Bab 11

3.2K 284 14
                                    

"Kamu seperti sedang memikirkan sesuatu?" Liona melihat ada keresahan di pikiran Leon.

"Iya."

"Apa itu?  Jangan sungkan membagikan keresahanmu denganku." Kini Liona yang memegang tangan Leon. Ia tidak mau hanya Leon yang terlihat begitu mengasihinya. Ia juga harus melakukan hal yang sama.

"Aku akan membagikannya nanti setelah semua rangkaian acara selesai. Bukan masalah yang berarti, sayang. Hmmm~aku ingin sesuatu."

"Apa itu?"

Leon menurunkan tali gaun tidur yang dikenakan Liona. Kemudian ia mencium bagian dadanya. Leon mencumbu puncak dadanya dan berakhir dengan lumatan-lumatan lembut yang membangkitkan gairah. Ia tidak berniat melakukan sesuatu malam ini karena takut Liona akan kelelahan. Tetapi, ia tidak bisa mengabaikan keinginannya begitu saja. Ia begitu menyukai Liona.

Liona menggesekkan pahanya, kemudian meremas rambut Leon akibat hisapannya yang begitu intens. Liona meraih leher Leon dan mengusapnya lembut. Tangannya turun membuka kemeja yang dikenakan Leon. Bibir Leon terlepas dari puncak dada Liona dan membiarkan kemejanya dilepas. Keduanya bertatapan sejenak lalu berciuman. Liona memindahkan ciumannya pada leher dan dada Leon. Kini ia cukup berani melakukan itu pada suaminya.

Bagaimana Leon tidak semakin gila. Sekarang ia yang dicumbu rayu oleh wanita yang dicintainya. Leon membopong Liona ke atas ranjang, lalu melepaskan pakaian yang masih menempel baik di tubuhnya dan Liona. Keduanya bergumul mesra di atas ranjang yang hangat. Milik keduanya menyatu menciptakan suara yang menggema.

"Aku tidak yakin apakah cukup satu kali untuk malam ini,"kata Leon dengan napas memburu.

Liona tersenyum, mengusap rambut Leon lembut. "Yang terpenting kita tidak boleh melakukannya di pagi hari. Aku harus bersiap untuk pesta pernikahan kita."

"Ah, ya, sepertinya hanya cukup satu kali. Aku hampir lupa kalau besok~kamu harus punya banyak tenaga. Kita harus terlihat sehat karena Kakak sudah menyiapkan acaranya dengan baik.

Liona mengangguk, memberikan kecupan di bibir Leon.

Leon menekan miliknya lebih dalam lagi karena kecupan itu memercikkan gairah yang sempat sedikit padam karena pembicaraan singkat mereka.  Liona mencengkeram punggung Leon dan menerima hunjaman-hunjaman yang diberikan suaminya.

"Katakan kalau kau mencintaiku, sayang~"

"Apakah aku harus mengatakannya?"tanya Liona dengan nada menggoda,"bagaimana kalau aku belum mencintaimu?"

Sorot mata Leon berubah menjadi semakin tajam."Kamu harus mencintaiku, sayang. Jika itu tidak terjadi, aku akan memaksamu mencintaiku."

Liona tidak menjawab. Wanita itu hanya bisa tersenyum. Namun, ia tidak tahu kalau ternyata Leon sedikit kesal dengan jawabannya. Rasa kesal Leon justru membuat gairahnya semakin menggebu. Leon membalikkan tubuh Liona dengan cepat. Liona terbelalak. Leon menindih tubuh Liona yang sedang dalam posisi tengkurap.

Leon mengusap punggung Liona dengan lidahnya, memberikan gigitan kecil di sana. Ia tidak berpikir bahwa itu akan meninggalkan bekas.
"Le-Leon~"

Leon tidak menjawab. Ia menciumi pinggung hingga ke pinggangnya dengan napas yang memburu. Lalu, ia kembali menindih tubuh Liona sembari menekan miliknya.

Liona memekik sembari mencengkeram alas tempat tidur. Leon menghunjamnya dengan begitu keras dan cepat. Suara desahan dahsyat pun tak bisa terelakkan lagi.

Di tempat lain, Anne merasa bosan di kamar. Tidak ada hal menarik yang mampu melenyapkan kebosanannya di sini. Pikirannya dipenuhi oleh pria yang ia temui sore tadi. Apa yang sedang dilakukan lelaki tampan itu. Kenapa ia harus menunggu sampai besok. Anne menggeram. Ia tidak bisa sabar menunggu. Anne pun berniat berkeliling dengan alibi mencari angin. Mungkin saja ia memiliki peluang bertemu dengannya lagi. Bukankah pria itu ada di sekitar wilayah ini?

Anne pun keluar kamar dan mengelilingi area sekitar. Lalu, ia memasuki rumah besar tersebut. Ia cukup kaget karena rumah ini memiliki furniture yang bagus dan mewah. Biasanya ia menemukan rumah seperti ini di pusat kota.
"Ah, aku akan menemukan suami yang lebih kaya dari sini. Ini tidak ada apa-apanya."

Anne kembali mengitari rumah yang sudah sunyi itu. Mungkin semuanya sudah pergi istirahat karena sudah malam.

"Nona~"

Anne terperanjat karena ternyata masih ada pelayan di sekitarnya."Ah, ha-halo."

Adeline tersenyum ramah."Apa Nona membutuhkan sesuatu hingga tiba di rumah ini?"

"Ah, tidak, aku hanya mencari angin. Lalu aku teringat kalau Liona ada di rumah utama ini. Aku belum bertemu dengannya sejak kami tiba dari Kota,"jawab Anne dengan lega karena bisa menjawab pertanyaan Adeline.

"Oh, kamar Nyonya ada di sana." Adeline menunjuk sebuah pintu besar.

"Itu kamar Liona? Sebenarnya aku ingin menemui Adikku,"kata Anne beralasan.

Adeline mengangguk."Iya, tetapi untuk saat ini Nyonya Liona sedang bersama Tuan untuk istirahat. Sepertinya tidak akan keluar sampai esok."

"Ah~iya, baiklah, aku tidak akan mengganggu." Anne mengangguk mengerti. Ternyata Liona dan Darren sudah tidur bersama, begitu pikir Anne. Ya, mana mungkin itu tidak terjadi. Mereka telah bersama sejak dua minggu lalu. Mana mungkin pria seperti Darren melewatkannya begitu saja.  Yang di pikiran Darren pastilah hanya kesenangan saja.

"Baik, Nona, saya permisi,"kata Adeline.

Anne menatap kamar Liona dengan penasaran. Ia berjingkat mendekati pintu dan menguping. Samar-samar ia mendengar suara desahan dan erangan. Anne menutup mulutnya. Mereka sudah melakukan sesuatu. Anne terkikik. Itu artinya Liona sudah benar-benar menjadi milik pria tersebut. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Selamat menikmati hidup bersama pria buruk itu, Liona. Semoga kau tidak bahagia selamanya."

Anne kembali ke kediaman di mana ia dan orang tuanya ditempatkan. Walau tidak bertemu dengan pria pujaan hatinya, setidaknya ia mendengar sesuatu yang melegakan hatinya.

"Kau dari mana saja, Anne?"tanya Luvia yang beberapa menit lalu menyadari anaknya tidak ada di tempat.

"Aku sedang mencari angin, Bu. Ada apa?" Melihat raut wajah Ibunya, perasaan Anne mulai tidak enak.

"Kau tidak masuk ke rumah utama, kan?"

"Memangnya kenapa, Bu?

Luvia memegang dadanya. "Astaga, itu tidak sopan, kita ini tamu, Anne. Kau harus berhati-hati dalam bersikap. Kau sedang mencari calon suami. Apa ada yang melihatmu?"

Wajah Anne sedikit pucat. Ia memang sudah melakukan kesalahan. Jika berita ini menyebar, reputasinya akan buruk. Ia bisa dinilai sebagai wanita yang tidak memiliki etika. "Salah satu pelayan memergokiku. Tap-tapi, aku beralibi ingin bertemu dengan Liona. Bagaimana pun kita adalah keluarganya dan belum bertemu dengannya sama sekali. Pelayan itu menunjukkan kamarnya padaku."

"Lalu, apa kau bertemu dengannya?"

Anne menggeleng."Tidak. Karena pelayan mengatakan kalau Liona sedang bersama Tuan. Mereka sedang menghabiskan malam bersama. Aku cukup terkejut. Ternyata dia bisa menerima lelaki seperti itu. Karena tidak bisa diganggu, aku langsung kembali."

Luvia tersenyum sinis."Dalam pernikahan, wajah itu sebenarnya tidak perlu, Anne. Yang terpenting adalah harta dan tahta. Memangnya siapa yang mau menerima anak haram itu? Reputasi keluarga akan hancur. Tentu saja ia harus menerima dan menikmati pernikahannya dengan Darren. Bahkan mereka sudah tidur bersama sebelum mereka menikah. Itu menjijikkan. Persis seperti Ibunya." Luvia tidak akan pernah bisa melupakan bagaimana rasa sakit hatinya pada istri kedua suaminya. Lalu, ia membalaskan dendamnya pada Liona.

"Tapi, aku tetap saja iri dengan kekayaan keluarga Jayantaka, Bu. Aku harus mendapatkan lebih dari ini." Anne mengerucutkan bibirnya.

"Sabar, Anne. Ayahmu akan mengadakan pesta setelah kita menyelesaikan pernikahan Liona. Ayah akan mengundang semua pria lajang yang mapan di seluruh penjuru negeri ini. Kau akan menjadi pusat perhatian di sana." Luvia mengusap kepala Anne dengan lembut.

❤❤❤

EROTIC NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang