Bab 13

3.2K 271 18
                                    

Part 21-24 sudah terbit di Karyakarsa.

Kini tibalah saatnya makan siang bersama. Leon dan Liona berada dalam satu meja dengan Caesar, Anne, dan Luvia. Leon menyapa Caesar dengan hangat.

"Selamat datang, Ayah,"kata Leon.

Caesar tersenyum semringah. Bagaimana pun pernikahan Liona dan Leon sudah terjadi. Di sisi lain, Caesar sènang karena ternyata menantunya memiliki bisnis yang luar biasa. Jika ia mengalami kendala, paling tidak ia bisa meminta bantuan menantunya tersebut."Sebuah keberuntungan memiliki menantu seperti Anda, Tuan Leonel Hiraeth Jayantaka."

Anne dan Luvia terperangah melihat Caesar yang begitu bersemangat. Tampaknya pria itu sangat senang Liona menikah dengan Leon.

"Sebuah anugerah besar bisa menikahi putri Anda Liona Cassandra, Tuan Caesar. Saya sangat mencintainya." Leon mencium tangan Liona di hadapan semua orang.

Liona tertunduk malu. Ia tidak menyangka Leon akan menunjukkan perasaanya secara terang-terangan.

Anne tertunduk dengan rasa kesal.

Anne menegakkan badannya dan berusaha tersenyum."Lalu~kapan kalian berkenalan. Bagaimana cinta ini bisa terjalin?"

"Aku tak sengaja melihat Liona di sebuah pesta. Aku tertarik pada pandangan pertama. Sejak itu bayangan wajahnya selalu memenuhi pikiranku. Sangat sulit menemukan keberadannya, itu membuatku sedikit frustrasi. Syukurlah Ibu Luvia menghubungi Kakak. Lalu, Kakak~memberi kabar ini padaku. Karena sangat mendadak dan harus memberi keputusan saat itu juga, maka Kakak yang melamar Liona untukku,"jelas Leon panjang. Hal itu membuat Anne semakin cemburu.

"Tetapi, meminta Kakakmu datang itu sangat tidak gentleman bukan?" Anne tertawa kecut,"seharusnya kau yang datang sendiri melamar Liona. Atau kau yang meminta Kakakmu agar menyerahkan Liona padamu?"

Raut wajah Leon berubah. Matanya menyoroti Anne tajam."Bukankah sudah kukatakan bahwa Ibu Luvia mendesak kami? Jika Ibu mengabulkan permintaan kami untuk menunggu selama dua minggu. Tentu saja aku yang akan datang secara langsung."

Leon menatap anggota keluarga Liona satu persatu dengan tajam."Sepertinya kalian keberatan dengan pernikahan kami."

"Itu tidak mungkin. Kami sangat bahagia memiliki menantu dari keluarga ini. Saya merasa terhormat,"kata Caesar yang kemudian memberi kode pada Anne agar tidak banyak bicara.

"Syukurlah kalau begitu. Saya senang mendengarnya. Selamat menikmati pemandangan di Desa ini. Saya akan membawakan beberapa botol anggur yang kami produksi sendiri. Mari bersulang." Leon mengangkat gelasnya ke arah Caesar. Keduanya bersulang dan menikmati hidangan.

Usai makan, pesta masih saja berlangsung. Tamu undangan masih saja berdatangan turut memeriahkan hari itu. Liona dan Leon berdansa dengan mesra. Hati Anne semakin terbakar.

"Aku benci mereka!" Anne menghentakkan kakinya, kemudian mengasingkan diri.

Pesta berlangsung sampai sore. Lalu, semua tamu undangan berkemas untuk pulang. Sementara Anne hanya duduk tanpa melakukan apa pun.

"Anne!kemasi barangmu. Kita akan segera pulang!"kata Luvia yang sudah rapi dengan kopernya.

"Aku tidak mau pulang,"jawab Anne dengan nada kesal.

"Jangan gila, Anne. Kau mau apa di sini?" Luvia membelalakkan matanya.

"Aku ingin menjadi selingkuhan Leon."

Luvia memutar bola matanya."Kau mau menjatuhkan harga dirimu? Kau ingin menyamakan kedudukanmu seperti Liona?" Wanita paruh baya itu memegang kepalanya."Lihatlah, sayang, anakmu tidak mau pulang." Luvia memanggil suaminya.

"Aku sangat menyukai Leon. Aku tidak rela jika Liona yang mendapatkannya. Jika itu harus anak Ayah,kenapa bukan aku saja."

Caesar menarik napas panjang. "Masih banyak pria di dunia ini, Anne. Aku punya satu kenalan yang lebih dari Leon. Jika kau tidak mau pulang, urus saja dirimu sendiri. Mereka juga tidak akan menerimamu."

"Ayah harus menjodohkanku dengannya. Tidak boleh gagal lagi,"kata Anne dengan mata berkaca-kaca.

"Tentu saja. Kau juga harus menjaga sikap. Bersikaplah sebagaimana seorang putri bangsawan. Dengan begitu kau akan mudah mendapatkan hati mereka."

"Baik, Ayah." Anne mengalah dan segera mengemasi barangnya. Akhirnya mereka pulang tanpa berpamitan. Namun, pelayan sudah memberikan oleh-oleh yang sudah disediakan Leon untuk orang tua Liona.

Rumah kembali sunyi. Liona sedang bersiap-siap untuk pindah ke kamar barunya. Leon masuk ke kamar Liona untuk menjemput istrinya itu.

"Kenapa kamu belum ganti pakaian?"

"Aku harus menemui Ayahku dulu." Liona berniat menemui keluarganya secara pribadi sebelum mereka kembali.

Leon mengusap pipi Liona sembari tersenyum."Mereka sudah pulang."

"Bagaimana mungkin? Kami belum bicara apa pun." Liona terlihat bingung. Padahal ia ingin bicara sedikit dengan Ayahnya. Atau paling tidak Ayahnya mengucapkan sesuatu untuknya.

"Mereka sudah pergi, sayang, tanpa berpamitan. Sepertinya mereka kesal."

Liona tertunduk sedih."Maafkan apa yang mereka lakukan. Seharusnya mereka berpamitan."

Leon memegang kedua pundak Liona."Tidak apa-apa, sayang. Itu tidak penting. Yang penting adalah kamu ada di sini bersamaku."

"Baiklah."

"Ayo kita pindah ke kamar~hmmm~atau kita kembali ke hutan?"goda Leon.

Liona menatap Leon dengan lembut."Ke mana pun kamu pergi, aku akan mengikutimu~sayang."

Tubuh Leon merinding mendapatkan panggilan sayang dari Liona. Ia mengigit bibir bawahnya, kemudian mencium bibir Liona."Aku belum mengajarimu cara mencintaiku bukan?"

"Aku sudah mencintaimu."

Leon bersedekap."Terdengar tidak tulus!"

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Apa kita harus ke hutan lagi agar aku bisa leluasa mengajarimu?"

"Mungkin~"balas Liona,"Apakah kamu tidak bisa mengajariku kalau ada di rumah ini? Bagaimana kalau perpustakaan?"

Leon menyeringai mendengar nama perpustakaan. Ia baru teringat akan sesuatu. Ia meraih tangan Liona."Ayo kita ke perpustakaan. Ada hal menarik di sana."

Liona mengikuti langkah Leon dengan cepat. Keduanya memasuki perpustakaan. Selama Liona di sana, ia tidak melihat sesuatu yang menarik.

Leon menarik sebuah lemari dengan keras. Di baliknya ada sebuah pintu menuju ke suatu tempat.

"Ada ruang bawah tanah lagi?"

Leon menggeleng."Tidak, ada sesuatu yang menarik. Aku akan mengajarimu cara mencintaiku di sana."

Napas Liona tertahan saat melewati lorong gelap. Setelah berjalan beberapa meter, terlihatlah seberkas cahaya yang semakin lama semakin membesar. Mereka tiba di alam terbuka. Saat tiba di ambang pintu, gemercik air terdengar cukup keras. Pencahayaan yang ada hanya berasal dari obor.

Liona menganga sampai menutup mulutnya."Kenapa ada air terjun dan sungai? Ini sama sekali tidak terlihat dari dalam."

"Sudah didesain dengan sempurna. Ini air terjun buatan, jadi tidak terlalu besar. Tapi, cukup menyenangkan untuk bermain di sini."

"Apakah ini pemberian Kakak juga?"

"Ya. Selain bisa membuat hutan dan danau, dia juga memberikanku air terjun." Leon tersenyum penuh arti. Ia berdiri di belakang Liona dan memeluk wanita itu dari belakang."Di sini cukup dingin bukan?"

Liona mengangguk."Iya."

"Oleh karena itu~mari ciptakan kehangatan." Leon meremas kedua gundukan kenyal milik Liona dan menenggelamkan wajahnya di lekukan leher wanita tersebut.

❤❤❤

EROTIC NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang