Cahaya Langit 26

1 0 0
                                    

Ada yang bertanya apakah Aya masih berjualan kue atau tidak? Jawabannya iya. Atau ada yang bertanya berapa penghasilan dari menjadi guru les Langit? Cukup banyak.

Setiap minggu, Aya diberikan gaji oleh Putra. Entah itu full mengajar Langit atau tidak. Penghasilannya sekitar dua juta per minggu.

Aya sampai hampir menolak lantaran menurutnya uang itu sangat banyak. Sedangkan ia hanya mengajari Langit, itupun terkadang tidak full seminggu karena ada kendala.

"Kata papa gue buat berobat Ibu lo, terima pokoknya."

Putra memang tidak pernah pulang. Ia sedang mengurus perusahaan yang berada diluar kota. Ia menyuruh Langit yang memberikannya pada Aya.

***

Aya sibuk memasak untuk makan siang. Hari ini ia pulang sekolah lebih cepat dari biasanya lantaran guru-guru sedang ada rapat.

"Nak." Aya melihat ke sumber suara. Rupanya Hana memanggilnya.

"Iya, Bu?" Aya kembali fokus pada ikan goreng di wajan.

Hana berjalan pelan menuju meja makan. Ia tak bisa lama-lama berdiri, Hana sedang berlatih berjalan tanpa kursi roda.

"Ibu kenapa kesini? Nanti kaki Ibu sakit," kata Aya.

Hana tersenyum. "Latihan, Ya. Biar kaki Ibu terbiasa jalan." Hana menatap putrinya.

"Ibu hati-hati."

Aya memindahkan ikan goreng yang sudah matang itu ke piring. Kemudian menata sayur yang sudah ia masak sebelum menggoreng ikan tadi.

"Alhamdulillah," ucap Aya.

"Alhamdulillah," ucap Hana lirih.

Aya segera mengambil piring kemudian mengambil nasi. Ia letakkan piring itu didepan Hana.

"Ibu makan yang banyak, ya. Aya mau panggil Nisa dulu," kata Aya. Hana mengangguk seraya tersenyum.

Mata Hana mengembun. Ia terharu. Hana sangat bersyukur mempunyai putri seperti Aya dan Nisa.

"Alhamdulillah Ya Allah," ucap Hana.

Setelah makan siang, Aya dan Nisa membereskan peralatan makan. Hana sudah kembali ke kamar, punggungnya merasa sakit. Aya melihat jam di dinding.

"Astaghfirullah! Udah jam dua. Kakak telat ke rumah Langit!" pekik Aya.

Nisa terkejut, "Kakak langsung berangkat aja. Biar ini Nisa yang urus," kata Nisa.

Aya mengangguk. "Kakak berangkat dulu, dek. Assalamu'alaikum," ucap Aya.

"Wa'alaikumussalam, hati-hati, Kak," jawab Nisa.

Aya berjalan cepat ke kamarnya. Ia menyambar totebag berisi alat tulis. Ia tak membawa mukena lantaran di masjid depan rumah Langit disediakan banyak mukena.

Aya sebenarnya sudah siap dari tadi. Namun ia tak sadar jika sudah pukul dua.

Aya mengambil bungkusan berisi kue yang ia buat ketika baru pulang sekolah. Aya berlari dan meraih sepeda yang ditemukan oleh warga setelah ia dihajar preman.

Aya membawanya ke bengkel samping rumahnya. Dan sepeda kesayangannya sudah bisa dipakai sekarang.

Lima belas menit Aya baru sampai di rumah Langit. Ia melihat Langit yang duduk di gazebo. Apakah ia menunggunya?

Aya menepuk jidatnya. Kalau nggak nunggu, ngapain dia duduk disana?

"Assalamu'alaikum," ucap Aya ketika sampai didepan gazebo.

Cahaya LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang