Bab 4

4.2K 331 24
                                    

Ketika bangun di pagi hari, Liona pikir kejadian semalam adalah mimpi. Namun, ketika ia mendengar suara tawa Darren di bawah menepis semua pikirannya. Kejadian ini memang nyata, ia akan dibawa pergi pagi ini setelah sarapan. Liona memijit pelipisnya.

"Nona, ayo kita bersiap." Amy muncul di balik pintu.

"Ah, iya maaf aku bangun terlambat." Liona memang sulit tidur semalam usai memasukkan barangnya ke koper. Ia bergegas mandi dan turun. Sementara para asisten rumah tangga membawa koper-koper ke mobil yang akan mengantarkan pasangan tersebut.

"Ah, Liona sudah rapi. Kau cantik sekali pagi ini,"kata Luvia.

Liona tersenyum tipis. Ia melihat Darren sedang bersantai di sofa."Apa hari ini aku akan benar-benar pergi dan tak kembali?"

"Tentu saja kau bisa kembali untuk menjenguk keluargamu,"kata Darren.

"Ah, iya benar  Liona. Datanglah sesekali jika kau tidak sibuk,"kata Anne.

"Kalau begitu, kita langsung sarapan saja karena kalian harus segera berangkat,"kata Caesar.

Liona sudah benar-benar pasrah. Sekalipun pria itu adalah jodohnya. Dia terlihat baik dan hangat. Meskipun ia terlihat seperti perokok aktif. Ada sedikit bau asap rokok saat ada di dekatnya.

Waktu sarapan pagi berlalu begitu cepat. Akhirnya ia harus benar-benar pergi. Sebelum berangkat Darren kembali mengajak Caesar bicara.

"Kami harus membawa Liona ke Wilayah perkebunan keluarga. Ada banyak pekerjaan yang harus kami selesaikan. Pernikahan tidak akan langsung dilaksanakan. Mungkin dua minggu sejak saat ini. Biarkan kami yang mengadakan acaranya. Kalian hanya datang dan memberi restu di hari itu. Kami akan mengirimkan undangannya."

Luvia tertawa kecil. Ada nada bahagia yang terselip di sana."Jangan khawatir. Kami pasti akan datang di hari bahagia putri kami. Terima kasih sudah melamar Liona. Jaga putri kami yang berharga ini dengan baik.".

Liona tertawa dalam hati saat mendengar ucapan Luvia. Ternyata wanita paruh baya itu sangat manis jika berbicara. Orang yang baru kenal pasti akan tertipu olehnya.

"Liona hati-hati di jalan, ya. Kau harus menurut dan berbakti pada suamimu nanti. Jadilah anak baik yang membanggakan orang tua." Luvia memeluk Liona dengan bahagia. Sementara Anne tampak tersenyum puas di dekat Luvia.

"Jadi, aku harus pergi sekarang?" Liona masih sulit mempercayainya.

"Iya. Keluarga Jayantaka ingin kau ikut dengannya secepat mungkin. Kami akan datang dua minggu lagi di hari pernikahan kalian." Caesar menjawab dengan tegas,"sekarang pergilah."

Tubuh Liona lemas seketika. Jadi, tujuan utamannya adalah membuatnya pergi dari rumah ini dengan pria yang tak dikenal. Dari tingkah lakunya, sepertinya Darren bukanlah pria yang diidamkan banyak wanita. Namun, Liona masih melihat keramahan pada wajahnya. Bagaimana jika setelah ini akan terjadi sesuatu padanya. Liona mulai cemas.

"Ayo, Liona,"kata Darren.

Mereka mengantarkan Liona dan Darren ke mobil. Semua melambaikan tangan dengan bahagia. Tak ada pelukan maupun tangisan. Semua melepaskannya begitu saja. Seokah-olah Liona bukanlah darah daging Caesar. Sementara Liona mulai murung di dalam mobilnya. Mobil mulai berjalan menjauh.

"Kau boleh melakukan apa pun yang kau suka. Katakan apa pun yang kau butuhkan  jangan sungkan,"kata Darren dari bangku depan. Saat ini, Darren memilih duduk di sebelah sopirnya dan membiarkan Liona duduk sendiri. Ia ingin wanita itu lebih leluasa.

"Terima kasih. Berapa lama perjalanan yang akan kita tempuh?"

"Cukup lama. Kita akan tiba di sana sore hari. Kau boleh tidur. Di belakangmu ada keranjang makanan. Makanlah kalau kau lapar, katakan kalau kau ingin buang air."

"Iya, terima kasih,"ucap Liona. Sejauh ini ia menilai Darren adalah prìa yang bisa menghargai orang lain. Semoga saja pria itu tak berunah ketika mereka tiba di sana.

Liona tak tahu apakah ia bisa jatuh cinta pada Darren atau tidak. Namun, setidaknya kali ini ia bisa benar-benar keluar dari rumah itu. Liona melirik Darren yang sedang tertidur. Ada suara dengkuran halus yang terdengar.

Liona membuang pandangannya ke luar jendela. Ia benar-benar dibuang ke tempat yang mereka inginkan. Jika sudah begini, ia tidak akan tinggal diam. Ia akan membahagiakan dirinya setelah menikah nanti. Apa pentingnya perasaan. Yang penting ia bisa terbebas dari neraka.

"Ah, sudahlah~yang penting aku bisa makan dan tidur dengan tenang. Memang apa pentingnya perasaan." Liona tersenyum lebar,"selamat tinggal orang-orang jahat, aku berjanji akan hidup bahagia."

Perjalanan itu benar-benar panjang. Karena bosan, Liona tertidur sepanjang perjalanan. Lalu, ia terbangun saat mobil sedikit terguncang. Ia membuka mata dan melihat mereka sudah memasuki jalanan desa. Ia benar-benar di sebuah pedesaan. Di sebelah kanan dan kirinya terdapat kebun anggur. Suasananya sangat sejuk dan menenangkan. Sepertinya Liona akan betah tinggal di sini.

"Liona~"Dareen menoleh ke belakang.

"Ya?"

"Ini adalah kebun anggur keluarga kita. Kami mengelolanya dengan baik, dan untuk saat ini bisnis inilah yang sedang berkembang pesat. Kuharap kau mau belajar sedikit tentang bisnis keluarga."

"Baik, aku akan belajar,"jawab Liona cepat.

"Nanti akan ada yang mengurusmu selama di sini, ya, seperti asisten pribadi,"kata Darren lagi.

"Sepertinya tidak buruk,"gumam Liona yang masih memandangi kebun anggur yang luas,"apakah semua ini milik keluarga Darren?"

Mereka tiba di sebuah rumah kayu yang sangat besar dan megah. Liona tak percaya kalau ternyata ada rumah semewah ini di pedesaan.
Begitu turun dari mobil, Liona disambut oleh satu wanita paruh baya, satu wanita muda,dan satu pria paruh baya.

"Selamat datang, Tuan dan Nona."

"Liona, ini Tracy,"tunjuk Darren pada wanita paruh baya,"ini Adeline dan ini Lukas. Selama tinggal di rumah ini, mereka yang akan membantu dan membimbingmu."

"Salam kenal, nama saya Liona." Liona memberi salam dengan sopan.

"Tolong bawa Liona ke dalam dan urus dengan baik. Ajarkan banyak hal padanya agar terbiasa dengan aturan dan kebiasaan keluarga."

"Baik, Tuan."

Darren menatap Liona."Liona, mereka akan mengantarmu ke kamar. Tinggallah dengan tenang dan nyaman. Jika butuh apa pun, katakan saja dengan mereka. Kau boleh melakukan apanpun dengan izin mereka, tidak perlu meminta izin denganku. Aku harus ke pabrik sekarang karena ada masalah di sana."

"Baik, Darren. Terima kasih dan hati-hati di jalan,"kata Liona.

Darren hanya mengangguk dan kembali masuk ke mobil. Debu jalanan beterbangan seiring dengan kepergian mobil tersebut.

"Ayo, Nona, kami antar ke kamar,"kata Adeline dengan hangat,"Anda pasti capek setelah perjalanan jauh."

"Ini pertama kalinya aku melakukan perjalanan jauh. Terima kasih sudah membantu,"balas Liona. Sejujurnya ia memang sangat lelah dan ingin berbaring di kasur. Semoga saja tidak ada kegiatan yang harus ia lakukan malam ini hingga ia bisa istirahat sepuasnya.

❤❤❤

EROTIC NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang