Nina mulai merasakan tenggorokannya serak dan gatal. Dia batuk beberapa kali begitu turun dari mobilnya dan mulai berjalan memasuki rumah utama... Aroma Jakarta yang beraroma seperti asap dan polusi membuat hidungnya terasa makin gatal. Nina berdoa semoga hujan turun malam ini, udara biasanya selalu lebih bersih setelah hujan.
Nina mengecek mobilnya, baru pukul setengah tujuh malam... lumayan juga. Tadinya dia mau ke Jakarta selepas Asar, tapi akhirnya dia memutuskan untuk berangkat pukul 2 siang. Rindang memintanya bertemu--ada sesuatu yang perlu dia ceritakan. Beberapa waktu yang lalu, permintaan Rindang itu biasanya berarti, aku ingin kencan sama Ivan, tolong temani aku.
Kini, setelah Rindang putus dengan Ivan, Nina tidak tahu apa yang diinginkan Rindang darinya. Rindang juga menolak untuk memberitahu lewat telepon, dia berkeras agar Nina yang datang menemuinya.
"Mbak ke Jakarta aja dong, sekalian weekend di sini... lagi pada pergi semua , rumah sepi..."
Jadi Nina menurut.
Dia berjalan melewati jalan berkerikil, dan kembali terbatuk. Sambil jalan, Nina mengambil syal sutra dari tas kulit yang tersampir di pundaknya, lalu melingkarkan syal ke leher.
"Sedang sakit?"
Langkah Nina berhenti. Dia menoleh ke kiri, lalu berjalan mundur. Sosok itu setengah berdiri di kegelapan, dan saat melihat Nina berhenti melangkah, lalu berjalan keluar, ke jalan berkerikil yang sedang disusuri Nina.
Nina menatap Gaza.
Bagian depan rambut lelaki itu terlihat sedikit basah, kemeja panjangnya ditekuk hingga siku, dan Gaza datang dari arah utara rumah, tempat mushola kecil berada.
"Tidak juga, hanya batuk biasa..." Nina menjejalkan kedua tangannya ke kantung blusnya. "Kenapa Bapak ada di sini?" tanya Nina.
"Tentu saja bertemu dengan Mbak Nina... memangnya Rindang tidak bilang?" Gaza mengulurkan tangannya ke arah Nina.
Nina mundur, dan Gaza mengangkat tangan tanda menyerah. "Kalau cuma disampirkan begitu tidak cukup hangat untuk lehermu. Mbak Nina harus mengikatnya juga."
Nina menatap Gaza lekat. "Rindang tidak bilang apa-apa... dia ada di dalam kan? Memangnya kenapa Pak Gaza mau bertemu denganku?" tanya Nina, sambil mengikat syal sutranya. "Soal Ivan?" tebak Nina.
Gaza tersenyum tipis dan mengangguk. "Rindang khawatir karena dia menganggap Ivan jadi sengaja mendekatimu setelah Rindang memutuskannya..."
Nina menelengkan kepala. Dia tahu Rindang sangat perasa dan kekhawatiran Rindang bukan tanpa alasan; Nina sudah sampai taraf jengah dengan Ivan yang terus menerus mengajak Nina bertemu. Di Jakarta pula. Dan selain membicarakan soal Rindang, Ivan juga sedikit mengorek-ngorek soal masalah Nina pribadi, seperti, apakah benar-benar Haji Rahmat sama sekali tidak tergoyahkan soal dilarang-pacaran-dengan-pegawainya?
Nina tahu Rindang sudah memutuskan hubungannya dengan Ivan, kali ini for good. Nina menghormati keputusan Rindang itu. Meski Nina sudah berjanji dalam hati untuk membantu Rindang kalau Rindang mau tetap bersama Ivan, hal yang sama berlaku untuk sebaliknya; Nina akan membantu sebisanya kalau Rindang menyerah.
Termasuk jadi bemper untuk Rindang. Termasuk menyediakan diri dan waktu untuk mendengar keluh kesah dan curhatan Ivan, menjawab segala pertanyaan dan keresahan Ivan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sick
RomanceNina tahu betapa keras kakeknya, H. Rahmat Rasyidin. Pria tua itu hampir bisa menoleransi semua kebrengsekan anak dan cucunya, tapi ada satu pantangan yang tidak bisa ditawar; pasangan mereka--sekadar pacar apalagi calon suami dan istri--harus mele...