XXVI. Enam Pemimpin Melawan Ular Hijau 4

1 0 0
                                    

Karena mulai kesulitan berdiri tegak Macan Loreng menancapkan golok besarnya di tanah dan mengunakannya untuk menopang tubuh agar tidak roboh. Setelah menyeka darah yang berlumuran di mulut mengunakan tangan Macan Loreng berkata dengan jengah, "Ular Hijau jangan pikir ini sudah berakhir!"

"Benarkah?" Ular Hijau terkekeh pelan.

"Kalau begitu bagaimana kalau aku akhiri saja?!" Habis berkata Ular Hijau mengangkat pedangnya dan bersiap melesat ke arah Macan Loreng untuk memberikan serangan pamungkas pada pemimpin kelompok harimau itu.

Namun, sebelum hal itu terjadi dari arah belakang Ular Hijau berdesir angin dingin. Segera saja Ular Hijau mengurungkan niat dan mengibaskan tongkat di tangan kirinya ke belakang. Terdengar suara trang yang lumayan keras, seolah dua senjata dari logam saling beradu. Akan tetapi yang membentur tongkat Ular Hijau bukan senjata, melainkan hanya angin.

Di kejauhan sekitar empat atau lima puluh langkah di belakang Ular Hijau terlihat sosok Ki Weling yang berdiri sambil memasang kuda-kuda. Tak salah lagi angin tadi merupakan tenaga dalam Ki Weling yang dilepaskan dari kejauhan. Nama jurus itu adalah Jurus Ular Mematuk Melepaskan Kepala. Sebuah jurus yang memungkinkan Ki Weling menyerang dari kejauhan dengan melepaskan tenaga dalam layaknya anak panah. Hanya saja jurus tersebut tak bisa dilakukan beruntun karena Ki Weling perlu berkonsentrasi penuh untuk mengumpulkan serta menembakkan tenaga dalam yang dapat menyerang musuh puluhan meter jauhnya.

"Ular Hijau, jangan lupa kau masih ada urusan denganku!" Habis berkata Ki Weling membentak keras sambil melompat ke udara. Kemudian, menukik menerjang Ular Hijau dan menghunjamkan pedangnya.

Sayangnya, ujung pedang Ki Weling hanya kena udara kosong sebab Ular Hijau sudah terlebih dahulu menghindar dengan mundur dua langkah ke belakang. Akan tetapi Ki Weling juga tak berhenti, begitu kedua kakinya menyentuh tanah Ki Weling langsung menarik pedangnya lalu dengan cepat ia hunjamkan lagi ke jantung Ular Hijau.

Trang!

Kali ini Ular Hijau tak menghindar, melainkan menangkis pedang lawan dengan pedangnya. Setelah itu pria berjubah hijau tersebut ganti mengayunkan pedang menyamping, menyerang leher Ki Weling dari arah kiri. Meski serangannya dapat dipatahkan dan sang lawan melakukan serangan balik, akan tetapi Ki Weling sedikitpun tidak gugup.

Lekas-lekas ia tegakkan pedangnya dari arah senjata lawan datang. Trang! pedang Ular Hijau berhasil ditahan. Pedang memang berhasil di tahan, tapi itu hanyalah awal dari rangkaian serangan Ular Hijau. Setelah pedang kini giliran tongkat di tangan kiri Ular Hijau yang berayun. Tongkat berayun menyilang, mengincar kepala Ki Weling dari samping kanan atas. Karena pedang satu-satunya sudah digunakan untuk menahan pedang lawan, Ki Weling pun tak ada senjata lain. Jadi terpaksa pemimpin kelompok ular tersebut mencabut sarung pedang, yang terbuat dari kayu, yang berada di punggungnya. Kemudian ia gunakan untuk menahan tongkat Ular Hijau.

Serangan Ular Hijau belum berakhir. Kaki kiri pria berjubah hijau itu ditekuk ke atas lalu ia julurkan ke depan menghajar perut Ki Weling. Melihat kaki lawan datang  mengincar perutnya, Ki Weling segera menekuk lutut serta mengangkatnya setinggi perut dan serangan Ular Hijau pun berhasil diblokir.

Namun, siapa sangka pada detik selanjutnya Ular Hijau melakukan serangan yang tidak dapat disangka siapapun. Secara tiba-tiba pria berjubah hijau itu melepas ganggang pedangnya, lalu tangannya menjulur ke depan menepuk dada Ki Weling. Setelah itu dengan cepat ia menarik tangannya serta menyambar kembali ganggang pedang yang masih tergantung di udara.

Akibat tepukan itu Ki Weling terdorong mundur sambil terhuyung-huyung. Begitu sampai sepuluh langkah Ki Weling berhenti dan darah segar pun keluar dari mulutnya. Memang tepukan Ular Hijau tadi bukan sembarang tepukan. Di dalamnya terdapat tenaga dalam. Sebagai pendekar ahli sudah tentu Ki Weling tahu jika musuhnya menyerang mengunakan tenaga dalam, makanya dengan cepat ia juga melapisi sekujur badannya dengan tenaga dalam. Namun, tetap saja Ki Weling terluka sebab tenaga dalam lawan masih berada di atasnya.

Seakan tidak memberi jeda. Setelah memegang kembali pedangnya mengunakan Jurus Langkah Ular Menyusur Tanah, Ular Hijau meluncur cepat menuju Ki Weling. Tidak lupa pedang ia julurkan ke depan menusuk jantung orang.

Trang!

Namun secara tiba-tiba, sebuah perisai berbentuk roda muncul di depan. Merintangi laju ujung pedang Ular Hijau. Sementara orang di belakang perisai tersebut adalah seorang pria berambut gimbal yang tak lain merupakan pemimpin kelompok buaya, Bajul Wesi.

Di saat hampir bersamaan, dari arah samping kiri datang menerjang pemimpin kelompok banteng Lembu Sura. Pria berkepala botak itu menerjang seraya melayangkan tinju mengunakan tangan kanannya yang dibalut sarung tangan besi bergerigi. Melihat musuh datang dari kiri, Ular Hijau lekas mengayunkan tongkat pada tangan kirinya.

Trang!

Sarung tangan berbenturan dengan tongkat. Selain suara yang lumayan keras, benturan senjata dua pendekar itu juga menimbulkan angin yang menerbangkan debu serta dedaunan di sekitar. Sudah pasti hal itu bisa terjadi akibat keduanya sama-sama mengunakan tenaga dalam pada serangan mereka. Rupanya bukan cuma Lembu Sura dan Bajul Wesi saja yang mulai maju. Alap-alap Ireng pun juga sudah ikut maju.

Pemimpin kelompok elang tersebut menyerang Ular Hijau dari sisi kanan. Senjatanya yang berupa tombak, di julurkan ke muka, menikam perut orang. Akan tetapi Ular Hijau tidak panik atau pun gusar. Dengan sekali hentak tubuh pria berjubah hijau itu langsung melayang ke udara. Membuat ujung tombak Alap-alap Ireng hanya menikam angin. Setelah beberapa kali melakukan salto belakang di udara Ular Hijau pun kembali mendarat di atas tanah.

"Ho, rupanya kalian sudah tidak sungkan lagi untuk main keroyokan," ujar Ular Hijau yang kini berdiri sepuluh di depan Alap-alap Ireng berempat.

"Ki Ular Hijau, sebelum kami tidak pernah bilang tidak akan main keroyok. Cuma ketiga teman kami saja yang terburu nafsu maju duluan," sahut Lembu Sura.

"Itu benar. Lagipula kami sadar diri kalau melawanmu sendiri-sendiri kami hanya akan mati konyol," timpal Bajul Wesi.

"Bagus, bila kalian sadar diri," dengus Ular Hijau.

"Saudara Macan Loreng, Ki Weling dan Wre Baranang, kalian istirahatlah sebentar biar kami bertiga yang gantian bermain dengan Ki Ular Hijau." Berkata Alap-alap Ireng. Setelah itu ia mengerlingkan kedua biji matanya. Yang mana itu adalah sebuah isyarat untuk kedua temannya.

Begitu Bajul Wesi dan Lembu Sura melihat biji mata Alap-alap Ireng bergerak, keduanya lekas bergerak ke dua sidi berlawanan. Memerangkap Ular Hijau dalam segitiga.

Meski begitu Ular Hijau tak panik atau gusar. Justru yang ada pria berjubah hijau tersebut malah mengeluarkan tawa.

"Begini baru terasa menyenangkan," katanya usai tawanya reda.

Kemudian ia masukan kembali pedangnya ke tongkat. Setelahnya ia pencet tombol rahasia yang berada di badan tongkat. Seketika tongkat bertambah panjang beberapa meter dan ujung tongkat yang berada di bawah terbelah dan muncul trisula. Dalam sekejap tongkat Ular Hijau berubah jadi tombak trisula

"Rasanya sudah lama sekali aku tidak bertarung dengan serius."

End...





Legenda Ular HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang