Mari kembali ke Hutan Dedet, dimana sepasang manusia, satu pria berusia tiga puluh lima tahun dan satu lagi gadis berusia sembilan belas tahun, tengah duduk santai sembari menyantap ubi bakar bersama. Sepasang manusia itu tak lain adalah Patih Mandala dan Mayang Sari si pendekar angin putih. Setelah melihat hasil masakan Mayang Sari gosong, Mayang Sari beserta Patih Mandala segera mencari makanan pengganti untuk mengisi perut mereka yang keroncongan. Alhasil hanya ubi jalar yang dapat mereka temukan. Setelah dibakar, matang, mereka santap ubi itu bersama-sama.
"Dinda Mayang, aku penasaran sebenarnya apa yang ingin Dinda masak tadi?" tanya Patih Mandala di sela-sela makan mereka.
"Oh, itu...," Mayang Sari tak langsung menjawab karena mulutnya penuh ubi.
"Waktu berkelana aku pernah mampir di sebuah kedai makan yang menurutku enak sekali ayamnya. Karena penasaran dengan resepnya, aku iseng mengintip ke dapur kedai itu," ujar Mayang Sari usai menelan ubi yang tadi memenuhi mulutnya. "Dan Kanda tahu apa rahasianya?"
"Memang apa rahasianya?" tanya Patih Mandala penasaran.
"Rupanya yang membuat ayam bakar di kedai itu begitu enak ternyata karena dimasak dengan cara unik. Mereka membungkus ayam yang sudah dibumbui dengan daun pisang. Lalu, ayam yang sudah dibungkus tadi dikubur dalam arang dan ditimpa lagi dengan tumpukan bebatuan," terang gadis muda itu.
"Jadi, Dinda, mau memasak burung tadi dengan cara yang sama dengan ayam di kedai itu?" Mayang Sari hanya menjawab dengan anggukan karena mulut gadis itu sudah kembali penuh ubi. "Ah, sayang sekali, gara-gara menolongku, burung yang sudah susah-susah Dinda masak jadi gosong."
"Itu bukan masalah besar, nyawa Kanda jauh lebih penting ketimbang masakan abal-abalku yang belum tentu rasanya enak," kata Mayang Sari usai menandaskan ubi miliknya.
"Tapi, kalau Kanda penasaran, aku bisa mengajak Kanda ke kedai yang aku ceritakan tadi. Ayam panggang di sana sudah pasti jauh lebih enak dari masakan abal-abalku," tambah gadis itu.
"Boleh juga, aku akan sedikit meluangkan waktuku untuk pergi ke sana," sahut Patih Mandala yang juga telah menghabiskan ubinya. Tanpa sadar seulas senyum merekah di wajah pria itu. Begitu pun dengan Mayang Sari. Entah mereka menyadarinya atau tidak, tapi sesuatu telah tumbuh di antara kedua manusia itu.
"Anjing laut! Hutan ini bukan tempat orang pacaran!" damprat sebuah suara. Menyusul kemudian sekelompok orang berpakaian loreng muncul. Orang-orang itu tak lain tak bukan adalah anggota kelompok harimau yang kini dibawah pimpinan Macan Ireng Melihat musuh datang Mayang Sari dan Patih Mandala segera siaga. Keduanya lantas langsung berdiri.
"Siapa kalian?!" Mayang Sari membentak. "Oh, aku tahu, melihat pakaian kalian, sudah pasti kalian satu kumpulan dengan manusia-manusia buluk tadi!"
Seketika merah padam muka seluruh anggota kelompok harimau. Kata-kata yang barusan Mayang Sari lontarkan membuat mereka benar-benar geram.
"Dasar gadis tak tahu diri! Berani benar kau menghina kami kelompok harimau, salah satu penguasa Hutan Dedet ini!" mendamprat Macan Ireng.
"Aku ingin lihat, apakah kau bisa berkata begitu lagi kalau kepala dan tubuhmu aku pisahkan!" Setelah berkata Macan Ireng meloloskan golok besar di punggung. Kemudian ia putar-putar golok itu di atas kepala. Debu dan angin beterbangan akibat hembusan angin yang timbul dari putaran golok. Di sisi lain, Mayang Sari juga sudah mulai memegang gagang pedang di punggungnya.
"Kanda, mundurlah," titah Mayang Sari pada Patih Mandala. Patih Mandala menurut tanpa banyak protes. Laki-laki itu mundur sekitar sebelas langkah.
Kemudian, dengan satu hentakan Mayang Sari melesat menyusur tanah dengan kedua kakinya. Permukaan tanah yang kasar dan berbatu seolah adalah es yang begitu licin bagi Mayang Sari. Gadis itu melesat lurus menuju Macan Ireng. Di saat bersamaan ia cabut pedangnya, lalu ia pentangkan ke depan. Kecepatan luar biasa di tambah ujung pedang nan tajam yang menusuk lurus ke depan, membuat Mayang Sari seolah-olah menjadi anak panah yang lepas. Jika lawan Mayang Sari adalah pendekar sekelas kroco mungkin serangan ini akan telak mengenai mereka. Sayangnya, Macan Ireng bukanlah pendekar kelas rendahan. Sebagai salah satu pemimpin kelompok harimau, salah satu kelompok penguasa Hutan Dedet, yang cukup tersohor di dunia persilatan, sudah tentu ilmu silat Macan Ireng berada di atas rata-rata.
Melihat musuh mendatanginya dengan luar biasa cepat, laki-laki itu langsung mengayunkan golok besarnya. Jarak Mayang Sari dan Macan Ireng masih sekitar tiga tombak, tapi hembusan angin yang timbul akibat ayunan golok Macan Ireng mampu menerbangkan Mayang Sari seketika.
"Dinda Mayang!" pekik Patih Mandala saat melihat tubuh Mayang Sari melayang di udara.
Akan tetapi Mayang Sari juga bukan pendekar sembarangan. Usianya memang masih muda, tapi ilmu dan pengalamannya tidak bisa di anggap remeh. Meski telah di terbangkan oleh hembusan angin golok Macan Ireng, Mayang Sari masih mampu mengendalikan diri. Setelah bersalto tiga kali di udara Mayang Sari berhasil mendarat di tanah dengan kedua kakinya secara sempurna. Melihat itu perasaan Patih Mandala jadi lega.
"Gadis cilik, lumayan berilmu juga kau!" dengus Macan Ireng.
"Masih terlalu dini untuk terkejut, kau baru boleh terkejut setelah aku menyalahkanmu," membalas Mayang Sari.
End.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Ular Hijau
De TodoSetelah Raja Shawarman II mengangkat tiga maha patih agung, Kerajaan Menjangan Agung yang dalam tiga belas tahun terakhir sempat mengalami kemunduran mulai menunjukkan kejayaannya kembali. Sementara itu, pada masa yang sama, di dunia persilatan yang...