Suara lagu dari radio mobil terdengar sayup-sayup.
Kini mobil Gaza terparkir di bawah tiang lampu penerang tempat Nina duduk tadi.
Nina masih bersandar di kursi mobil dan memejamkan mata. Dengan begitu, dia berharap bisa mengurangi kecanggungan dalam mobil dan tidak ada yang mengajaknya bicara.
Strateginya berhasil. Setidaknya, Gaza dan perempuan bernama Riris itu mengobrol berdua dengan berbisik, tanpa sekalipun mengajaknya bicara.
"Ini bener cucunya Haji Rahmat?" tanya Riris.
"Ya," kata Gaza. Suaranya terdengar tak nyaman. Tak seperti Riris, Gaza pasti tahu Nina hanya pura-pura tertidur.
"Terus kita lagi nungguin siapa lagi sekarang?"
"Cucunya Haji Rahmat yang lain. Mungkin dia yang bawa mobil. Tadi aku tidak lihat mobilnya di parkiran dan GPSnya terakhir menyala di sini sebelum dimatikan."
Ah, pantas saja, Nina mencatat. Rupanya kini mobil mereka sudah dipasangi GPS, entah sejak kapan.
Yang jelas dua minggu yang lalu belum.
"Katamu, enak nggak jadi keluarga Haji Rahmat? Super duper kaya tapi tidak ada kebebasannya."
"Tergantung definisi kebebasan apa. Bulan lalu cucunya yang lain pesta liar di Bali dan berbuat kerusakan di villa mewah yang mereka sewa. Haji Rahmat menganti segala kerugian tanpa mengedipkan mata."
"Iya... bebas dalam segi itu sih jelas. Cuma..." Riris terdengar ragu meneruskan ucapannya.
"Jangan bilang apa-apa yang sekiranya kamu tidak berani katakan di depan orangnya langsung..." Gaza menasihati.
Suara Riris terdengar makin mengecil, hampir mencicit. "Kenapa, menurutmu cucu Haji Rahmat yang sedang duduk di kursi belakang ini tidak benar-benar tidur?"
"Hanya jaga-jaga saja..."
"Oh," kata Riris, terdengar lega. "Ya, maksudnya, kebebasan dalam semua hal kecuali dalam memilih pendamping hidup. Saklek banget pula..."
"Menurutmu kalau beliau lemah lembut, tenggang rasa, dan penuh toleransi, Haji Rahmat bisa jadi seperti sekarang ini?"
Nina ingin tertawa tapi menahan diri. Kesinisan dari suara Gaza terdengar amat jelas.
Sementara itu, Riris tertawa lepas.
"Bener juga sih. Tapi maksud aku ya, hukumannya nggak main-main. Kudengar, ada cucunya Haji Rahmat sampai kudu disuruh kuliah S2 di Thailand supaya pisah sama pacarnya dan dilarang pulang sebelum lulus karena paspornya disita dan dipegang orang kepercayaan Haji Rahmat. Itu baru pacaran doang lho, nikah aja belum tentu..."
"Hmm..."
"Eh aku ngomong gini bakal jadi masalah nggak ya."
"Ya kalau kamu yang baru dua tahun kerja di Rahmada Sejahtera Group aja sudah tahu mungkin semua sudah tahu kali... Rahasia umum."
"Mas Gaza kan lebih lama lagi kerja sebelum aku... tahu lebih banyak dong rahasia umum soal keluarga Haji Rahmat?"
"Aku sudah lama keluar juga, udah nggak update lah, apa yang aku tahu pasti sudah nggak relevan..."
"Tapi tetap aja, Mas Gaza tahu dong berarti apa kriteria orang yang dilarang dijadikan pasangan hidup keluarga Haji Rahmat, soalnya makin ke sini makin simpang siur."
Lagu dari radio mengalun, suara mesin yang berderum terdengar lembut.
Tidak terdengar jawaban dari Gaza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sick
RomanceNina tahu betapa keras kakeknya, H. Rahmat Rasyidin. Pria tua itu hampir bisa menoleransi semua kebrengsekan anak dan cucunya, tapi ada satu pantangan yang tidak bisa ditawar; pasangan mereka--sekadar pacar apalagi calon suami dan istri--harus mele...