05. Takut

108 17 2
                                    

Tak ada yang berbeda dari pagi-pagi sebelumnya di kediaman keluarga Mahesa. Ada Arumi yang sibuk memasak sarapan dan Bram yang sibuk menikmati kopi hangat sambil membaca koran.

Deon turun dari lantai dua dengan kekehan kecil di mulutnya, melihat sang ayah yang begitu lucu dengan kacamata bertengger di hidung.

"Emang masih zaman ya baca koran?" tanya Deon

"Sstt! Daripada baca di hp nggak baik, abang nggak usah protes!"

Yang Deon harapkan adalah jawaban dari sang ayah, tapi malah adik perempuannya yang menyahut.

"Betul! Abang juga jangan kebanyakan di depan layar, nggak baik!" sahut Bram kembali melipat korannya

Deon hanya mangut-mangut dan memposisikan diri untuk duduk di samping sang adik di meja makan. Bagaimana cara mengurangi screen time, kalau pekerjaannya saja serba menggunakan teknologi.

"Tapi emang abang kalau nggak pakai komputer atau laptop bisa kerja, Yah?" tanya si bungsu dengan polosnya

"Enggak harusnya. Gimana, bang?" sahut Bram menanggapi

"Emang enggak" jawab Deon santai sambil mengunyah jeruk yang barusan dia kupas

"Kok nggak dijawab tadi?" heran Bram menatap anak sulungnya

Deon mengedikkan bahu, "Ngapain"

"Anak cowok mu ini emang gitu, Yah, kayak nggak kenal aja" sahut Arumi sambil membawa mangkuk besar berisi nasi goreng udang kesukaan seluruh anggota keluarga Mahesa

"Iya, iya" ujar Bram menutup percakapan

Arumi dengan sigap menata piring sang suami, menaruh beberapa centong nasi goreng di sana. Lalu di susul kedua anak-anak yang mengambil sendiri-sendiri.

"Enak, bang, punya istri. Mau apa-apa, dilayanin" tutur Bram tiba-tiba

"Mulai" tukas Deon kesal

"Udah ah, sarapan dulu" lerai Arumi

Keempat orang tersebut menikmati hidangan dengan khidmat. Ada sedikit obrolan-obrolan santai dari Bram tentang kegiatan kedua anaknya sehari-hari.

"Oh ya, bang" panggil si bungsu tiba-tiba

"Hm" sahut Deon singkat

"Abang berangkatnya masih nanti, kan? Anterin adek ke kampus dong, please. Pak Dodi lagi izin, terus ayah mau anter ibu ke rumah sakit" bujuk adik Deon itu dengan ekspresi sok imut

"Iya, nanti dianterin"

"Yeay! Abang baik, muach"

Deon meringis saat merasakan sang adik tiba-tiba mencium pipinya. Sendok di tangan dia lepaskan begitu saja, lalu menggosok pipinya dengan kasar. Benar kan, ada noda merah yang ikut luruh bersama gosokan itu.

"Ini lipstik— Dena ih!" omel Deon sudah tak habis pikir

"Ya, maaf" cicit Dena menciut

"Aduh, bang, merah banget lagi, nanti Ibu bantu bersihin" ucap Arumi ngeri sendiri dengan noda merah di pipi sang sulung

"Lagian adek ngapain sih pakai banyak-banyak gitu" sungut Bram memulai sesi nasehat

"Besok Ibu bantu cari yang transfer proof, dek, tenang aja. Ayah nggak usah dimarahin anaknya" lerai Arumi lagi

Selalu begitu. Keluarga Mahesa itu begitu kompak dan saling melengkapi. Ada Deon yang super dingin, tapi bisa berubah galak dengan adanya Dena sang sulung. Begitu juga Bram yang selalu berusaha mendidik anak-anaknya dengan kesan banyak bicara. Dari semua itu hanya Arumi yang mampu menengahi, menjadi solusi atas segala sesuatu yang dialami. Itulah kenapa Deon begitu menghormati sang ibu.

[1]Trapped || Kim Doyoung & Kim SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang