Part 25

1.8K 201 4
                                    

Tiga hari berlalu, Liona masih berada dalam rumah bawah tanah karena masih ketakutan. Sebenarnya ia sudah ingin kembali ke rumah utama. Ia harus memimpin rumah itu selama Darren dan Leon pergi. Namun, Liona masih butuh waktu untuk melakukan itu semua.

"Sayang~"

Suara sosok yang Liona rindukan terdengar. Liona merasa ini adalah ilusi karena ia sedang sangat merindukan suaminya. Namun, ia merasakan belaian di kepalanya. Mata Liona terbuka, lalu ia tersentak dan secara spontan memeluk Leon.

Leon tersenyum dan mengusap-usap punggung Ĺiona."Maaf aku datang terlambat."

Liona menggeleng dalam pelukan Leon."Yang terpenting kau sudah kembali."

"Maaf meninggalkanmu cukup lama. Lalu, kau mengalami hal yang buruk. Kau sampai mengurung diri karena takut." Leon memeluk Liona erat. Ia sangat bersyukur karena Liona bisa selamat dari kejadian menakutkan itu. Ia sangat berterima kasih pada Damian, walau pria itu sangat menyebalkan.

"Bagaimana keadaanmu? Apa baik-baik saja?" Liona menatap wajah suaminya yang terlihat lelah.

"Aku baik-baik saja, sayang. Tapi, Kakak jatuh sakit. Aku hanya mengantarkan Kakak pulang agar istirahat." Darren terlalu keras saat bekerja. Ia mengerahkan segala tenaga dan waktunya untuk menyelesaikan masalah ini sampai jatuh sakit.

"Hanya mengantar Kakak pulang? Artinya kamu akan pergi lagi?" Raut wajah Liona kembali murung.

Leon mengangguk pelan."Iya. Tapi, aku tidak akan langsung pergi. Aku akan ada di sini selama beberapa hari."

"Aku ingin ikut ke sana." Liona terisak,"aku tidak bisa berdiam diri di sini."

"Tenanglah dulu, ya. Kita bisa bicarakan nanti."

Liona mengangguk pelan.

"Sudah, sebaiknya kita temui Kakak dulu." Leon bangkit dan membantu Liona bangkit juga,"tapi, dibandingkan itu sebaiknya kita mandi lebih dulu."

"Apa kita akan kembali ke rumah utama?"

"Tidak. Di rumah hutan saja. Kau sudah tidak keluar dari sini selama tiga hari. Apa kau tidak ingin melihat matahari?" Leon terkekeh.

"Aku terlalu takut." Liona dan Leon pergi ke rumah yang ada di hutan dan keduanya berendam di kolam mandi bersama. Airnya cukup dingin karena belakangan ini cuaca sedang tidak bagus.

Leon menatap Liona dalam-dalam.Kau terlihat kurus. Apa kau tidak makan?"

"Aku hanya makan sedikit. Selera makanku berkurang,"jawab Liona.

"Kau harus tetap sehat, kau adalah kekuatanku saat ini, Liona. "

"Maafkan aku, Leon. Aku~janji setelah ini tidak akan murung lagi. Aku akan bersemangat."

Leon tersenyum kemudian memeluk Liona.  Beberapa saat kemudian ia melumat bibir sang istri dengan lembut. Ia merapatkan tubuhnya sembari menggesekkan tubuhnya secara perlahan.

"Kau tidak lelah melakukan ini?"bisik Liona saat ciuman mereka terlepas.

Leon menggeleng."Mana mungkin aku lelah. Ini adalah hal yang kutunggu dan kutahan selama beberapa hari. Aku tidak akan membiarkan kesempatan ini lewat begitu saja."

Leob mencumbu setiap inchi tubuh Liona, kemudian menyatukan miliknya karena ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Ia menghunjam beberapa kali dan semua selesai dalam beberapa saat saja. Ini karena ia menahannya dalam waktu beberapa hari. Baginya itu cukup lama.

Setelah selesai mandi, keduanya kembali ke rumah utama untuk melihat keadaan Darren. Pria itu tengah terbaring lemah, wajahnya terlihat pucat. Di dalam kamar ada Adeline yang sedang merawatnya.

"Kakak~" sapa Liona.

Darren berusaha tetap tersenyum meski tubuhnya terasa lemas."Liona, syukurlah kau baik-baik saja. Aku sangat khawatir mendengar kabar perampokan itu."

"Iya, Kak. Semua menjagaku dengan baik. Apa yang Kakak rasakan saat ini?"

"Badanku terasa panas dan sakit, terutama bagian kepalaku,"keluhnya.

"Tuan Darren sedang demam tinggi. Jadi, harus dikompres agar panasnya cepat turun."

"Apa sudah dìpanggil dokter?"

"Dokter baru saja pulang. Sebenarnta sudah diberi obat, tapi, karena panasnya masih tinggi saya mencoba mengompresnya,"jelas Adeline.

"Iya, Adeline, lakukan yang menurutmu itu baik,"kata Leon yang menyerahkan urusan Darren pada wanita itu.

"Kakak terlihat sangat kurus,"bisik Liona pada Leon.

"Iya, dia lumayan stres karena kejadian ini. Ladang dibakar dengan sengaja. Tapi, kita belum tahu siapa yang membakarnya dan dengan tujuan apa. Yang pasti kita mengalami kerugian yang besar. Selain itu~cuaca buruk yang terjadi di sini membuat anggur kita ada yang rusak. Ya, walaupun hanya sedikit, tapi, tetap saja itu merugikan."

Liona menutup mulutnya. Musibah terjadi secara bertubi-tubi pada keluarga mereka."Apa sebelumnya pernah terjadi masalah seperti ini?"

Leon menggeleng."Ini pertama kalinya ada masalah besar seperti ini. Ayo kita bicara di tempat lain. Biarkan Kakak istirahat. Adeline akan mengùrusnya."

"Adeline, kami pergi dulu,"kata Liona berpamitan.

"Baik, Nyonya,"balas Adeline.

Liona dan Leon berjalan meninggalkan kamar Darren.

"Apa kamu bertemu dengan Damian? Dia mengatakan kalau akan menemuimu dan memberi tahu siapa pelakunya."

Sebelah alis Leon terangkat."Dia berkata begitu?"

"Iya. Dia menangkap para perampok. Katanya  perampok itu mengakui perbuatan mereka dan memberi tahu siapa yang memesan mereka."

"Akan kutanyakan nanti kalau bertemu lagi." Leon heran kenapa Damian tidak mengatakan apa pun tentang siapa yang memesan perampoknya. Apakah Damian sengaja mengatur perampokan ini di saat ia datàng. Agar dia yang menolong Liona dan dianggap pahlawan. Memangnya Damian benar-benar menyukai Liona. Leon tidak bisa memikirkannya dengan serius karena pikirannya terfokus pada musibah yang terjadi.

Liona menatap suaminya."Kau terlihat sangat lelah, istirahatlah selama kau ada di rumah. Kau juga harus tetap sehat agar bisa menyelesaikan masalah ini."

"Banyak sekali masalah yang kupikirkan." Leon memegang keningnya.

Liona memegang tangan Leon."Ayo kita ke kamar dan istirahat."

Leon mengangguk. Ia juga sangat lelah dan kurang istirahat. Namun, ia juga sulit tidur. Seharusnya ia tetap tenang karena masih memiliki kebun anggur. Ia bisa menggunakan hasil dari kebun anggur untuk menanam kembali di lahan yang terbakar. Itu membutuhkan waktu. Tetapi, itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Liona menyiapkan  tempat tidur dan mempersilakan Leon berbaring."Silakan tidur."

"Aku sulit tidur, sayang. Aku tidak tahu caranya untuk tidur."

Liona tersenyum, ia duduk bersandar di atas ranjang. Lalu meminta Leon tidur di pahanya."Tidurlah di sini. Aku akan mengusap kepalamu sampai tidur."

"Nanti pahamu bisa sakit,sayang..."

"Tidak akan sakit. Ayo~"kata Liona meyakinkan.

Leon meletakkan kepalanya di paha Liona. Terasa nyaman sekali."Sayang, seandainya aku jatuh miskin, kau tetap bersamaku, kan?"

"Kenapa bicara begitu? Kita pasti bisa melewatinya." Liona mengusap-usap kepala Leon dengan lembut.

"Aku takut akan sesuatu. Jika sampai~ah sudahlah, semua akan baik-baik saja." Leon tidak ingin memusingkan hal itu lagi,"kamu tetap bersamaku, kan?"

"Kau adalah satu-sàtunya orang berharga yang kumiliki, Leon. Justru aku merasa takut jika kau meninggalkanku,"kata Liona dengan lirih.
Leon mengambil tangan Liona dan menciumnya."Aku mencintaimu, Liona sayang. Kita akan selalu bersama. Apa pun, kita akan tetap bersama."

Hati Liona terada teduh mendengar ucapan Leon. Ia terus mengusap rambut suaminya itu sampai ia terlelap. Ini adalah pertama kalinya ia tertidur lelap sejak beberapa hari terakhir.

EROTIC NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang