Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya” [13. HR ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (no. 486 dan 487) dan ar-Ruyani dalam “al-Musnad” (2/227), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaadiitsish shahiihah” (no. 226).]
Sumber :https//muslim.or.id
***
Seperti biasa, Aya berkeliling berjualan kue setelah pulang sekolah dan bersih-bersih. Kali ini, Aya membawa kue yang lebih banyak dari biasanya lantaran Putra yang memesan dalam jumlah banyak.
Jika biasanya Aya akan senang. Namun, setelah tau bahwa Langit tinggal disana membuatnya enggan. Tapi Aya sadar ia tidak boleh seperti itu.
Kaki Aya melangkah masuk saat satpam yang berada di gerbang rumah itu mempersilahkannya masuk. Namun, langkahnya berubah pelan saat netranya melihat dua orang yang saling bercanda dan tertawa bersama di teras rumah itu.
Langit dan Bella.
Aya tetap melangkah dengan terus menatap keduanya. Seolah ingin melihat ekspresi mereka saat melihat keberadaannya.
Raut wajah Aya tetap datar ketika kedua sejoli itu sudah melihatnya.
"Ekhem. Bi Inah ada?" tanya Aya.
"Ada. Kenapa?" tanya Langit ketus.
"Boleh tolong panggilkan?"
"Hh ... Aya, Aya. Lo pikir lo itu siapa? berani nyuruh Langit. Lagian yang lebih pantas disuruh-suruh itukan elo," sahut Bella sinis sembari memindai penampilan Aya dari kepala hingga kaki.
Aya menunduk sejenak untuk melihat penampilannya. Apa yang salah? Pakaiannya sopan dan ... tertutup. Aya mengenakan rok plisket hitam dengan atasan kaos berwarna krem dipadukan sweater berwarna biru. Dan mengenakan kerudung lebar berwarna hitam.
"Aya," panggil seseorang. Aya mendongak lalu tersenyum melihat siapa yang memanggilnya.
Putra menghampiri Aya.
"Om, ini kuenya. Sesuai pesanan om kemarin," kata Aya sambil membuka penutup wadahnya.
Bi Inah keluar membawa beberapa piring.
"Langsung di piring aja, Ya," sahut bi Inah. Aya menyusun kue-kue itu di piring dan Bi Inah membantunya.
Putra menatap Bella dan Langit bergantian, "Kalian masuk!"
Langit melotot, "Tapi pa-"
Bella langsung memegang Langit. Langit menatapnya. Raut wajah Bella mengisyaratkan bahwa Langit jangan membantah.
"Iya, om," ucap Bella. Langit hanya menurut. Ia masuk diikuti Bella.
Putra kembali menatap Aya yang hanya terdiam melihat mereka, dan juga ... bingung.
"Aya, bisa om bicara sama kamu sebentar?" tanya Putra.
Aya sedikit tersentak. Namun ia tetap mengangguk sopan. "Iya, om," jawab Aya.
Putra mengajak Aya duduk di kursi yang kemarin Aya duduki. Aya menurut, sesekali ia menatap Bi Inah yang tersenyum padanya.
"Bi, sini duduk sama kami," ujar Putra.
"Nggak usah, Tuan. Saya disini saja," kata Bi Inah merasa tidak enak.
"Bi."
Bi Inah menurut saja karena Putra memaksa.
Putra menatap Aya. "Aya, om mau bertanya. Apa sekarang ibu kamu harus di operasi?" tanya Putra tiba-tiba.
Tentu saja Aya bingung, bagaimana Putra bisa tau? Dan darimana dirinya tau?
"Om tau dari Bi Inah," lanjut Putra saat melihat raut wajah bingung yang ditunjukkan Aya.
Aya menatap Bi Inah yang tersenyum canggung. "Maaf, Ya," ucap Bi Inah.
"Maaf Aya kalau om bertanya seperti itu. Tapi sebenarnya om pengen menawarkan pekerjaan," kata Putra. Putra sebenarnya mengetahui kalau Aya memerlukan biaya yang cukup besar untuk membawa Hana ke rumah sakit. Namun, Putra ingin langsung menyampaikan tujuannya.
"Pekerjaan apa om?" tanya Aya.
"Nggak sulit. Om hanya pengen kamu kerja sebagai guru les Langit di rumah," jawab Putra santai.
Aya terkejut. Apa? Guru les Langit? Bahkan Langit seperti memusuhinya. Bagaimana ia bisa?
***
"Apa? Papa serius?" tanya Langit terkejut.
"Sejak kapan papa bercanda," ujar Putra santai.
Langit memegang kepalanya. "Pa, kenapa harus Aya? Lagian ngapain Langit pake acara les segala?" Sungguh, Langit tak habis pikir dengan ayahnya.
Putra menatap Langit. "Kamu nggak sadar? Lihat nilai-nilai kamu. Anjlok semua, merah semua. Ditambah kelakuan kamu yang sering melanggar aturan sekolah. Mau jadi apa kamu? Apa guru mau meluluskan kamu kalau begitu? Bahkan sebenarnya guru nggak mau kamu nggak lulus, tapi emang nilai dan perilaku kamu yang begitu membuat mereka berpikir ulang!"
"Tapi, Pa. Percuma kalau ada guru les, mereka nggak betah ngajarin Langit."
"Itu karena kamu yang jahil! Kamu sengaja buat mereka nggak betah!" kata Putra.
Langit terbelalak. Darimana Putra tau?
Bi Inah!
"Pa, plisss. Langit nggak mau kalau Aya yang jadi guru les Langit," kata Langit memelas.
"Papa nggak peduli. Keputusan papa sudah bulat!" tegas Putra kemudian berbalik dan pergi meninggalkan Langit.
***
Aya terdiam di meja belajarnya. Pikirannya terus terngiang dengan perkataan Putra tadi sore.
Gaji yang Aya peroleh jika bersedia menjadi guru les Langit tidak sedikit. Itu banyak. Putra juga bersedia akan membiayai perawatan ibunya.
Awalnya, Aya ingin menolak. Namun ia juga terdesak. Ibunya harus segera mendapatkan perawatan medis yang tepat, mengingat kondisinya sekarang. Jika mengandalkan hasil dari berjualan kue, hasilnya tidak menentu. Ditambah Aya dan Nisa yang juga harus sekolah. Tidak ada yang merawat Hana ketika mereka sedang sekolah.
Aya memutuskan untuk menerima pekerjaan itu. Menjadi guru les Langit.
"Bismillah," ucap Aya.
Aya mencoba untuk berusaha sekarang. Ia terus berdo'a dan berusaha. Dan Aya pasrahkan semuanya kepada Allah.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Langit
Novela JuvenilCAHAYA LANGIT Deskripsi Bukan tentang cahaya langit, melainkan tentang seorang gadis yang bernama Cahaya yang pindah ke sekolah elit karena mendapatkan beasiswa. Bagaimana siswa yang pindah karena mendapatkan beasiswa? Terkadang di bully karena stat...