Haechan bingung. Semuanya berubah menjadi rumit karena satu kesalahannya. Perasaan bersalah telah menggerogoti hatinya dan rasa takut juga menimbulkan efek gelisah yang luar biasa.
Lelaki itu berdiri dengan kaki mengetuk lantai tak bisa diam. Renjun tengah mencoba menghubungi Yeji dan lelaki itu bersiap memarahi nya.
Haechan menelan ludahnya, mengumpulkan segenap tekadnya dengan susah payah untuk merebut ponsel Renjun.
"Jangan lakukan itu kumohon." Suaranya gemetar dan wajahnya berlumur keringat dingin.
"Jangan ikut campur, ini urusan keluargaku."
"Ya tapi ga gini caranya Njun. Yeji sedang hamil, memarahinya bisa membuat dia stres dan berdampak pada janin."
"Tapi dia perlu di kasih pelajaran. " Renjun bersikeras, dia mencoba merebut kembali ponselnya namun Haechan menghalangi.
"Apa gunanya? semuanya sudah terjadi. Marah-marah hanya akan memperburuk situasi. "
"Jangan menceramahiku ! Kenapa kau sangat ingin ikut campur urusan keluargaku ?" Suara Renjun meninggi. Percampuran antara stress dan kecewa telah menimbulkan ledakan emosi di dalam kepalanya.
Lelaki itu mendekati Haechan dan mencoba merebut ponselnya tapi lagi-lagi Haechan bersikeras untuk menahan ponsel itu.
"Chan!!!"
"Okey.. aku ngaku.. tolong jangan marahi Yeji, marahi aku saja."
Kerutan di dahi Renjun tergambar semakin dalam dengan mimik wajah antara menahan kesal dan bingung.
"A-aku yang sudah menghamili Yeji. Semuanya ga di sengaja.. a-aku ....."
"APA???" Suara Renjun melengking dua kali lipat dari sebelumnya.
"Ki-kita ga sengaja, Yeji mabuk saat itu dan aku dalam pengaruh obat sialan itu, jadi..."
Bug~
Satu pukulan keras menubruk rahang Haechan. Warna merah dari bekas pukulan itu perlahan berubah menjadi hitam keunguan dan membuat Haechan meringis memegangi pipinya.
"Maaf.." dia bergumam.
"Pulang sekarang!!" Renjun mengatur nafasnya yang memburu, mencoba menetralkan kembali emosinya yang labil dan tak terkendali.
"Njun.."
"Ga usah membantah, kamu mau Yeji dimarahi sama papa sendirian sementara kamu enak-enakan disini??"
"I-iya.. aku pulang ke Beijing sekarang."
Haruna termenung di atas bed pasien. Duduk diam dengan pikiran yang melayang kemana-mana. Terlalu banyak yang terjadi akhir-akhir ini dan itu sangat mengganggu pikirannya.
Renjun masuk ketika gadis itu tengah diam. Haruna meliriknya, melihat bagaimana wajah tegang Renjun dan cara lelaki itu menghela nafas.
Haruna tau apa yang sedang terjadi di Beijing. Lelaki itu pasti sangat stres dengan semua masalahnya. Dan Haruna sedikit berempati padanya.
"Jangan marahi Yeji. Semuanya udah terjadi, marah-marah ga akan menyelesaikan masalah. "
Ucapan Haruna tak jauh berbeda dengan Haechan. Renjun tau dia berhak untuk kesal pada kecerobohan adiknya tapi ketika orang lain mengomentari kemarahannya membuat Renjun menjadi jauh lebih kesal.
Tapi ini adalah Haruna, Renjun tentu saja tidak akan memarahi gadis itu karena telah berani mengomentarinya. Lelaki itu lebih memilih untuk diam. Berdiri di depan nakas dan mengambil air mineral dari dalam kulkas mini.
Haruna menghela nafas. Dia memahami perasaan Renjun tapi dia juga merasa bersalah karena tidak bisa membantu.
Gadis itu turun dari tempat tidurnya sembari menggeret tiang infus. Dia berdiri tepat di belakang Renjun dan memeluknya dari belakang.
"Runaaa..."
"Jangan marah-marah. Wajahmu menakutkan." Kata Haruna.
Renjun berbalik, menatap wajah Haruna sebentar kemudian membalas pelukan gadis itu.
"Maaf."
"Ga perlu minta maaf. "
Haruna mendongak, menatap wajah Renjun dengan senyuman manisnya.
"Yeji sudah dewasa, dia bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri. Ga perlu lah kamu ikut campur buat menyudutkan Yeji."
"Tapi kan..."
"Sst... Tugasmu cuma ngurusin aku." Haruna memotong.
Renjun langsung diam, kerutan di dahinya perlahan mengendur dan ketegangan di wajahnya mulai hilang di gantikan oleh senyuman tipisnya.
Haruna benar, buat apa dia harus repot-repot mengurusi urusan Yeji sementara dihadapannya ada seorang wanita yang patut dia beri perhatian lebih.
"Iya kamu benar, tapi aku tetep aja kesel. Masa iya Haechan ngelakuin sekali langsung jadi sementara kita berkali-kali belum jadi."
Haruna langsung memasang wajah datar. Sejak kapan Renjun jadi suka membicarakan hal semacam ini?
"Mungkin aplikatormu kurang panjang."
"HAH??"
Vote!!! Vote!!!! ☺️🤘🤘
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Partner | HUANG RENJUN
FanfictionHaruna sangat yakin dia datang untuk melamar pekerjaan, namun kenapa dia malah berakhir menandatangani kontrak pernikahan dengan seorang bos besar yang memiliki orientasi sex menyimpang? "Selamat, Anda di terima bekerja..." "...... Sebagai istriku."