4. No Brainer

11K 1.3K 90
                                    

Haji Rahmat mungkin eksentrik—meminta dipanggil dengan julukan haji seolah dia pemilik restoran bebek goreng, bukan pengusaha pertambangan, sawit, alat berat dan aneka usaha raksasa lainnya.

Umurnya 62 tahun, tapi postur tubuhnya masih tegap dan berotot. Sepanjang masa dewasanya, Haji Rahmat sudah ratusan kali ikut marathon dan puluhan kali mengikuti triathlon. Di hampir semua gedung milik grup usahanya ada ruangan olah raga untuk pegawai, dari mulai gym mini maupun meja pingpong.

Haji Rahmat selalu mengatakan, kunci hidup sehat adalah punya istri satu. Soalnya kalau punya istri banyak-banyak, nanti tidak ada waktu buat olahraga.

Gaza masih ingat ketika istri Haji Rahmat meninggal dunia sedekade lalu. Kala itu, Gaza baru dua tahun bekerja di Ramada Teknik Perkasa, perusahaan penyewaan alat berat milik Haji Rahmat. Dia belum kenal kenal Haji Rahmat secara personal, yang dia dengar hanya soal istri pertama beliau, Nurul Arifah, Haji Rahmat yang meninggal mendadak karena serangan jantung di usia yang baru menginjak 52 tahun. 

Ribuan orang menghadiri upacara pemakaman beliau, dan Haji Rahmat tak pernah menikah lagi sampai sekarang.

Gaza sudah hampir lima tahun tidak bekerja lagi di grup perusahaan milik Haji Rahmat, dan ada banyak hal yang ingin dia lupakan selama masa kerjanya di sini. 

Tapi kalau ada satu yang selalu dia ingat, adalah betapa pentingnya olahraga.

Setelah mengantarkan Rindang dan Nina kembali ke rumah mewah milik Haji Rahmat, salah satu asisten pribadi Haji Rahmat meminta Gaza jangan pulang dulu. Gaza diminta naik lantai tiga, menunggu di kantor beliau.

Kini Gaza sedang berdiri di lemari kaca, tempat medali-medali marathon milik Haji Rahmat dipajang, berusaha membunuh waktu dengan membaca penyelenggara marathonya satu per satu. Setelah itu, dia bergeser ke dinding berisi foto-foto wisuda. Dimulai dari piagam tanda kelulusan dari ITB milih Haji Rahmat pada tahun 1987, lalu disusul barisan foto dan piagam wisuda anak, cucu bahkan cicit Haji Rahmat terpajang di sana. 

Dari mulai wisuda anak TK hingga wisuda Ph.D, dari mulai foto wisuda tahun 1990 hingga wisuda yang baru terjadi satu dua tahun ini.

Satu foto wisuda terlihat berbeda dari yang lain, paling kecil, hanya berukuran 5R saja, seolah orang yang menyetorkan foto itu tak ingin-ingin amat fotonya terpajang di dinding yang sama dengan saudara-saudaranya yang lain.

Tapi Gaza akan selalu bisa mengenali orang di foto itu meskipun dari kejauhan, meskipun dia melihatnya di kegelapan malam, meskipun dia harus melirik sembunyi-sembunyi dari spion tengah mobil.

Azizah Karenina Izzati

Chulalongkorn University, Class of 2018 Graduation. Master of Business Administration.

Nina mengenakan gaun wisuda berwarna putih, dengan aksen garis emas, kuning dan biru di tepian gaun. Dia membawa buket bunga berwarna biru, dengan backround kampus yang terlihat megah dan asri, pohon-pohon tua merindangi para wisudawan yang banyak terpencar di belakang Nina. 

Di foto itu, Nina tersenyum tipis.

Tanpa sadar, Gaza ikut tersenyum juga melihatnya.

"Pak Gaza!"

Gaza segera menghapus senyumnya dan memutar badan. Suara tawa Haji Rahmat membahana, dan Gaza kembali tersenyum, kali ini senyum karier, senyum formal, senyum ramah tamah.

"Pak Haji, apa kabar," kata Gaza, menyongsong Haji Rahmat dan menjabat tangan beliau.

Haji Rahmat mengenggam tangan Gaza erat dan mengguncangnya berkali-kali. Dia melihat Gaza dari atas hingga bawah dan ke atas lagi. "Waduh, sudah lama banget nggak ketemu, sibuk nih Pak Gaza. GSR makin maju aja, ayo mari duduk dulu..." 

Love SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang