Chapter 1| Kekosongan

1.4K 83 1
                                    

Tatapan kosong menatap ke arah langit yang luas lagi lagi hal yang seringkali menjadi kebiasaanya hampir tiga tahun terakhir, dimana pemuda manis itu memilih menetap di rumah itu.

Bukan tanpa alasan pada akhirnya ia berada disana, melainkan sang pemilik rumah yang tak lain Sung Hanbin lah yang membuat nya tak dapat kemana mana.

Mengapa seperti itu?

Tentu saja lantaran dirinya tak memiliki tujuan dan kini ia jauh dari negara yang terakhir kali membuat dirinya bahagia sekaligus terpuruk dalam sepanjang hidupnya.

Kini hidup nya jauh lebih baik di bandingkan tiga tahun lalu, hanya saja ia tak munafik jika ia mengatakan bahwa ia benar benar sembuh dari bayang bayang masa lalu nya yang hingga detik ini terkadang membuat nya hilang kendali.

Bersyukur ia memiliki Hanbin di sisi nya. Jika saja pemuda itu memilih meninggalkan dirinya di kantor polisi, mungkin ia hanya tinggal nama, sebab ia sendiri saja terkadang meragukan apakah ia pantas bertahan hidup seperti sekarang.

"Hyung, kau mulai lagi," ujar Hanbin yang kini sudah melingkarkan tangannya di pinggang Hao, sembari menyadarkan pemuda manis itu agar tak kembali larut dalam bayangan yang Hanbin tahu tak bagus untuk kesehatan mental Hao.

Senyum tipis Hao berikan pada Hanbin.

"Maaf, aku masih tak dapat menghilangkan kebiasaanku, lagi pula hari ini cuaca bagus Bin-ah," ujar Hao yang sudah membalikkan tubuhnya ke arah Hanbin, membiarkan pemuda itu benar benar memeluknya.

Aroma tubuh Hanbin belakangan ini menjadi obat tersendiri bagi Hao dalam menenangkan dirinya yang masih belum benar benar stabil.

"That's okay, aku tahu kebiasaanmu."

Setelah di rasa cukup, Hanbin pun mengajak Hao untuk kembali masuk ke dalam rumah nya.

Jujur sana terkadang Hanbin merasa bahwa ia gagal!

Gagal melakukan pengobatan pada Hao, terlebih sebagai dokter psikiatri seharusnya ia sudah dapat menyembuhkan Hao dari penyakitnya, bahkan salah satu alasan Hanbin memilih tinggal jauh dari negara nya tak lain lantaran keperluan terapi pada Hao. Namun di balik itu semua ia juga bersyukur bahwa Hao yang ia kenal tiga tahun lalu kini sudah jauh lebih ceria dan dapat berkomunikasi dengan baik dengannya.

.
.

"Bin-ah, aku akan jujur padamu," ujar Hao secara tiba tiba sesaat keduanya telah masuk ke dalam rumah yang mereka tinggali.

Hanbin menghentikan langkah kaki nya sembari menatap kedua manik Hao yang terlihat kesungguhan atas apa yang baru saja di katakan oleh Hao beberapa menit lalu.

"Katakanlah, aku akan menjadi pendengar yang baik untukmu," ujar Hanbin.

Hao mengambil nafas nya dalam dalam dan menghela nya secara perlahan. Jauh di dalam hatinya, ada rasa takut yang menyelimuti dirinya.

Ia takut Hanbin kecewa, bahkan ia juga takut bahwa masa lalu nya akan membuat Hanbin meninggalkannya.

Ia tahu bahwa Hanbin bukanlah orang yang picik, hanya saja boleh kah ia menata hatinya meyakinkan dirinya bahwa apa yang akan di katakan oleh nya tak akan mempengaruhi Hanbin?

Seulas senyum Hanbin berikan pada Hao.

"That's okay hyung, aku tak akan marah ataupun melakukan hal hal buruk yang saat ini ada di dalam pikiranmu," ujar Hanbin dengan nada jenaka nya berusaha membantu Hao mengurangi kegugupannya.

"A..-aku bukan pemuda baik yang seperti kau kira. Aku meninggalkan putra kandungku. Aku tahu seharusnya aku dapat melepaskan nya, hanya saja ... hati ku masih terasa sesak Bin-ah. Aku hanya ingin tahu keberadaannya, tak lebih dari itu," ujar Hao dengan cairan bening yang kini sudah jatuh begitu saja membasahi pipi nya.

Hanbin tahu!

Tanpa Hao memberitahu informasi itu, ia telah jauh menyelidiki Hao selama tiga tahun terakhir, terlebih pada setiap kali terapi, dimana saat ia menangani episodik yang muncul maka Hao akan berteriak dan menangisi mencari sang anak yang ia sendiri tak tahu wujud nya dan juga kisah di balik luka yang tertoreh membekas dalam pada hati Hao.

'Hyung, akhirnya kau terbuka padaku.'

Dengan cepat Hanbin memeluk Hao erat. Rasa haru sekaligus senang yang kini di rasakan oleh Hanbin.

Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk nya tetap bertahan disamping Hao yang enggan mengungkapkan masa lalu nya secara gamblang padanya.

Hal itu pula yang menjadi salah satu faktor keterhambatan dalam terapi Hao yang tentu saja tak pernah ia ungkapkan pada Hao.

"Hyung, kau benar benar hanya ingin tahu keberadaannya saja?"

Anggukan kepala pelan Hao berikan pada Hanbin di dalam pelukannya itu.

Sejenak Hanbin menimbang berbagai pertimbangan yang ada di dalam pemikirannya.

Perlahan Hanbin melonggarkan pelukannya, menatap ke arah Hao dengan tangannya sibuk mengusap kelopak mata Hao yang masih basah.

"Hyung karena kau sudah jujur padaku, maka sekarang aku juga akan jujur padamu."

Hanbin menatap wajah Hao lekat.

"Sejujur nya aku telah mencari latar belakang mu selama tiga tahun terakhir. Semula aku tak benar benar berniat mencarinya, karena seperti yang kau tahu aku menyayangimu secara tulus, hanya saja setiap kerap kali kau hilang kendali kau selalu menanyakan keberadaan anakmu, sehingga aku memutuskan untuk mencarinya," ujar Hanbin sedikit menjeda kalimat nya.

Hao cukup terkejut dengan pernyataan Hanbin. Dapat dilihat Hao telah menekap mulut nya dengan tangannya yang bebas sembari menatap fokus pada Hanbin seakan menunggu kalimat yang akan di katakan oleh Hanbin selanjutnya.

"Maaf, aku belum benar benar berhasil menemukannya. Aku hanya mendapati bahwa putra mu dan juga mantan suami mu telah tak tinggal di Korea semenjak dua tahun lalu, untuk itu aku mengatakan aku belum berhasil menemukannya."

Manik Hao berkaca kaca sembari memegangi dada nya.

"Putra? Meninggalkan Korea? ..."

"Hyung, kau kenapa?" Panik Hanbin saat mendapati Hao yang terlihat menahan tangis nya, belum lagi pemuda manis itu terlihat kesulitan mengambil nafasnya.

Hao menggelengkan kepala nya, dan tak lama ia terduduk dengan sendirinya.

"Putraku masih hidup! Aku tahu mereka berbohong padaku."

Seketika Hanbin terdiam. Jujur saja kalimat yang baru saja ia dengar tak pernah terprediksi oleh nya.

"Hanbin-ah, kau yakin putraku masih hidup? Kau tak sedang mengerjaiku?"

"Aku tak berbohong hyung, putramu masih hidup. Putramu berusia tiga tahun, dan bernama Kim Gyuvin."

Hao tak sanggup menahan tangis nya lagi. Ia kembali tersedu sedu menemukan fakta bahwa naluri nya sebagai orang yang melahirkan putranya memang benar bahwa putra kandung nya tak meninggal sebagaimana yang diinfokan padanya terakhir kali sebelum dirinya menjadi orang linglung  hilang arah tak memiliki kemauan hidup.

'Aneh, mengapa hyung seakan tak menyangka bahwa putra nya masih hidup? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?'

"Gyuvin ... nama itu ... dia benar benar putraku. Aku merindukannya," ujar Hao sebelum tubuh nya yang lemah membuat nya tak sadarkan diri.

"Astaga hyung," ujar Hanbin yang dengan sigap memeluk Hao.

'Kau tenang saja hyung, aku akan menemukannya.'

———

TBC

See you next chapter

Gimana nih menurut kalian cerita nya? Lanjut ngga nih?

#cek ombak

Leave a comment and vote

.

.

Seya

Falling To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang