••••
"Mew lepas! kau sudah sejak tadi seperti ini, aku gerah."
"Sebentar saja."
"Sebentar apanya, kau terus mengatakan itu dari tadi."
Semenjak Gulf memberitahu semuanya, Mew seperti tak mau lepas dari Gulf. Merasa kepanasan karena Mew terus memeluknya dari samping sedari tadi, Gulf hanya sabar menunggu sampai Mew mau beranjak dari posisi duduknya.
"Ini benar kan Gulf?"
"Kenapa? kau tidak mau mengakui nya? biar aku berikan saja pada orang lain." Gulf hendak beranjak dari duduknya, tapi Mew menarik tangan nya dengan cepat.
"Jangan, dia punyaku."
"Lalu kenapa kau terus menanyakan kalo dia milikmu atau bukan."
"Iyah maaf, aku terlalu senang hingga terus menanyakan hal sama berulang-ulang."
Mew menarik kembali tangan Gulf dan memposisikan Gulf agar duduk di atas kakinya.
"Kau akan terus memeluku seperti ini seharian?"
"Kenapa? kau keberatan?"
"Aku bisa mati kepanasan jika kau terus mendekap ku seperti ini seharian."
Mew melepas pelukannya dan menatap Gulf dengan nanar yang berkaca-kaca.
"Kau kenapa?" Gulf terheran melihat Mew yang seperti siap untuk menangis.
"Aku berat? biar aku duduk di samping mu saja."
"Tidak, kau tidak berat."
"Lalu kenapa kau seperti akan menangis?"
"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang? dia sudah berada di sini sejak satu bulan lalu, tapi kau baru mengatakannya sekarang."
"Maaf, aku tidak memberitahu mu dulu karena aku juga sempat tak percaya dan merasa ragu dengan hal ini."
Sejenak Mew terdiam, "Terima kasih."
"Untuk?"
"Untuk mau menjaga hatimu agar tetap untukku. Kau adalah versi cinta terbaik dari sekian banyaknya cinta yang telah hadir."
Gulf mengusap pelan air yang ada di ujung mata Mew. Baru kali ini Gulf merasa tersentuh hanya karena ucapan terimakasih, tidak ada orang yang bisa mengembalikan suasana hati Gulf dalam waktu singkat selain daripada Mew.