Terjatuh semakin dalam. Tanpa memperdulikan pegangan yang bisa diraih untuk kembali bangkit. Hanya berpegang pada sesuatu yang apabila semakin erat digenggam, maka akan semakin menyakitkan dan menjatuhkan. Tanpa disadari semakin jauh dan tak terlihat. Sebuah seni menyiksa diri. Apakah itu berharap pada manusia?
_Cahaya_
***
"Astaghfirullah," ucap Aya lirih, ia mengalihkan pandangan.
"Langit cuma bersikap baik, Aya. Jangan kebawa perasaan," gumam Aya lirih.
"What? Lo ngomong apa?" Langit hanya mendengar ketika Aya bicara 'kebawa perasaan'
Aya gelagapan. "A-a-apa, sih, kepo banget," ketus Aya. Aya kembali berusaha menyuap nasi ke mulutnya.
Langit merengut. Ia pun kembali menyantap makanannya. Matanya celingak-celinguk mencari keberadaan adik Aya.
"Ya, adik lo mana?"
Aya menggeleng lemah. "Nggak tau, katanya bentar doang," jawab Aya pelan.
Mereka makan dengan tenang. Sampai Aya menaruh bungkus nasi goreng yang belum habis nasinya di kursi.
Sedangkan Langit sudah habis dari tadi.
"Dihabisin, Ya," ucap Langit.
Aya menggeleng. "Kenyang."
Dari kejauhan, Langit melihat Nisa yang berjalan cepat menuju kearah mereka.
"Itu adek lo," ucap Langit membuat Aya melihat kearah yang dituju Langit.
"Assalamu'alaikum," ucap Nisa begitu sampai.
"Wa'alaikumussalam," jawab Aya dan Langit.
"Darimana?" Aya sudah tidak bisa bicara banyak.
"Nisa tadi beli minyak kayu putih. Terus sekalian beli teh anget diluar, buat kakak," kata Nisa.
Aya tersenyum. "Ya Allah ... senja-senja kamu keluar buat beli ini?"
"Nggak papa, Kak."
"Makasih, ya."
Tak berselang lama, Azan Maghrib berkumandang.
"Alhamdulillah," ucap Aya dan Nisa.
Keduanya memutuskan untuk sholat Maghrib terlebih dahulu.
Aya berdiri dengan sempoyongan. Langit ikut berdiri.
"Langit, ini udah Maghrib. Lo nggak pulang? Nanti Bi Inah khawatir, kami nggak papa," ujar Aya melihat Langit.
Langit tak menjawab. Ia hanya menatap Aya. Udara di Rumah Sakit semakin dingin karena sudah senja. Langit sebenarnya sudah mengirim pesan pada Bi Inah tentang keberadaannya, jadi Bi Inah tidak khawatir.
"Orang waktunya sholat, lo nyuruh pulang. Gue juga mau sholat," gerutu Langit.
"Maaf."
Langit melihat Aya sekilas. Kenapa gadis itu?
***
Mereka sholat berjamaah di mushola Rumah Sakit. Tidak hanya mereka bertiga, ada beberapa orang yang juga sholat.
Aya menangis dalam do'anya. Ia berdo'a kepada Allah. Aya memohon keselamatan Hana.
Selesai sholat, kondisi Aya tidak selemah tadi. Meskipun masih menggigil.
Nisa, Langit dan Aya kembali ketempat semula. Aya dan Langit yang masih mengenakan seragam membuat mereka cukup menjadi pusat perhatian.
Aya memejamkan matanya. Kenapa lama sekali operasinya?
Aya merasa nafasnya panas ketika ia menghembuskannya. Dirasakan suhu badannya menaik meskipun dirinya merasa dingin.
Langit ternyata memperhatikan gerak-gerik Aya. Dikeluarkannya jaket kain berwarna merah marun dari tasnya kemudian memberikannya pada Aya.
"Pake ini," ucap Langit. Mau tidak mau Aya membuka matanya, melihat Langit sekilas kemudian melihat jaket yang sudah berada didepannya.
Aya hanya diam.
"Dipake. Jangan bikin khawatir orang lain," ujar Langit. Aya menatapnya.
"Adik lo dari tadi khawatir. Apalagi liat kondisi lo kek gini. Nggak sedih apa?" lanjut Langit.
Aya mengalihkan pandangannya menatap Nisa yang hanya memperhatikan interaksi keduanya. Nisa memang pendiam, terlebih ketika ada orang asing didekatnya, ia segan untuk berbicara banyak.
Aya mengambil jaket yang berada di tangan Langit pelan. Kemudian mengenakannya.
"Daripada lo kek gini terus pingsan, mending lo periksa. Mumpung di Rumah Sakit," kata Langit.
Aya yang baru saja selesai memakai jaket kembali menatap Langit?
"Gue anterin. Biar Nisa yang tunggu disini," lanjut Langit.
"Iya, Kak. Kakak periksa aja dulu. Nisa nunggu disini, sambil nunggu Ibu. Nanti Ibu sedih kalau liat kondisi Kakak kayak gini," kata Nisa setelah lama terdiam.
Aya tetap bergeming.
"Nggak usah ngeyel, Ya. Sakit itu harus berusaha diobatin, bukan di diemin!" tegas Langit.
Aya menghela nafas pelan. Kemudian beranjak. "Ayo," ucapnya pelan.
"Nisa tunggu disini, ya." Suaranya berubah serak.
"Iya, Kak."
Aya dan Langit berjalan beriringan. Namun Aya tetap berusaha membuat jarak supaya mereka tidak terlalu dekat. Langit berjalan pelan. Mengimbangi kecepatan Aya.
Aya tidak terlalu lemas ketika berjalan. Hanya pusing. Karena ia sudah makan tadi. Nasi goreng yang dibelikan Langit di depan Rumah Sakit.
Sesekali Langit menoleh melihat Aya yang hanya diam tidak mengucap sepatah katapun.
Rasanya aneh melihat gadis disebelahnya mendadak diam seperti ini. Aya memang bukan gadis bar-bar dan terlalu cerewet. Tapi galak dan tidak takut dengan siapapun.
Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit besar yang dipilih Putra untuk operasi Hana. Biaya operasi sampai perawatan ditanggung oleh Putra. Dan Langit mengetahui itu.
Ia tak sengaja mendengar percakapan Ayahnya dan Aya ketika ia selesai mengajar Langit pada hari pertama.
"Ya, besok Ibu kamu harus ke Rumah Sakit. Om sudah pilihkan."
"Tapi Om, Rumah Sakit besar banget, biayanya pasti mahal banget."
"Nggak papa, yang penting Ibu kamu sehat dulu. Tapi kamu harus bertahan jadi guru les Langit."
"Serius nggak papa om?"
"Iya."
"In Syaa Allah saya akan berusaha bertahan. Terimakasih udah bantu saya dan Ibu saya, Om."
Langit sempat ingin memaki dan memarahi Aya karena hal itu. Namun ia urungkan sebab ia tak ingin menuduh orang sembarangan.
Langit memutuskan untuk mencari tahu informasi tentang Aya lewat bodyguard yang dipilihkan Ayahnya untuk menjaganya.
"Rey, gue minta lo buat cari tahu tentang kehidupan cewek yang namanya Aya. Lo pasti kenal, cewek yang pernah lo liat nampar gue di sekolah."
"Kenapa, Lang?"
"Pokoknya cari tau aja. Tapi, lo jangan kasitau Papa, kali ini aja."
Langit mendapatkan informasi tentang Aya. Dimana gadis itu tinggal, dengan siapa. Bahkan kemana ia sering pergi.
Namun, ia pun mengorek informasi dari Bi Inah. Langit memaksa Bi Inah sampai Langit ingin menangis. Pada akhirnya Bi Inah terpaksa mengatakan yang sebenarnya.
Itulah mengapa Langit mengetahui alasan sebenarnya Aya ingin menjadi guru lesnya.
Memang konyol. Langit menyadari hal itu. Tapi memang ia ingin tahu supaya tidak terjadi kesalahpahaman dan berakhir menuduh gadis itu.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Langit
Teen FictionCAHAYA LANGIT Deskripsi Bukan tentang cahaya langit, melainkan tentang seorang gadis yang bernama Cahaya yang pindah ke sekolah elit karena mendapatkan beasiswa. Bagaimana siswa yang pindah karena mendapatkan beasiswa? Terkadang di bully karena stat...