Kamar kosnya yang sekarang lebih luas dari kamarnya yang dulu saat dia tinggal serumah dengan Syahdan dan Rangga.
Tapi dulu, dia bisa menggunakan ruang bersama untuk menyimpan barang-barangnya. Kini semua barangnya ada dalam kamar dan jadinya sama saja.
Gaza duduk di atas tempat tidurnya. Kaki Gaza yang panjang terlipat dan memangku laptop. Di kepalanya masih ada handuk untuk mengeringkan kepala yang basah. Restoran tempat dia makan dengan Rangga tadi tidak terlalu jauh dari kosnya yang sekarang, tak sampai sepuluh menit. Tapi tadi di jalan hujan terlalu deras dan Gaza basah hingga ke pakaian dalamnya. Hal pertama yang dia lakukan begitu sampai ke kamar adalah mandi air panas dan mencuci rambut.
Hal kedua yang dia lakukan setelah itu adalah membuka laptop untuk mengirim Rangga uang sebanyak yang dia butuhkan.
Gaza masih menatap laptopnya dan kini menggosok kepalanya dengan handuk saat dia mendengar pintu kamarnya diketuk.
Dengan cepat, Gaza menutup laptop dan meletakannya di nakas. Dia lalu turun dari ranjang dan masuk kamar man juga menaruh handuk di gantungan di kamar mandi. Di depan kaca dekat kamar mandi, Gaza menyisir rambutnya sampai rapi. Gaza sudah mengambil dua langkah keluar dari kamar mandi sebelum dia kembali mundur dan membuka lemari kaca, mengambil botol parfum berwarna biru dan menyemprotkan isinya ke leher dan belakang telinga.
Kini yakin sudah siap, Gaza keluar dari kamar mandi dan melintasi kamar, lalu membuka pintu... dan mengembangkan senyum saat melihat Nina berdiri di hadapannya.
Gaza menggeser tubuhnya, memberi ruang untuk Nina masuk ke dalam kamarnya.
Nina masih diam di tempat, lalu mengendus udara. "Wangi banget."
Gaza menyeringai. "Suka nggak?" tanya Gaza. Tapi itu bukan pertanyaan, lebih ke arah menguji saja. Ini adalah parfum andalannya, yang sudah dia pakai lama, bahkan sudah dia pakai sejak tahun pertama bekerja.
Nina hanya menatap Gaza tanpa menjawab. Dia lalu masuk ke kamar Gaza dan Gaza mengambil pemberat dekat pintu, membiarkan pintu tetap terbuka. Nina sendiri langsung duduk di salah satu kursi dekat situ.
Kos tempat tinggal Gaza sebenarnya tidak punya aturan tertulis soal tamu lawan jenis, mungkin karena tidak ada yang terlalu peduli dengan urusan orang lain selama tidak menganggu ketenangan sesama penghuni.
Bangunan kos ini jenis bangunan dengan tinggi empat lantai, dapur bersama di tiap lantai, rooftop, jenis kos ekslusif mewah yang diperuntukkan untuk orang-orang yang menomorsatukan kenyamanyan.
Gaza sendiri memilih tinggal di sini karena dia menomorsatukan Nina; kos ini jaraknya hanya sepuluh menit jalan kaki rumah Mula.
Selama sebulan tinggal di sini, Nina sudah beberapa kali mampir. Gaza juga sudah beberapa kali terlibat dengan urusan keluarga Nina--membantu Nina membereskan barang-barangnya dari Selabintana, membantu kepindahan Hendra dan Aisha ke Selabintana, beberapa kali ikut makan malam dengan keluarga Mula, keluarga Gyan.
Sementara itu, Rindang kini sudah tidak lagi tinggal di rumah Mula. Seperti yang bisa diduga, keluarga Rindang dengan cepat mengetahui keadaan Rindang. Setelah itu, situasi berubah cepat--Rindang yang tadinya sempat memutuskan untuk membesarkan calon janinnya sendirian, dibantu Mula, Gyan dan mungkin Nina, terpaksa menuruti keinginan keluarganya untuk menikah.
Tapi menikah dengan Ivan adalah resiko yang tidak berani diambil keluarga Rindang, jadi entah bagaimana, mereka berhasil menemukan seorang lelaki yang mau menikah dengan Rindang. Setelah calon suaminya ada, mereka menghadap ke Haji Rahmat dan lelaki itu dengan senang hati merestui.
Urusan Rindang tidak selesai sesuai rencana semula, tapi setidaknya sementara ini selesai.
Gaza duduk di tepi ranjang dan menghadap Nina. "Sudah makan?" tanya Gaza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sick
RomanceNina tahu betapa keras kakeknya, H. Rahmat Rasyidin. Pria tua itu hampir bisa menoleransi semua kebrengsekan anak dan cucunya, tapi ada satu pantangan yang tidak bisa ditawar; pasangan mereka--sekadar pacar apalagi calon suami dan istri--harus mele...