On the train we swapped seats
You wanted the window
and I wanted to look at you
-
Mahmoud Darwish
🍂🍂🍂
"Nggak bisa," tandas Gaza cepat.
"Tapi cepat atau lambat aku akan kembali ke Thailand. Daripada kepergianku mubazir, kan sebaiknya dimanfaatkan?"
"Nin... Kamu bawa-bawa istilah 'mubazir' seolah-olah kita sedang bahas nasi sisa kemarin.. Kamu paham nggak sih apa yang kamu minta dari aku?" tanya Gaza, dia hanya menoleh sebentar ke arah Nina sebelum kembali memperhatikan jalan tol di depannya. "Dan apa maksudnya cepat atau lambat kamu bakal kembali ke Thailand? Kenapa harus kembali ke sana?"
Gaza dan Nina sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta setelah Gaza membantu Nina pindahan.
Barang-barang besar, isi lemari pakaian, sudah duluan dibawa mobil boks. Yang ada di mobil mereka hanya surat-surat penting dan identitas diri, laptop, satu koper besar, satu koper bagasi... Paspor, ijazah, laptop, baju, semua ada di sini....
Gaza bercanda kalau Nina mau, hanya dengan barang-barang di dalam mobil ini saja, Nina bisa pergi dan menghilang kemana saja.
Tapi Nina menganggap serius perkataan Gaza.
Dan sejak mereka mulai berangkat sampai sekarang, mereka sudah setengah perjalanan, dan Nina masih tidak mau melepaskan ide itu.
Gaza cukup paham penyebab Nina bersikap seperti ini dan Gaza berusaha bersabar.
Sejak Rindang dijemput keluarganya, Nina pernah tidak lagi sama. Gadis itu selalu gelisah. Lalu Aisha kembali tinggal dengan Hendra, dan Nina makin kehilangan tujuan.
Aisha memang tidak akan selamanya bersama Nina. Dan Rindang masih punya keluarga, ayah dan ibunya, tidak bisa begitu saja mengambil keputusan hidupnya sendiri seperti yang selalu dilakukan Nina.
Tapi lalu muncul desas-desus soal Rindang yang akan menikah dengan lelaki pilihan kakeknya.
Dan saat Gaza bersama Nina, Gaza makin sering melihat Nina membuka laptopnya, membuka Linkedin, membalas pesan di sana.
"Nin, kamu belum jawab pertanyaanku tadi... apa maksudmu cepat atau lambat kamu akan kembali ke Thailand?"
Nina yang tadinya sedang memandang ke luar jendela, menoleh. "Aku tidak mau lagi tinggal di sini. Aku ingin kembali tinggal dan bekerja di Thailand lagi."
Gaza mencengkeram setirnya dengan kuat sampai buku jarinya memutih. "Kenapa?"
"Untuk apa di sini? Toh kehadiranku juga tidak membawa perubahan apa-apa. Aku terus menerus melihat perlakuan aneh Atuk pada semua orang hanya karena apa yang terjadi dengan orangtuaku. Jiwaku rasanya makin sakit dan kerdil kalau lama-lama berada dekat keluarga besarku..."
"Bagaimana denganku?"
"Kenapa denganmu?"
"Aku nggak tahan kalau harus LDR," tandas Gaza.
"Kalau begitu kamu beruntung, karena kita nggak pacaran jadi kamu nggak perlu LDR..."
"Dalam kepalaku, kamu adalah pacarku."
"Kalau begitu yang salah kepalamu..."
"Kenapa sih jawabannya sadis gitu?"
"Nanti aku bakal izinin kamu," kata Nina tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Sick
RomanceNina tahu betapa keras kakeknya, H. Rahmat Rasyidin. Pria tua itu hampir bisa menoleransi semua kebrengsekan anak dan cucunya, tapi ada satu pantangan yang tidak bisa ditawar; pasangan mereka--sekadar pacar apalagi calon suami dan istri--harus mele...