Cahaya Langit 23

3 0 0
                                    

Terkadang, cinta itu hadir dengan bermacam-macam alasan.
Namun, cinta terbaik ada cinta kepada Sang Maha Pencipta.

_Cahaya Langit_

Happy Reading ...

***

Satu bulan Aya telah menjadi guru les Langit. Malam ini, dikamarnya, Aya sibuk dengan materi-materi pelajaran ekonomi karena ia terpilih mengikuti kompetisi sains.

Pagi tadi saat mereka sedang upacara, kepala sekolah mengumumkan siswa-siswi yang akan mengikuti kompetisi sains.

Aya sedang berusaha untuk lulus kompetisi dan melanjutkan ke tingkat provinsi, dan tingkat provinsi lanjut ke tingkat nasional.

Aya termasuk siswi yang cukup ambisius soal pendidikan. Saat ini, Aya tengah berusaha meraih beasiswa dan bisa melanjutkan kuliah.

Aya juga sudah memiliki teman di sekolah. Aulia. Gadis itu tulus dan baik.

Tak dipikirkannya soal Alvin yang tiba-tiba berubah. Meski terkadang merasa sedih. Karena Alvin yang sering membelanya saat tak ada yang menemaninya disekolah.

Ting!

Fokus Aya teralihkan. Menatap kesal pada ponsel yang ia letakkan diujung meja belajar. Namun tetap mengambilnya.

Langit

Ya, kenapa gue dipilih kompetisi?

Gue nggak bisa.

Dari gue TK sampai SMA kelas dua. Mana pernah gue ikut kompetisi kayak gitu. Minat aja enggak.

Gimana belajarnya? Apa yang harus gue pelajari.

Bisa nggak, sih gue kabur?

Awas lo nggak ngajarin gue

Nggak usah ketawa! Gue tau lo baca ini pasti ketawa

Woy!

Aya tersenyum tipis. Ia membalas pesan Langit.

"Belajar yang penting."

Setelah terkirim, Aya mematikan ponselnya. Tak ingin mengganggu konsentrasi belajarnya.

***

Langit berjalan cepat kala melihat Aya yang sedang berjalan di koridor.

"Woi! Cahaya!"

Aya membalikkan badannya. Terkejut. Di koridor ada yang memanggilnya dengan suara nyaring seperti itu.

Langit menatap Aya tajam. "Lo emang bener -bener, ya. Sok seleb banget, kenapa lo nggak bales chat gue? Pas jawab singkat banget!" kesal Langit.

Aya menghel nafas. Jika biasanya ia akan langsung emosi, maka Aya berusaha untuk sabar. Apalagi ini Langit, ia tak ingin berlebihan dalam berbicara.

"Gue sibuk belajar," jawab Aya datar.

Langit terdiam. Aneh, pikirnya.

"Lo kenapa, Ya? Aneh banget. Nggak usah sok cool, lah. Nggak cocok!"

Aya menatap Langit tajam. "Pagi-pagi nggak usah bikin emosi!" Aya langsung pergi meninggalkan Langit yang terpaku.

"Kepalanya udah sembuh atau belum?" gumam Langit.

***

Langit duduk santai di kantin. Ia memakan roti dan teh hangat. Sudah seperti orang Eropa, ya?"

Langit mengedarkan pandangan sambil menggigit rotinya. Sekolah ini sangat bagus, namun ia sendirian. Sebenarnya, ada saja yang bicara atau menyapa Langit. Namun, hanya sekedar itu, tidak mengajak kumpul atau nongkrong.

Cahaya LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang