XXV. Enam Pemimpin Melawan Ular Hijau 3

2 0 0
                                    

Wre Baranang benar-benar dalam kondisi yang berbahaya. Dari atas pedang Ular Hijau menindih, sementara dari samping tongkat Ular Hijau mengancam kakinya. Tentu saja dalam tongkatnya Ular Hijau juga telah menanamkan tenaga dalam sama seperti pada pedangnya. Dan sudah pasti begitu kena, kaki Wre Baranang bakalan hancur sampai ke tulang-tulang. Saat kakinya hancur kuda-kuda Wre Baranang pun juga turut hancur. Dengan begitu Wre Baranang tidak punya pijakan yang kuat lagi untuk menopang tubuhnya dan tanpa ampun lagi pedang Ular Hijau akan melibasnya dari atas.

Dalam sepersekian detik akhir yang mengenaskan itu sudah terbayang di kepala Wre Baranang. Meski begitu, pemimpin kelompok monyet tersebut tidak pasrah dengan nasib tragis yang menantinya. Wre Baranang memompa semangat, mengerahkan seluruh tenaga, kaki sampai ubun bergetar. Kemudian ia menghentak ke belakang lalu mundur sambil menggelinding di tanah. Dengan cara itu Wre Baranang pun berhasil dari maut yang baru saja mendatanginya.

"Hemp...," Ular Hijau mendengus. "Apa yang kau gunakan itu adalah Jurus Raja Monyet Menggelinding di Tanah?" katanya kemudahan mengejek.

Sudah pasti kata-kata Ular Hijau barusan membuat jengkel hati Wre Baranang. Pria berwajah kucel itu ingin sekali rasanya membalas Ular Hijau dengan umpatan paling kasar. Hanya saja, jangankan bicara bernafas saja Wre Baranang masih tersengal-sengal. Memang untuk bisa lolos dari kondisi penuh maut seperti tadi bukan perkara mudah. Apalagi lawannya adalah Ular Hijau. Yang secara tenaga dalam jauh di atas pemimpin kelompok monyet tersebut. Untuk bisa meloloskan diri Wre Baranang perlu mengerahkan seluruh tenaga yang ia punya. Maka dari itu sekarang ia telah kehabisan tenaga.

"Kenapa diam saja? Apa Yang Mulia Raja Monyet sudah kelelahan? Sayang sekali tapi kita tak punya waktu untuk istrahat." Habis berkata Ular Hijau langsung melesat menuju Wre Baranang mengunakan Jurus Langkah Ular Menyusur Tanah.

Namun, secara tiba-tiba dari arah samping kanan Ular Hijau sebuah angin kencang berhembus. Bukan angin biasa, melainkan angin beliung. Melihat angin itu menuju ke arahnya, Ular Hijau lekas berbalik dan kembali ke tempatnya semula. Sehingga angin beliung hanya lewat di tempat kosong antara Wre Baranang dan dirinya. Begitu melihat ke arah datangnya angin ditemukan sosok Macan Loreng yang berdiri dengan golok besar terhunus di tangan.

"Ular Hijau, muridmu telah melukai kedua saudaraku! Sebagai guru dari Mayang Sari aku akan membuat perhitungan denganmu!" Habis berkata Macan Loreng langsung memegang ganggang golok besarnya dengan dua tangan. Kemudian ia ayunan golok tersebut menyamping. Sedetik setelahnya sebuah pusaran angin tercipta. Pusaran itu awalnya kecil tapi lama kelamaan membesar dan membentuk sebuah angin beliung.

Seperti yang diketahui perguruan dimana Macan Loreng beserta Macan Klawu dan Macan Ireng berguru memiliki jurus andalan yang disebut Jurus Golok Sakti Memotong Gunung. Sebuah jurus yang memadukan antara ketrampilan memainkan golok besar dengan olah tenaga dalam. Semakin besar tenaga dalamnya maka semakin hebat dan mengerikan jurus golok yang dapat dimainkannya.

Jika halnya Macan Ireng mampu menciptakan angin kencang begitu ia mengayunkan golok, maka tak heran jika ayunan golok Macan Loreng mampu membuat angin beliung. Sebab tenaga dalam serta ketrampilan bermain golok Macan Loreng jauh lebih unggul jika dibandingkan dua saudara seperguruannya.

Angin beliung bentukan Macan Loreng bergerak cepat menuju Ular Hijau. Namun, meski cepat akan tetapi Ular Hijau jauh lebih cepat. Sesaat sebelum angin beliung mencapainya Ular Hijau sudah lebih melesatkan tubuhnya ke samping kanan mengunakan Jurus Langkah Ular Menyusur Tanah. Sehingga angin beliung hanya lewat di samping kiri pria tersebut sebelum akhirnya buyar sendiri.

Namun, Macan Loreng tidak menyerah. Diayunkan kembali golok besarnya, bukan cuma sekali tapi empat kali, beruntun pula. Empat angin beliung pun tercipta dan keempatnya bergerak cepat menghampiri Ular Hijau.

Mengunakan Jurus Langkah Ular Menyusur Tanah, jurus yang mampu membuatnya berseluncur di atas permukaan tanah dengan leluasa, Ular Hijau mampu menghindari tiga angin beliung tanpa kesulitan. Akan tetapi begitu angin beliung keempat datang, barulah pria berjubah hijau itu mengalami kesulitan.

Angin beliung keempat berhasil menghisap Ular Hijau. Membawa pria berjubah hijau tersebut ke dalam pusaran angin sebelum akhirnya dilemparkan lagi ke udara. Hanya saja, Ular Hijau adalah pendekar nomor wahid saat ini, meski untuk beberapa saat terombang-ambing di udara tapi dalam sekejap ia mampu mengendalikan diri.

Setelah beberapa kali bersalto di udara akhirnya Ular Hijau mendarat pada sebuah dahan pohon tanpa kurang suatu apapun. Namun, hal itu sepertinya sudah diperhitungkan oleh Macan Loreng. Sebab secara tiba-tiba pria dengan baju loreng tersebut sudah berada di depan Ular Hijau. Sambil melayang di udara Macan Loreng mengayunkan golok besar dengan kedua tangannya dari atas ke bawah. Sebuah ayunan yang juga disertai dengan tenaga dalam penuh, sehingga batu gunung sekalipun dapat terbelah jika kena.

Hanya saja, lawan Macan Loreng bukan batu gunung, melainkan Ular Hijau, pendekar nomor satu zaman ini. Sebagai pendekar nomor satu sudah tentu bukan cuma sekali dua kali saja mendapat serangan mematikan dari lawan sama seperti sekarang ini.

Melihat golok lawan datang dari atas, Ular Hijau lekas merintangkan pedang di atas kepala. Dua tangan bekerja bersama, tangan kanan memegang ganggang sementara tangan kiri menahan ujung pedang.
Jika dilihat secara ukuran golok Macan Loreng berkali-kali lebih besar dibandingkan pedang Ular Hijau. Ditambah dengan adanya tenaga dalam Macan Loreng di dalamnya, secara logika pastinya golok Macan Loreng akan mampu mematahkan pedang Ular hijau. Namun, sebagai pendekar nomor satu Ular Hijau tentu telah memperhitungkan segalanya.

Begitu golok membentur bilah pedang, Ular Hijau segera menurunkan tangan kirinya sehingga posisi pedang jadi miring. Golok pun jadi kehilangan separuh kekuatannya dan justru bergulir menuruni bilah pedang yang miring, lalu memotong dahan pohon tempat berdiri Ular Hijau. Dahan pohon yang telah terpotong jatuh ke tanah sehingga Ular Hijau kehilangan tempat berpijak.

Namun, sebelum dahan pohon yang dipijaknya benar-benar jatuh Ular Hijau sudah terlebih dahulu mengangkat kedua kakinya. Kemudian secara bergantian ia hentakkan ke dada dan pundak Macan Loreng. Setelahnya pria berjubah hijau tersebut bersalto ke belakang sekali di udara, sebelum akhirnya mendarat di atas tanah.

Sementara Macan Loreng sendiri, meski telah mendapat dua tendangan dari Ular Hijau tapi masih dapat mengendalikan diri. Setelah beberapa kali bersalto di udara dia pun turut mendarat di atas tanah dengan kedua kaki tegak. Sayangnya setelah tiga hitungan jari pemimpin kelompok harimau tersebut menyemburkan darah dari mulutnya. Cara berdirinya yang tadi tegak sekarang terlihat sedikit sempoyongan.

Memang tendangan yang dilayangkan Ular Hijau sebelumnya bukan tendangan sembarangan, terutama tendangan pertama, tendangan ke dada Macan Loreng. Pada tendangan pertama itu dia menyertainya dengan tenaga dalam, sedang tendangan kedua, tendangan ke puncak hanyalah tendangan biasa. Macan Loreng sendiri sebenarnya juga sudah menebak jika musuhnya akan menyerang mengunakan tenaga dalam. Makanya dengan cepat ia juga mengalirkan tenaga dalam ke seluruh badan untuk menangkal serangan.

Sayang, Macan Loreng salah memperhitungkan tingkat tenaga dalam Ular Hijau yang ternyata jauh di atasnya. Maka dari itu sekarang ia celaka, menderita luka yang tidak ringan.

"Hei, kau bilang tadi ingin membalas kelakuan muridku pada kedua saudaramu. Tapi lihat sekarang? Kau sudah kesulitan untuk bediri," kata Ular Hijau mengejek Macan Loreng.

End.....

Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang