Aya memasuki kelasnya yang masih sepi. Iya masih sepi. Dikarenakan ia berangkat pagi walaupun tak terlalu pagi. Sudah ada beberapa siswa di kelas itu termasuk ... murid baru itu.
Aya menatap Langit. Langit berada diposisi kepala ia letakkan diatas meja. Tas dan tangannya menjadi media bantalnya.
"Tangan gue gatal, rasanya pengen gue jambak tu rambut!" gerutu Aya.
Rambut Langit memang agak panjang. Maksudnya agak berponi dan sedikit berantakan. Heran, kenapa guru tidak ada yang menegurnya. Namun, alasan Aya sebenarnya adalah karena Langit yang ia sangka sengaja menginjak genangan air dan mengenai dirinya. Terlebih Langit yang pernah mengatakan akan membuatnya tidak tenang bersekolah disini.
"Hei! Ngelamun aja. Hati-hati," ucap seseorang. Aya terkejut lantas menoleh.
"Alvin! Serius, deh. Lo dari tadi bikin gue jantungan terus," kata Aya kesal.
"Sorry, gue nggak bermaksud. Gue lihat lo ngelamun sambil natap murid baru itu. Kenapa? Suka?" kata Alvin dengan nada seperti menyindir.
"Suka? Wah, tentu saja tidak bapak ketos. Jangan asal bicara," ujar Aya.
Alvin tersenyum. "Bagus, deh," gumam Alvin lirih.
"Lo bilang apa?" tanya Aya yang mendengar Alvin bicara.
"Oh, enggak. Nggak bilang apa-apa. Gue ke kursi dulu." Kata Alvin mengalihkan.
"Eitssss."
Aya menahan tas Alvin. "Paan?" tanya Alvin, ia mengernyitkan dahinya.
"Vin, coba, deh lo tegur murid baru itu. Siapa namanya? Langit. Lo liat rambutnya. Panjang," kata Aya setengah berbisik.
Alvin menatap Langit yang seperti sedang tidur. "Iya, nanti gue coba kasitau, tapi masih tidur tu orang. Ntar aja," kata Alvin sembari berjalan menuju kursinya.
Aya menghela nafas. Terserah, pikirnya.
Aya berjalan menuju tempat duduknya. Cowok disebelahnya ini sedari tadi memang tak bergeming. Sepertinya benar kalau ia sedang tidur.
Aya tak peduli, ia mengeluarkan buku dari dalam tasnya.
Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Aya menoleh pada cowok disebelahnya.
"Woy! Bangun woy, udah bel. Tidur mulu kerjaan lu!" kata Aya pelan supaya tidak terdengar yang lain.
Langit bergeming.
Aya beranjak dari duduknya, menghampiri Langit, "Woy! Langit, bangunnn! Udah bel!" Kata Aya agak keras.
Masih diam.
"Tidur apa pingsan, sih? Terus ni yang lain apa nggak ada inisiatif buat bangunin?" gumam Aya sembari melihat sekeliling.
"Aya," panggil teman Aya.
Aya menoleh.
"Mending lo jangan gangguin Langit, deh. Biarin aja, kalo dia bangun trus itu gara-gara lo, panjang ntar urusannya," jelas teman Aya yang bernama Ira.
"Emang kenapa?" Tanya Aya bingung.
"Mending jangan," ucap Ira penuh penekanan.
Tapi sepertinya Aya tak peduli. Ia menepuk-nepuk bahu Langit menggunakan buku. "Anak baru, banguuun! Udah bel." Aya masih bersikeras membangunkan Langit.
Brak!
Langit bangun dan dengan cepat langsung menggebrak meja. "Banyak omong!" bentak Langit, ia menatap tajam Aya. Aya terdiam, ia shok dengan apa yang terjadi.
Aya terperanjat kaget, ia sampai mundur. Seluruh siswa menatap mereka.
Langit berdiri cepat hingga kursinya mundur kebelakang, ia mendekati Aya. Aya mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Langit
Teen FictionCAHAYA LANGIT Deskripsi Bukan tentang cahaya langit, melainkan tentang seorang gadis yang bernama Cahaya yang pindah ke sekolah elit karena mendapatkan beasiswa. Bagaimana siswa yang pindah karena mendapatkan beasiswa? Terkadang di bully karena stat...