Langit memukul kepalanya pelan. Bisa-bisanya dirinya minta maaf begitu. Biasanya juga tidak.
Langit merutuki dirinya. Sebenarnya dirinya ini kenapa? Kemana Langit yang sombong, gengsi dan bodoamat?
"Tapi nggak papa, sih. Lagian gue emang udah keterlaluan tadi. Yaaa wajarlah gue minta maaf. Kecuali kalo dia emang kek gitu," ujar Langit bicara pada dirinya sendiri.
"Tapi gue kek aneh banget. Harga diri lo mana, Langit!" Langit kembali bicara
Langit mengerang frustasi.
***
Pukul tujuh malam, Aya sedang duduk disebelah ranjang Hana seraya membaca Al-Qur'an. Hana sedang tidur setelah makan dan meminum obat.
Aya dan adiknya sering berada di rumah sakit untuk menemani ibunya. Mereka tidak mungkin meninggalkan Hana disini.
"Assalamu'alaikum," ucap Nisa pelan seraya memasuki ruangan.
Aya menghentikan bacaannya, ia menutup Al-Qur'an nya dan kembali meletakkan diatas nakas. Menatap adiknya.
"Wa'alaikumussalam," jawab Aya pelan.
"Kak, makan dulu," ucap Nisa seraya meletakkan dua bungkus plastik berisi nasi kucing beserta beberapa sate yang ia beli diseberang Rumah Sakit.
Aya menghampiri Nisa dan duduk di sofa. "Beberapa hari di rumah sakit, kamu betah nggak?" tanya Aya sambil membuka bungkusan nasi.
"Mmm ... Alhamdulillah, kak. Nisa betah aja," jawab Nisa.
"Alhamdulillah," ucap Aya.
"Dek, In syaa Allah, besok Ibu udah operasi, berdo'a, ya semoga operasi Ibu lancar," kata Aya menatap Nisa dengan mata yang berkaca-kaca.
Nisa meletakkan kembali sate berupa telur puyuh ke tempatnya. Mengusap punggung tangan kakaknya.
"Aamiin. Kakak jangan khawatir, ya. In syaa Allah operasi Ibu lancar. Nisa pasti do'a," kata Nisa lembut.
"Aamiin," ucap Aya. Suaranya serak menahan tangis.
Aya sudah menceritakan semuanya pada Nisa dan Ibunya bahwa ia bekerja sebagai guru les. Dan Putra yang membiayai perawatan sampai operasi Ibunya.
Awalnya Hana menolak, namun bukan Aya jika tidak memaksa.
***
Langit berangkat terlambat. Ia membujuk Pak Bimo untuk membuka pagar. Namun, Pak Bimo tidak membukanya. Terjadilah adu mulut didepan gerbang sekolah.
"Pak, plissss ... bukain pintunya, dong. Saya terlambat cuma lima menit, Pak," pinta Langit dengan raut wajah memelas.
"Nggak bisa. Peraturan tetap peraturan. Terlambat tetap terlambat. Kesepakatan tetap kesepakatan. Setiap siswa yang terlambat tidak diizinkan masuk. Inilah peraturan sekolah ini!" tegas Pak Bimo.
"Pak ...." Langit terus berusaha membujuk Pak Bimo untuk mengizinkannya masuk.
Aneh sekali. Dulu, jika sudah terlambat seperti ini, Langit akan senang dan pergi menuju markasnya. Kenapa sekarang sikapnya seolah-olah anak teladan?
Apa karena sudah tidak ada teman dan markasnya lagi?
"Permisi Pak Bimo," sapa seseorang. Pak Bimo dan Langit melihat ke sumber suara.
"Iya, Alvin? Belum masuk kelas?" tanya Pak Bimo ramah.
Langit langsung memutar bola matanya. Giliran sama Alvin aja ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Langit
Teen FictionCAHAYA LANGIT Deskripsi Bukan tentang cahaya langit, melainkan tentang seorang gadis yang bernama Cahaya yang pindah ke sekolah elit karena mendapatkan beasiswa. Bagaimana siswa yang pindah karena mendapatkan beasiswa? Terkadang di bully karena stat...