Di detik-detik pertama ketika matanya terbuka, Nina sadar ini bukan rumahnya di Selabintana, juga bukan rumah tantenya....
Nina berusaha duduk namun kepalanya berputar. Mulutnya masam dan perutnya terasa seperti berlubang, lapar sekali, seperti sudah lama belum makan.... Di percobaan kedua, dia berhasil duduk, dan dia ada di sofa. Di depannya, meja yang permukaannya sampai tak terlihat karena terhampar aneka bungkus makanan dan sampah--kotak nasi dari sebuah restoran jepang cepat saji, kulit kacang, kaleng soda, gelas, bungkus keripik.... dan empat botol keramik tequilla.
Nina menatap meja itu dengan termangu, lalu pandangannya beralih ke sofa bed di depannya, tempat Hendra sedang tertidur dengan mulut sedikit terbuka dan mendengkur pelan.
Melihat Hendra, Nina akhirnya ingat dia ada di mana.
Semalam Hendra meneleponnya saat dia sedang di taksi setelah bertemu Gaza. Hendra terdengar sedang menangis dan meminta Nina mendatanginya. Nina sempat menawarkan untuk menjemput Hendra agar mereka bisa bicara di rumah tante Gyan saja, mengingat Nina juga sudah berjanji pada Aisha untuk pulang cepat.
Tapi Hendra memohon dengan sangat agar Nina tak bilang pada siapa-siapa soal pertemuan mereka.
Nina memahami perasaan Hendra--Hendra hanya takut orang lain kena masalah kalau ketahuan masih berhubungan dengannya.
Nina adalah satu-satunya saudara yang masih berani Hendra hubungi, mungkin karena merasa mereka berbagi nasib yang sama. Hendra juga bisa melihat betapa ganasnya Nina dulu ketika melawan kakek mereka demi mempertahankan hubungannya dengan Gaza.
Pada akhirnya, Gaza sendiri yang menyerah hingga Nina tidak bernasib sama dengan Hendra.
Tapi selalu ada hikmahnya, setidaknya kehidupan Nina jadi tidak seburuk Hendra. Dan Hendra bisa meminta tolong pada Nina yang mengurus Aisha.
Terutama karena Aisha mengalami keterlambatan tumbuh kembang dan secara ekonomi, Hendra tidak bisa memberikan yang terbaik pada Aisha. Apalagi kala itu, Aisha selalu dititipkan ke mertuanya tiap kali Hendra berangkat kerja.
Nina menyanggupi mengurusi Aisha, meski tak punya pengalaman melahirkan dan membesarkan anak. Nina percaya ketulusan hatinya cukup, kemauan belajarnya cukup, dan sisanya bisa dibereskan dengan uang: bantuan nanny dari yayasan babysitter premium yang sudah berpengalaman untuk menstimulasi anak-anak seperti Aisha, serta rutin terapi di klinik. Lalu untuk perasaan bersama keluarga; pegawai di Selabintana dan kini saat tinggal sementara di kediaman eyang tante, cukup bagi Aisha.
Kemarin malam setelah berbulan-bulan tanpa kabar dan mendadak menghubunginya, Nina mengira Hendra hendak membicarakan soal Aisha. Tapi saat Hendra memberikan alamatnya--sebuah apartemen padat dengan banyak menara yang sering masuk berita karena jadi lokasi penangkapan gembong narkoba, Nina tahu kalau Hendra bukan ingin membicarakan Aisha.
Rupanya Hendra sudah beberapa bulan lalu di-PHK dari kantor tempatnya selama ini bekerja. Selama ini, Hendra sudah menggunakan koneksinya, rajin mengirimkan lamaran baik lewat e-mail maupun aplikasi pencarian kerja, tapi belum dapat pekerjaan lagi.
Hendra mulai panik, dia sulit fokus. Satu-satunya yang ada dalam pikiran Hendra hanyalah, bagaimana kalau semua ini ulah kakeknya? Bagaimana kalau Rahmat Rasyidin bertekad untuk menghancurkan hidupnya?
Kalau boleh jujur, Nina merasa kalau kakeknya tidak seberkuasa itu... selama Hendra masih mencari pekerjaan di luar Grup Rahmada, selalu ada kemungkinan dia dapat pekerjaan. Alasan Hendra masih menganggur sampai sekarang mungkin simpel saja; ekonomi sedang lesu. Tak banyak lowongan yang terbuka, dan kalau pun ada, mungkin kualifikasi Hendra terlalu tinggi.
Tapi Hendra begitu yakin, nyaris paranoid, bahwa kakek merekalah yang berada di balik kemalangan hidupnya belakangan ini. Tak habis-habis Hendra memuntahkan segala keluhan hidupnya, diselingi tegukan minuman keras. Beberapa kali menangis lalu marah-marah, dan Nina duduk mendengarkan dengan tekun, mengangguk dan menggumamkan dukungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sick
RomansaNina tahu betapa keras kakeknya, H. Rahmat Rasyidin. Pria tua itu hampir bisa menoleransi semua kebrengsekan anak dan cucunya, tapi ada satu pantangan yang tidak bisa ditawar; pasangan mereka--sekadar pacar apalagi calon suami dan istri--harus mele...