Cahaya Langit 24

2 0 0
                                    

Aya memperhatikan barang-barang itu.

"Nggak mungkin Langit itu ... Kakak," gumam Aya.

Aya segera menepis pikiran itu. Ia menghela nafas. Kembali ia tutup kotak itu dan menyimpannya diatas lemari. Kembali membuka buku untuk mempelajari materi di sekolah tadi.

***

Kamar berantakan, lemari acak-acakan. Langit tengah mengobrak-abrik isi lemari lantaran sedang mencari jaket kesayangannya.

Ternyata jaket itu berada diujung lemari. Saat ia mengambil jaket tersebut, ternyata dibaliknya ada sebuah kotak berukuran kecil disana. Langit memperhatikan kotak itu kemudian mengambilnya.

Langit menjatuhkan jaketnya ke lantai, tidak peduli. Ia mengamati kotak itu, kini ia duduk dipinggir kasur.

Diusapnya kotak kecil itu. Langit mencoba mengingat kepingan kenangan yang membuat dadanya sesak. Sepuluh tahun lalu, ia meninggalkan seorang gadis kecil berusia enam tahun dengan tubuh gemuk itu dengan penuh penyesalan.

Langit membuka kotak itu. Berisi coretan tangan yang masih acak-acakan. Sebuah gantungan kunci yang sudah usang.

"Cahaya," gumam Langit lirih.

Pandangan Langit mengabur, menandakan akan ada hujan tangisan. Meski masih kecil, ia ingat bagaimana sedih dan kecewanya gadis itu. Ia ingat bagaimana ia harus terpaksa mengikuti Ibunya untuk pindah.

"Langit, kamu itu laki-laki! Kenapa temenan sama perempuan? Mana dekil begitu!"

Kata-kata itu terus terngiang. Ibunya tidak setuju Langit kecil harus berteman dengan Cahaya. Langit pendiam memang tak memiliki teman.

Banyak teman yang mengejeknya karena Langit berteman dengan perempuan. Bahkan tak sedikit yang mengejek postur tubuh Cahaya yang saat itu gemuk.

Namun, hal itu tak membuat Langit berhenti berteman dengan Cahaya. Mereka tetap berteman, bahkan sudah seperti kakak dan adik.

Hingga pada suatu hari, Langit kecil kecelakaan karena berusaha menolong Cahaya. Mobil melaju kencang kearah gadis itu.

Cahaya berguling dan Langit yang tertabrak karena tak sempat menghindar.

"Kakak!"

Jeritan Cahaya itu yang terakhir Langit dengar sebelum ia tak ingat apa-apa.

"Kamu udah bikin anak saya celaka! Pergi kamu!"

"Jauhi anak saya! Jangan pernah mendekati Langit lagi!"

Ibu Langit yang mengetahui hal itu lantas menyalahkan Cahaya. Ia menangis dan terus memarahi Cahaya. Ia tak terima. Hingga kurang lebih tiga bulan Langit sadar. Sikapnya berubah pada Cahaya.

Sampai Langit datang ke rumah Cahaya dan memberikan barang-barang itu dan mengatakan akan pergi. Cahaya langsung menangis, ia langsung memeluk Langit.

Ia sangat menyayangi Langit. Langit pun demikian, namun ia harus pergi dengan Ibunya.

"Kamu dimana Cahaya?" gumam Langit. Ia mengusap air matanya kasar kala ponselnya bergetar.

Langit segera memasang jaket yang ia jatuhkan di lantai dan pergi lewat jendela.

***

Aya mengernyit heran. Pasalnya ponselnya berdering. Dan nama Aulia tertera disana.

"Assalamu'alaikum," ucap Aya setelah menggeser tombol hijau.

"Wa'alaikumussalam," ucap Aulia.

"Ada apa?"

"Temenin aku, yuk!" ajak Aulia.

Cahaya LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang