Cahaya Langit 10

2 0 0
                                    

"Bella!"

Kedua gadis yang saling tatap itu mengalihkan pandangannya. Menatap ke arah sumber suara.

Alvin berjalan menghampiri mereka. Lelaki dengan seragam putih abu-abu yang dilapisi jas almamater, rambut yang dipotong rapi dan wajah yang putih bersih membuatnya terlihat tampan dan berwibawa.

"Lo ngapain ngomong kayak gitu?" Tanya Alvin datar.

Bella mencebik. "Yang mana? Ohhh, maksud lo yang Aya saking nggak ada yang mau sampai deketin Langit pake teknik jadi guru lesnya?" kata Bella menatap Aya sinis.

Alvin menatap Aya sejenak, kemudian kembali menatap Bella.

"Bella, Bella. Lo kenapa, sih suka banget ngurusin hidup orang? Sok tau kehidupan orang, buat apa coba?" kata Alvin datar namun menusuk di hati Bella.

Bella menatap Alvin tajam namun terlihat berkaca. Aya hanya memandang keduanya dengan bingung.

"Ini kok jadi mereka yang kek mau berantem?" batin Aya.

"Buat apa? Langit itu pacar gue. Jelas gue marah kalau ada cewek yang nekat deketin dia," jawab Bella menantang. Sebenarnya tenggorokannya tercekat karena menahan air mata yang hendak keluar.

Tiba-tiba Aya pening. Ia muak dengan ini.

"Tapi lo nuduh dengan seenak jidat lo. Lo pikir enak dituduh?" sahut Alvin.

"Lo nggak terima gitu? Cewek yang lo suka gue tuduh?" tanya Bella pelan.

Raut wajah Alvin yang semula santai tiba-tiba terkejut. Ia melirik Aya yang rupanya juga terkejut.

"Gue nggak sembarangan nuduh. Gue udah paham cewek modelan kek dia. Mendekati Langit dengan dalih menjadi guru lesnya. Cih!" ujar Bella sinis.

"Bella, lo-"

Alvin tidak melanjutkan kalimatnya karena Bella tiba-tiba pergi.

Mendadak suasana menjadi canggung. Alvin merasa tak enak karena Bella mengatakan bahwa dirinya menyukai Aya.

"Ya," panggil Alvin ragu.

Aya yang semula menatap kepergian Bella menoleh.

"Sorry. Bella keterlaluan. Gue juga minta maaf," ucap Alvin.

Aya bingung, "Ngapain minta maaf? Sans aja," ucap Aya.

"Tapi ... lo bener jadi guru les Langit?" tanya Alvin yang memang sedari tadi sudah penasaran.

Aya mengangguk.

"Kok bisa?"

"Ada sebabnya. Tapi bukan yang dituduhkan Bella ke gue. Sama sekali nggak pernah terlintas dipikiran gue buat ngedeketin Langit. Sorry aja," kata Aya santai.

"Apa ... sebabnya?" tanya Alvin membuat Aya melihat kearahnya.

"Privasi," jawab Aya singkat.

Alvin mengangguk. Ia paham, Alvin tak ingin mencari tahu lebih dalam, orang juga punya privasi, begitu juga dirinya. Ia tak ingin memaksa Aya mengatakannya kecuali jika Aya memang ingin mengatakannya.

Saat Aya hendak melangkah, ia kembali teringat dengan perkataan Bella.

"By the way. Itu yang Bella omongin tadi beneran?" tanya Aya penasaran. Bukan terbawa perasaan.

Alvin langsung gugup. Ia berdehem lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Mengalihkan pandangan. Mencoba untuk terlihat biasa saja.

"Yang mana?" tanya Alvin datar.

Aya terdiam sejenak, kemudian melihat ke arah Alvin. "Nggak jadi, gue ke kelas dulu. Thanks, ya," ucap Aya kemudian berlalu.

Alvin menghela nafas lega. Ia menatap punggung Aya yang berjalan menjauh.

***

Langit berjalan santai menuju kelas. Sesampainya di kelas, ia melihat Aya yang sudah duduk anteng dengan mata fokus membaca buku.

Serius sekali sampai tidak memperhatikan sekitar. Langit menatapnya, ternyata gadis itu tidak seperti yang ia pikirkan. Ia pikir Aya adalah gadis yang sok, menyebalkan, suka marah-marah, bawel, suka mencari perhatian, dan terlalu mementingkan harta seperti yang pernah Langit jumpai sebelumnya.

Langit tidak begitu mengenal Aya. Namun, entah mengapa Langit merasa bahwa Aya bukanlah gadis yang seperti itu.

Dengan langkah pelan Langit berjalan menuju bangkunya sambil sesekali matanya melirik Aya yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya.

Kriiiiiiinggggggg

Aya menutup bukunya kala mendengar suara bel. Ia menoleh dan mendapati Langit yang tengah menatapnya.

Terkejut? Sudah pasti.

"Apa?" tanya Aya jutek.

Langit tersadar, kemudian mendelik. "Dih!" Langit kembali menatap ke depan.

Aya menatap sinis Langit kemudian ikut menatap ke depan.

Pelajaran pertama ekonomi. Membahas akuntansi. Tak seperti sebelumnya Langit akan tidur dan tidak memperhatikan. Kali ini ia mulai tertarik dengan penjelasan gurunya.

Aya menoleh sejenak kemudian tersenyum tipis. "Anak rajin."

Bersambung ...

Cahaya LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang