19. The Two Founders

9.5K 1K 40
                                    

Sebelum Rangga masuk ke GSR, perusahaan ini bernama GnS, Gaza dan Syahdan. Disusun begitu karena sesuai abjad saja, karenanya Gaza sering bercanda, kalau Rangga masuk sejak awal, namanya pasti GRS bukan GSR.

Tapi Rangga tidak masuk sejak awal, dia baru masuk di tahun kedua. Saat itu, Rangga baru akan wisuda  S2, dan tadinya setelah lulus berniat kembali ke kampung halaman untuk bergabung dengan perusahaan tegel dan keramik milik keluarganya yang sedang maju pesat.

Saat sedang menunggu waktu wisuda itu, Syahdan mengontak Rangga dan mengajaknya makan siang, sambil bertanya yang intinya, apa rencana Rangga setelah lulus nanti?

Saat itu, Syahdan dan Rangga sudah sempat hilang kontak setahun, dan sejujurnya Rangga mengira Syahdan akan menawari Rangga 'bisnis' yang patut dipertanyakan, entah menggandakan uang, atau bisa kaya dalam waktu setahun dan punya yatch pribadi dalam waktu dua tahun. 

Untungnya, Syahdan menawarkan sesuatu yang meski tidak terlalu mengawang-awang, tapi justru lebih enak didengar Rangga; Syahdan mengajak Rangga bergabung dengan GnS sebagai pendiri dan penanam modal.

GnS sudah cukup besar, tapi keuntungan mereka belum cukup untuk berekspansi. Mencari modal lumayan sulit, ke venture capital jelas tidak bisa karena mereka bukan perusahaan teknologi. Ke konsorsium sulit karena mereka bukan perusahaan manufaktur. Ke bank, berujung bunga yang terlalu tinggi karena GnS tak memiliki aset nyata--sejauh ini bisnis mereka datang dari kemampuan berjejaring dan kegigihan merekrut pekerja untuk disalurkan.

Kalau pun ada yang berniat berinvestasi perseorangan, sulit juga menyamakan visi.  GnS dibuat karena cita-cita Syahdan punya perusahaan alih daya kebersihan dan keamanan yang memperlakukan pekerjanya dengan manusiawi dan profesional. Idealisme itu tidak akan bisa digadaikan untuk keuntungan yang setinggi-tingginya.

Jadi Syahdan menawarkan pada Rangga, kalau Rangga mau menanamnya sejumlah uang pada GnS, Syahdan dan Gaza (yang waktu itu tidak hadir) bersedia mengubah akta perusahaan dan memasukkan nama Rangga sebagai pendiri, sekaligus mengubah nama perusahaan mereka jadi GSR.

Rangga cukup mengenal Syahdan karena Syahdan  kakak kelasnya saat SMA dan kakak angkatannya saat kuliah. Dari Syahdan, Rangga kenal Gaza, yang waktu itu merupakan teman satu kos dengan Syahdan.

Tapi kenal saja rasanya tidak cukup untuk mempercayakan uang yang lumayan banyak pada orang lain. Jangankan kenalan---hubungan saudara pun bisa jadi ribet kalau sudah berurusan dengan uang.

Butuh waktu dua minggu bagi Rangga untuk berpikir. Kala itu pilihannya ada dua; mengambil jalan aman dan bergabung dengan perusahaan keluarga, atau mengambil resiko, menjual semua barang yang dia punya dan mungkin masih butuh untuk meminjam uang pada orangtuanya lalu bergabung dengan Syahdan dan Rangga.

Ketika akhirnya Rangga memutuskan untuk bergabung dengan Gaza dan Syahdan, kakak-kakaknya menyayangkan dan mengira Rangga kena gendam.

Tapi orang tuanya malah mendukung Rangga, bahkan dengan ringan memberikan pinjaman lunak untuk Rangga. Rangga kemudian jadi pemilik modal paling besar di antara pendiri GSR. Modal dari Rangga kemudian digunakan untuk membuka pusat pelatihan untuk tenaga sekuriti dan petugas kebersihan gedung yang jadi inti bisnis GSR. Karenanya Rangga mendapatkan uang bagi hasil paling banyak, sekaligus Rangga juga memiliki gaya hidup paling sederhana, karena dia ingin secepatnya melunasi utang pada orangtuanya.

Meski secara profesional Gaza, Syahdan dan Rangga menempati kedudukan yang setara, tapi secara pribadi, Syahdan dan Gaza jelas lebih dekat secara emosional. Rangga menyadarinya dan tak ambil pusing.

Love SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang