Tak jauh berbeda dari biasanya, sepulang kerja, Deon langsung menjemput Sherin ke kantornya. Namun, yang didapati Deon bukan Sherin yang seperti biasanya. Sherin tampak mengulangi kejadian yang lalu, dimana dia duduk di halte sambil bercanda gurau dengan seorang laki-laki yang sebenarnya tak asing bagi Deon.
Edgar. Laki-laki itu muncul lagi. Tampak begitu akrab berbincang dengan Sherin sampai membuat si gadis terpingkal-pingkal tertawa. Kalau Deon ingat, dia jarang sekali bisa membuat Sherin tertawa sekencang itu.
Akhirnya Deon mendekat, dia bunyikan klakson sekali sampai candaan dua orang itu terpotong. Sherin langsung bangkit, dia pamit pada Edgar dengan melakukan high five seperti sahabat lama.
Mereka masih asyik, bahkan Sherin masih melambaikan tangan saat sudah masuk ke mobil. Edgar juga sempat tersenyum dan mengangguk singkat pada Deon, hanya Deon balas dengan anggukan dan senyum kecilnya.
Tumben sekali Sherin diam, hanya memasang seat belt dan menyamankan duduk. Tidak ada sapa atau panggilan apapun yang dilayangkan gadis itu. Deon hanya langsung menjalankan mobilnya.
"Seru banget kayaknya becanda sama Edgar" ujar Deon memulai
"Hm? Oh iya, dari dulu emang lucu anaknya" balas Sherin santai
Entah perasaan dari mana, tapi Deon geram. Dia mulai kesal dengan semua yang dia lihat barusan, apalagi Sherin tidak menjelaskan apapun seolah memang itu hal yang sudah biasa.
Deon meremat tuas kemudinya kuat, sekuat tenaga dia berusaha menahan emosi. Karena yang jadi tujuannya malam ini bukanlah rumah makan atau apartemen Sherin, melainkan sebuah klinik tulang dan sendi, sudah waktunya Sherin melakukan pemeriksaan.
Sepanjang perjalanan hanya sunyi yang menyelimuti, Sherin fokus sekali memandang satu persatu elemen yang mobil Deon lewati di pinggir jalan. Deon pun sama, fokus mengemudi tanpa ingim bicara satu katapun.
Begitu sampai di klinik pun begitu, Sherin turun lebih dulu karena Deon harus mencari parkir yang nyaman. Setelah selesai, Deon menghampiri Sherin yang sudah menunggu di kursi tunggu.
"Antrean ke berapa?" tanya Deon
"Abis ini dipanggil" jawab Sherin singkat
Klinik malam itu memang tidak begitu ramai, makanya Sherin bisa santai memilih datang di jam pulang kantor.
Beberapa saat menunggu, akhirnya nama Sherin dipanggil. Dia ramah sekali menyapa dokter laki-laki yang tampak sudah di usia kepala tiga. Dokter banyak bertanya tentang keluhan yang Sherin alami dan Sherin pun menjawabnya dengan jujur, tentang dia yang memaksakan untuk bisa mengetik hingga menulis.
Deon mengernyit, mendengar semua penjelasan itu membuatnya terkejut. Sherin benar-benar suka sekali memaksakan diri, menyiksa dirinya demi tidak menyusahkan orang lain.
"Di giniin masih sakit nggak?" tanya dokter laki-laki itu sambil mengangkat tangan kanan Sherin
"Enggak, dok" jawab Sherin santai
"Obat pereda nyerinya masih sering diminum?" tanya dokter lagi
"Udah jarang karena sakitnya juga udah lumayan berkurang" jelas Sherin
Dokter itu menimang-nimang, menggerakkan tangan kanan Sherin ke beberapa posisi. Tidak ada respon kesakitan berlebihan dari Sherin, hanya meringis sedikit di beberapa posisi.
"Kayaknya udah bisa dilepas nih gipsnya, kita coba rontgen ya, Sher" ujar dokter itu sambil pelan-pelan meletakkan tangan Sherin
"Iya, dok"
Pemeriksaan berlanjut, Sherin diantar ke sebuah ruangan yang Deon tidak boleh masuk. Beberapa menit menanti, akhirnya Sherin keluar dari ruangan itu, tangan kanannya sudah bebas dari balutan gips.
![](https://img.wattpad.com/cover/350140495-288-k406241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]Trapped || Kim Doyoung & Kim Sejeong
FanfictionMenurut sebagian besar orang, perselingkuhan itu kesalahan yang tidak bisa dan tidak berhak untuk dimaafkan. Lantas bagaimana jika kesalahan atas perselingkuhan itu berada pada dia yang merupakan korbannya? Harusnya itu sudah berlalu, keputusan unt...