Gulf masih diam tidak berbicara dan masuk kedalam rumah begitu saja menghiraukan Mew.
"Mew." Gulf berhenti saat di ruang tamu.
"Kenapa?"
"Sepertinya dompetku tertinggal di rumah ayah."
"Apa aku harus mengambilnya sekarang?"
"Tidak, aku hanya memberi tau saja." Tanpa ekspresi khusus Gulf berjalan begitu saja menuju kamar.
Mew merasa tidak enak pada Gulf, karena perkataan nya yang terkesan memerintah agar Gulf berhenti dari pekerjaannya malah membuat Gulf jadi diam seperti itu.
Menyusul Gulf yang pergi ke kamar, Mew merasa lelah setelah bekerja dan ingin sesegera mungkin merebahkan tubuhnya.
Setelah membersihkan diri dari kamar mandi, Mew bergegas menuju ranjang dan di lihatnya Gulf yang sudah terlelap tidur. Kedua sudut bibirnya melengkung tersenyum melihat akan pemandangan indah di hadapannya.
Gulf tidak terlihat seperti Gulf yang yang biasanya, wajahnya terlihat lebih polos dari hari-hari sebelumnya, bibirnya juga bertambah merah entah kenapa. Dan yang lebih mencolok adalah kulit wajahnya yang kini sedikit berminyak.
Mew menyingkap selimut dengan perlahan karena takut membangunkan Gulf. Namun saat setengah badannya telah tertutup selimut, Gulf berbalik mengangkat kepalanya dari bantal dan berpindah ke dada milik Mew.
"Mew."
"Kau belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur sebelum mengatakannya padamu."
"Mengatakan apa hm?"
"Aku sudah ambil keputusan. Kalau sekarang kau adalah suamiku, bukan begitu?"
Mew mengangguk pelan dengan posisi tertidur, "Lalu?"
"Lalu karena kau suamiku itu artinya aku harus menuruti semua keputusan mu, termasuk keputusan mu yang menyuruhku untuk berhenti bekerja dari rumah sakit. Sekarang aku sepenuhnya tanggung jawab mu, aku tidak perlu menghawatirkan hal lain, aku juga tidak lagi menginginkan hal lain selain kau dan junior."
Mew mengelus surai hitam Gulf yang ada di atas dadanya, tanpa gerakan lain seperti nya Gulf menikmati apa yang Mew lakukan.
"Kau yakin dengan keputusan mu? apa aku terkesan berlebihan padamu?"
"Tidak ada yang berlebihan dalam mencintai, kau menyuruhku berhenti bekerja karena khawatir, dan kau menghawatirkan ku karena kau mencintaiku kan?"
"Aku mencintaimu lebih dari apa yang kau pikirkan."
"Aku juga mencintaimu lebih dari apa yang aku ucapkan."
"Aku Mew supassit, mencintai mu Gulf kanawut." Gulf tersenyum saat Mew membisikan nya di dekat telinga, hingga membuatnya mengeratkan pelukan di atas tubuh Mew.
Salah satu kalimat yang paling indah adalah kata-kata cinta yang dibisikkan di telinga. Lembut juga membuat dada bergemuruh, kadang seperti memancing senyum di tengah dunia yang riuh, saat mendengar seketika hatinya seperti tenang dan teduh.
"Tidurlah, ini sudah malam." Saat tak ada jawaban lagi dari Gulf, Mew teringat akan sesuatu yang harus ia katakan.
"Gulf?"
"hmm?" suaranya terdengar berat karena memang Gulf sudah diambang kantuk.
"Jangan bangun malam-malam hanya karena ingin menginap di rumah ayah lagi."
"hmm, itu junior yang mau bukan aku."
Akhirnya mereka benar-benar tertidur dengan posisi saling memeluk satu sama lain. Gulf akan sangat nyenyak tertidur jika posisinya seperti itu, menjadikan dada Mew sebagai bantalan adalah hal yang paling ia sukai karena dengan itu Gulf akan merasa tenang sepanjang tidur.
Sedikit memberi tau, jika yang membuat Mew begitu kagum akan Gulf bukan tentang siapa Gulf atau tentang orang seperti apa Gulf itu, tapi karena nyamannya ada di saat dirinya dekat dengan Gulf.
Meski tidak ada hal yang Gulf lakukan, tapi Mew akan tetap betah berlama-lama saat di dekat Gulf, tidak tau apa yang berbeda dari Gulf, tapi Mew tidak pernah menemukan nyaman yang seperti ini pada diri siapapun.
Semua kekurangan Gulf terlihat istimewa di mata Mew, semua kelemahan Gulf diubah oleh Mew menjadi sebuah kelebihan untuk saling mencintai.
Se-menyebalkan dan seaneh apapun tingkah juga kekakuan Gulf, tapi bagi Mew itu adalah hal yang membuat nya semakin senang saat bersama dengan Gulf.
☀️🌻
Pisahkan antara putih dan berwarna!Thank you for reading🧚