IV. Kelompok Harimau

17 2 5
                                    

Waja, Lathi, Tutuk, Grana dan Gumbala merupakan kota-kota yang berada di bawah kekuasaan Tumenggungan Waja dengan kota Waja sebagai pusatnya. Selain kota-kota tersebut masih ada ratusan desa yang masuk dalam wilayah Tumenggungan Waja. Di Waja terdapat sebuah hutan yang terkenal angker bernama Dedet. Hutan itu membentang di sepanjang wilayah Tumenggungan. Memisahkan antar satu kota dengan kota lain, desa dengan desa, serta wilayah pusat Tumenggungan.

Apa yang membuat Hutan Dedet begitu angker bukanlah karena hutan tersebut dihuni oleh mahluk lelembut. Melainkan karena Hutan Dedet merupakan sarangnya perampok yang kejamnya bahkan melebihi mahluk lelembut itu sendiri. Setiap jalan-jalan  yang melewati Hutan Dedet merupakan tempat mereka beraksi. Itu artinya hampir keseluruhan wilayah Tumenggungan adalah wilayah mereka. Sebab hampir keseluruhan jalan di Waja melewati Hutan Dedet. Dan sewaktu beraksi para perampok dari Hutan Dedet tak pernah segan menghilangkan nyawa korbannya.

Selain terkenal kejam perampok-perampok dari Hutan Dedet juga diketahui memiliki ilmu silat yang tinggi. Maka dari itu mereka cukup memiliki nama di dunia persilatan. Sehingga para pendekar dari dunia persilatan pun akan berpikir bila ingin berurusan dengan mereka. Sebenarnya pihak kerajaan pernah melakukan serangkaian operasi untuk memberantas para perampok ini. Namun selalu menemui kegagalan sebab perampok-perampok ini bersembunyi di kedalaman hutan. Selain itu juga ada pejabat sekelas rakyan menteri yang menjadi bekingan mereka.

Saat ini setidaknya ada enam kelompok perampok yang menguasai Hutan Dedet. Salah satunya adalah kelompok harimau. Kelompok ini identik dengan pakaian loreng. Dipimpin oleh tiga saudara seperguruan yakni Macan Klawu, Macan Ireng dan Macan Loreng. Di dalam kelompok harimau ketiga orang tersebut memiliki posisi yang setara sama tinggi. Namun, jika dilihat dari ilmu silatnya maka yang terkuat adalah Macan Loreng lalu Macan Ireng dan terakhir Macan Klawu.

Siang itu, di markas besar kelompok harimau. Seluruh anggota kelompok perampok itu tengah berkumpul di aula utama. Rona bahagia tampak memancar dari wajah mereka karena hari ini merupakan hari pembagian hasil rampokan mereka selama sepekan terakhir. Di bagian depan aula terdapat sebuah meja panjang dengan tiga kursi di belakangnya. Ketiga kursi tersebut merupakan tempat bagi ketiga pemimpin kelompok harimau. Sayang, dari tiga kursi yang tersedia hanya terisi dua. Sementara kursi satu lagi masih kosong. Tentu saja orang yang mengisi kedua kursi itu adalah Macan Loreng dan Macan Ireng. Sedangkan kursi ke tiga adalah milik Macan Klawu.

"Ini," kata Macan Ireng sambil melemparkan satu dari puluhan kantong yang berada di meja panjang pada orang di depannya.

"Selanjutnya!" Orang yang tadi segera beranjak pergi dan posisinya digantikan dengan orang di belakangnya.

"Hari ini kalian patut berbahagia sebab hasil buruan kita seminggu ini lumayan banyak!" seru Macan Loreng setelah seluruh kantong di meja selesai dibagikan.

"Maka dari itu minggu depan kita harus lebih bekerja keras lagi agar mendapat hasil yang lebih banyak dari ini!" tutup Macan Klawu yang langsung disambut meriah oleh seluruh anak buahnya.

"Bagong!" panggil Macan Loreng. Orang yang dipanggil pun segera maju ke depan. "Kau bawa beberapa orang dan ambil seluruh arak yang kita punya. Hari ini kita bakal mabuk sampai malam!"

"Siap, Kang," sahut pria bernama Bagong tersebut.

Namun, sebelum Bagong beranjak pergi sekelompok orang yang yang jalannya tetatih-tatih masuk ke dalam aula. Mereka adalah Macan Klawu dan anak buahnya yang sebelumnya dihajar habis-habisan oleh Mayang Sari. Kedatangan mereka dengan kondisi yang cukup babak belur tentu membuat seluruh orang di aula terkejut. Macan Ireng bahkan langsung meninggalkan kursinya dan menghampiri Macan Klawu.

"Dimas, apa yang terjadi padamu?" tanya Macan Ireng. "Bukankah kau pergi untuk membunuh Patih Mandala? Kenapa jadi seperti ini?!"

"Kakang, ini semua perbuatan gadis sialan itu!" jawab Macan Klawu.

"Gadis sialan?" Macan Ireng menarik kerah salah satu anak buah Macan Klawu. "Kau, coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!"

"Be.. begini, Kang." Lalu orang itu pun menceritakan seluruh kejadian yang menimpa mereka.

"Anjing laut!" umpat Macan Ireng sambil melemparkan orang yang dicengkramnya tadi.

"Bagong!"Orang yang dipanggil segera menghadap.

"Bawa beberapa orang dan ikut aku cari Patih Mandala dan gadis sialan itu!" titah Macan Ireng kemudian.

"Siap, Kang," sahut Bagong.

"Dimas Macan Ireng tunggu!" seru Macan Loreng. Kemudian ia mengambil sebilah golok raksasa yang menggantung di tembok. "Jangan lupa bawa ini!" serunya lagi sambil melemparkan golok tersebut pada Macan Ireng.

"Terima kasih, Kakang." Setelah menerima golok itu Macan Loreng segera menyampirkannya di punggung. Kemudian bersama dengan Bagong dan anggota kelompok harimau yang dipilih ia lekas beranjak pergi.

"Kang, dari ciri-ciri yang disebutkan tadi sepertinya aku tahu siapa gadis berbaju putih ini," kata Bagong ketika Macan Ireng beserta anak buahnya sudah berada di luar markas.

Mendengar hal itu Macan Ireng langsung menghentikan langkahnya lalu berbalik dan ditariknya kerah baju Bagong.

"Katakan siapa dia?!"  bentak Macan Ireng.

"A.. a.. aku kira dia adalah Mayang Sari si angin putih salah satu dari lima pemuda-pemudi unggul yang namanya cukup tersohor," jawab Bagong terbata-bata.

"Aku tidak peduli siapa dia! Selama ia berurusan dengan kita, kelompok harimau, salah satu penguasa Hutan Dedet ini jangan harap bisa keluar dari hutan ini kecuali jadi bangkai!" Setelah berkata demikian Macan Ireng melemparkan tubuh Bagong lalu kembali melanjutkan perjalanan.

End







Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang