37. Alasan Dibaliknya

76 14 0
                                    

Sampai Senin datang lagi, Sherin benar-benar enggan bertemu Deon. Dia hanya tahu kalau Deon tidak masuk kerja hari ini karena tubuhnya belum benar-benar pulih.

Sebenarnya pun Sherin khawatir, bohong jika Sherin bilang dirinya biasa saja. Tapi kesalnya belum mampu dia kontrol, dia masih butuh waktu untuk menemukan alasan masuk akal dari tindakan Deon yang merokok lagi.

Demi mencari jawaban itu, Sherin datangi rooftop kantornya setelah makan siang. Dia benar-benar menemukan yang dia cari, Tian dan asap rokoknya. Sherin hanya ingin tahu apa yang sebenarnya membuat laki-laki itu tak bisa lepas dari rokok.

"Bang" panggil Sherin

"Eh? Ngapain lo?" Tian spontan menjauh, takut asap rokoknya mengganggu Sherin

"Lanjutin aja, santai kok" balas Sherin

"Gue udah nggak pernah ngelihat lo ngerokok, takutnya lo nggak suka" tutur Tian

Sherin menyeringai, "Gue udah berhenti, tapi gue masih biasa aja kok"

"Baguslah" Tian mengangguk-angguk

Tian menyesap rokoknya lagi, lalu kepulan asap tebal dia hembuskan dari mulut dan hidung. Sherin memperhatikan itu, dia lihat bagaimana Tian seperti melepas sesuatu bersama dengan kepulan asap itu.

"Udah sejak kapan lo ngerokok, Bang?" tanya Sherin

"Gue bandel anaknya, dari SMA juga udah lancar" jawab Tian santai

"Sebenarnya apa sih yang ngebuat orang tuh suka banget ngerokok?" tanya Sherin

Tian menoleh, "Nggak salah lo nanya itu ke gue?"

"Kenapa?"

"Bukannya bisa lo tanya sendiri ke diri lo? Lo juga suka ngerokok dulu"

Benar. Harusnya bisa Sherin tanyakan pada dirinya sendiri. Dulu Sherin merokok karena dia butuh pelampiasan, Sherin butuh perantara untuk mengeluarkan sesuatu dalam relungnya. Namun, apakah sama dengan Deon? Jadi, beban apa yang Deon pikul sampai sesulit itu untuk lepas?

"Udah nemu jawabannya?" tanya Tian

"Tapi kan gue nggak kecanduan, Bang" bela Sherin

Tian terkekeh pelan, "Kalau nggak kecanduan nggak akan berulang kali, Sher"

"Seberat itu ya, Bang? Sampai susah banget buat lepas" tanya Sherin sendu

Tian menghela nafas berat, "Kita laki-laki, Sher. Image nya tuh laki-laki nggak punya air mata, jadinya inilah cara kita lampiasin semuanya. Itu kalau gue ya?"

Tidak, Sherin tidak setuju dengan itu. Dia percaya bahwa laki-laki bisa menangis juga. Dia juga percaya semua manusia punya titik lemahnya masing-masing. Namun, nampaknya memang laki-laki lebih dipaksa untuk kuat, diasumsikan sebagai pelindung yang harus tetap tegak berdiri.

"Gue turun duluan, Bang"

"Iya"

Sherin meninggalkan Tian. Dia makin kalut dalam tanda tanya besarnya. Dia jadi ingat pengakuan Jennifer tentang penyakit mental yang Deon alami enam tahun lalu, apakah masih ada efeknya hingga kini.

Menurut sepengelihatan Sherin, semuanya telah baik-baik saja, keluarga Mahesa juga sudah kembali harmonis dan hangat. Lalu, kenapa Deonnya masih begitu? Apa yang sebenarnya Sherin tidak tahu?

Sudah sehari semalam Sherin acuhkan Deon, kontaknya pun masih Sherin blokir. Namun, malam itu sepulang dari kantor, Sherin kunjungi lagi rumah keluarga Mahesa.

Dia lihat Deon begitu bahagia akan kehadirannya, tapi tetap dia acuhkan. Sherin memilih menyapa Arumi, Bram, dan Dena lebih dulu. Bahkan Deon hanya dia tatap sekilas dengan tatapan datarnya.

[1]Trapped || Kim Doyoung & Kim SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang