Menurut sebagian besar orang, perselingkuhan itu kesalahan yang tidak bisa dan tidak berhak untuk dimaafkan. Lantas bagaimana jika kesalahan atas perselingkuhan itu berada pada dia yang merupakan korbannya?
Harusnya itu sudah berlalu, keputusan unt...
Saat jemarinya sudah berbalut plester luka dan saat Dena sudah mengambilkan segelas air putih baru untuk Deon, mata Deon belum juga lepas dari layar kunci ponselnya.
Hingga sebuah notifikasi yang dia tunggu-tunggu akhirnya masuk, pesan dari Sherin. Deon langsung buka pesan yang benar-benar aneh baginya itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Buru-buru Deon mendial nomor Sherin sekali lagi, saat panggilan pertamanya tidak diangkat tadi. Jantungnya semakin cepat berdetak, nafasnya juga ikut memburu.
"Halo" akhirnya suara Sherin terdengar bersama dengan keributan lalu lintas di sana
"Kamu gimana? Ada yang luka?" tanya Deon panik
"Tangan kananku sakit banget, nggak bisa digerakin, makanya chat pakai tangan kiri tadi susah" jelas Sherin dengan isakan lembutnya, terdengar jelas bahwa gadis itu sedang syok
"Okay, kamu tenang dulu ya! Bisa share loc ke aku, kan? Aku kesana" Deon berusaha tenang
"Jangan lama-lama, Kak"
"Iya, sabar ya, sayang"
Deon bergerak cepat menuju kamarnya untuk mengambil kunci mobil, lalu kembali ke bawah dengan berlari. Dia menghiraukan segala panggilan dan pertanyaan dari Dena.
Dia tidak sengaja menabrak sang Ayah yang baru saja sampai di teras. Bram langsung menghentikan langkah cepat Deon, dia tatap muka panik sulungnya dengan bingung.
"Abang kenapa?" tanya Bram langsung
"Sherin kecelakaan, Yah, Abang harus ke sana" jawab Deon pias
"Astaga! Ya udah, hati-hati ya? Kabarin Ayah kalau ada apa-apa!"
"Ayah tolong telfon ibu aja ya? Abang kayaknya mau bawa Sherin ke rumah sakit"
"Iya, nanti Ayah telfon ibu"
Deon mengangguk singkat lalu menghampiri mobilnya dan menyalakan mesin dengan cepat. Bram melihat itu pun ikut berinisatif, dia bantu buka gerbang agar Deon bisa langsung keluar.
Berulang kali Deon menelan salivanya, berusaha menenangkan diri dan memberikan semua afirmasi positif. Namun, nihil, batinnya tetap bergejolak akan rasa takut yang mendalam.
Mobilnya dia arahkan ke sebuah jalan yang menjadi lokasi Sherin berada, yang jelas Deon tahu, itu adalah jalan pulang yang setiap hari Sherin lewati.
Hanya butuh sepuluh menit untuk Deon sampai di sana. Dia berhentikan mobilnya di belakang mobil polisi yang tengah mengatur lalu lintas, lalu Deon turun dan berlari kecil untuk menemukan gadisnya.
"Maaf, Mas, Mas siapa ya?" tanya salah satu polisi pada Deon
Polisi itu mengarahkan dan Deon segera mengikuti arah yang ditunjuk. Deon dapati mobil Sherin sudah ringsek bagian depannya, lalu Deon edarkan pandangannya dan dapati Sherin tengah bersandar di pembatas jalan tak jauh dari sana.